Politik dan sepak bola memang selalu terus berelasi dan ketergantungan dalam industri sepak bola.
Politik bukan hanya tentang pemilihan umum atau mengurus pemerintahan saja, politik punya banyak arti dan makna tergantung bagaimana sejauh kita memandangnya.Â
Salah satunya, politik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan kekuasaan dengan cara berkompromi sana-sini. Tujuan berpolitik bukan hanya melulu untuk mendapat jabatan fungsional di pemerintahan dan tetek bengeknya, tetapi dengan berpolitik dia mendapatkan atensi atau sorotan kepada dirinya untuk dipandang sebagai orang yang berkuasa.
Bisnis industri sepak bola tanpa sadar selalu melulu tentang uang. Mengapa? tentu saja karena biaya operasional tim sangat tinggi. Banyak entitas yang terkandung dalam tim sepak bola entah itu gaji pemain, pelatih, sampai hal terkecil seperti kaos kaki.Â
Terkadang suporter atau fans hanya fokus pada drama yang tersaji di lapangan, tapi mereka kurang peka pada kondisi di dapur tim kecintaan mereka masing-masing. Nyatanya sepak bola memang selalu tentang uang, kemampuan bermain nampaknya hanya menjadi alat untuk mendapatkan uang.
Bisnis ini sangat menawan dan menggoda karena sepak bola merupakan salah satu olahraga terpopuler di dunia dan mempunyai sorotan dari penggemar yang tinggi. Maka tak heran konglomerat dan politisi berlomba-lomba hadir menjadi investor tim sepak bola dengan harapan mendapat perhatian basis massa penggemar klub untuk melancarkan misi bisnisnya maupun misi politiknya.
Industri sepak bola pada dasarnya ditangani oleh 2 tipe bos, yaitu:
1) Orang yang terpandang (penuh kuasa) dan mempunyai passion di bidang sepak bola.
2) Orang yang terpandan g(penuh kuasa) tapi tidak mempunyai passion di bidang sepak bola.
Pada kali ini penulis membahas Contoh 1) Orang yang terpandang (penuh kuasa) dan mempunyai passion di bidang sepak bola yaitu; Erick Thohir di Persib Bandung dan Tunku Ismail Idris di Johor Darul Tazim.Â