Mohon tunggu...
Septi RA Hayuu
Septi RA Hayuu Mohon Tunggu... Guru - Pendatang Baru

Hai, orang-orang yang beriman! Yang tidak beriman, tidak hai! :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepasang Sandal Jepit #1

31 Januari 2020   14:38 Diperbarui: 31 Januari 2020   14:40 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Memang sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar kaum perempuan Karang Kidul saat hendak menghadiri resepsi pernikahan orang, para tamu undangan akan jauh lebih heboh dibandingkan mempelainya sendiri. Prinsip mereka bisa dikatakan seragam: walau hidup di pedesaan, bagi mereka, penampilan haruslah kekota-kotaan. Maka tak heran jika perhatian mereka langsung tersita saat melihat seorang tamu undangan lain yang memakai sandal jepit di antara lautan pemakai high heels di kaki.

"Eh, Jeng, lihat itu Bu Aryani. Masa, ke resepsi pernikahan orang saja pakai sandal jepit? Kayak mau ke pasar saja. Kok tidak malu, ya?" bisik ibu-ibu yang baru saja selesai berswafoto bersama di jalan menuju tempat resepsi tetangga.

"Iya, Bu. Mana lagi sandalnya itu sama dengan sandal yang sering dia pakai saat ke pasar. Aduh, jadi perempuan kok tidak bisa menghargai diri sendiri. Kalau saya jadi dia sih saya malu sekali."

Bu Aryani bukannya tak mendengar cas-cis-cus tersebut. Hanya saja, tak ada gunanya pula ia membalas perkataan wanita-wanita itu. Lagi pula, semua yang didengarnya adalah fakta. Ia memang pemakai sandal jepit. "Ayo, Nak," ajaknya kepada balita yang semula ia tuntun. Kini tangannya terulur hendak menggendong balita perempuan termaksud, karena jalan tataran yang akan mereka lewati dirasa begitu licin dan menurun tajam.

Langkahnya semakin menjauh dari sekumpulan ibu-ibu yang sedari tadi menatapnya seperti melihat alien. Langkahnya santai dan berhati-hati.

Ia tak tahu saat beberapa ibu yang berjalan di belakangnya tergelincir tanah becek seusai hujan deras tadi. Ia tak tahu pula saat korban bencana alam 'terpeleset' itu menulis di media sosial masing-masing: "Punya tetangga kok nggak punya hati. Ada yang jatuh bukannya ditolong malah pura-pura nggak lihat."

Bu Aryani tak pernah tahu, bahwa di media sosial, namanya sering disinggung-singgung. Sosoknya terbingkai sebagai figur yang bengis kepada para tetangganya.

Tamat.

Kabupaten Magelang, 31 Januari 2020

Cerita di atas tidak dipublikasikan di tempat lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun