Usia 25 hingga 35 tahun adalah masa di mana banyak mimpi mulai terasa nyata: lulus kuliah, meniti karier, membangun usaha kecil, menikah, dan memiliki rumah sendiri. Tak sedikit anak muda dari Flores yang kini kembali dari perantauan, membawa harapan dan pengalaman, ingin menata hidup di tanah kelahirannya. Tapi satu impian yang sering tertunda, bahkan terasa jauh, adalah memiliki rumah pribadi.
  Di kota-kota besar, teman-teman sebaya kita mulai mencicil rumah lewat KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Ada yang sudah menempati rumah dua lantai, ada pula yang bersabar membayar cicilan sambil menyewa. KPR seolah menjadi "jalan cepat" menuju kemandirian dan kestabilan. Tapi di Flores? KPR masih terdengar seperti wacana dari luar tembok realita.  Â
   Layanan perbankan belum menyebar merata, apalagi layanan kredit rumah. Beberapa bank hadir hanya di pusat kabupaten, dengan produk yang belum menjangkau segmen muda di pedesaan. Tidak ada perumahan bersubsidi, tak ada pengembang lokal yang menggandeng bank. Yang ada hanyalah tanah keluarga, tenaga sendiri, dan harapan yang dijaga baik-baik.
  Bagi generasi muda di Flores, mimpi memiliki rumah tidak mudah. Gaji sebagai ASN, guru honorer, pekerja proyek, atau wirausahawan lokal seringkali belum stabil untuk menyicil rumah besar. Banyak yang mulai dari nol: mengumpulkan bahan, membeli tanah bertahap, dan membangun rumah dari pondasi secara swadaya. Sebagian menunda mimpi ini karena merasa terlalu jauh dan berat apalagi tanpa dukungan sistm seperti KPR.
  Tapi justru di situlah letak kekuatan anak muda Flores. Kita tumbuh dengan nilai-nilai gotong royong, tahan banting, dan cerdas berstrategi. Banyak yang mulai dari bangunan kecil, 5 x 6 meter, lalu memperluas seiring waktu. Ada juga yang membuat konsep rumah minimalis dengan bahan lokal agar hemat biaya. Rumah-rumah kecil, tapi penuh cerita dan kerja keras.
  Namun, tetap saja, akses terhadap KPR akan membuka peluang yang lebih besar. Bayangkan jika ada sistem kredit yang memungkinkan anak muda di Flores mencicil rumah sederhana dengan cicilan terjangkau. Bayangkan jika koperasi lokal atau bank daerah menyediakan skema pembiayaan yang ramah anak muda tanpa harus menggadaikan mimpi karena bunga tinggi atau syarat tak masuk akal.
   Kita tidak sedang bermimpi muluk-muluk. Kita hanya ingin diberi kesempatan yang sama seperti anak muda di kota besar. Kesempatan untuk punya rumah sendiri, di tanah sendiri, tanpa harus menunggu usia 50 atau menunggu mewarisi dari orang tua.
  Generasi muda Flores butuh dukungan sistemik: edukasi keuangan, program rumah terjangkau, dan kemitraan antara pemerintah, bank, serta komunitas lokal. Kita juga butuh lebih banyak cerita sukses tentang anak muda yang membuktikan bahwa rumah tak lagi sekadar mimpi.
  Hari ini, kita mungkin masih tinggal di rumah sewa, atau berbagi tempat dengan orang tua. Tapi percayalah, semangat itu belum padam. Kita membangun bukan hanya tembok dan atap, tapi juga masa depan. Dan siapa tahu, jika kita terus bersuara dan bergerak, layanan seperti KPR suatu hari nanti akan menjangkau Flores dan membantu anak muda membangun hidup yang lebih mandiri, lebih layak, dan lebih membanggakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI