Di sebuah sudut kota Buenos Aires, pada 17 Desember 1936, lahirlah seorang anak dari keluarga imigran Italia yang kelak akan mengguncang dunia dengan keteladanan, kesederhanaan, dan keberanian moralnya. Namanya Jorge Mario Bergoglio, namun dunia mengenalnya sebagai Paus Fransiskus, Paus pertama dari benua Amerika Latin, pertama dari ordo Yesuit, dan pertama yang memilih nama dari Santo Fransiskus dari Assisi.
Namun, jauh sebelum ia mengenakan jubah putih kepausan, Jorge muda adalah pemuda biasa yang menghidupi kehidupan keras kelas pekerja. Ia pernah bekerja sebagai penjaga bar, petugas kebersihan, bahkan teknisi laboratorium. Hidup membentuknya menjadi pribadi yang dekat dengan orang kecil dan memahami getirnya perjuangan rakyat biasa.
Pada usia 21 tahun, hidupnya nyaris terhenti akibat infeksi paru-paru yang parah. Sebagian paru-parunya harus diangkat. Tapi justru dalam sakit, ia menemukan panggilan hidupnya menjadi pelayan Tuhan.
Jejak Yesuit dan Kepemimpinan AwalÂ
Tahun 1958, ia bergabung dengan Serikat Yesus, ordo yang dikenal karena disiplin intelektual dan pengabdiannya pada pendidikan serta keadilan sosial. Sebagai imam Yesuit, Jorge mengajar sastra dan psikologi, namun juga memimpin dalam keheningan.
Pada 1973, ia dipercaya menjadi Provinsial Jesuit Argentina di tengah gejolak kediktatoran militer. Dalam masa-masa itu, ia menyimpan banyak luka bangsa, dan dalam diamnya, ia belajar bagaimana berdiri kokoh di tengah badai.
Dari Buenos Aires Menuju VatikanÂ
Tahun demi tahun, namanya menanjak. Dari Uskup Auksilier hingga Uskup Agung Buenos Aires, Bergoglio dikenal bukan karena kemewahan, melainkan karena keengganannya terhadapnya. Ia menolak tinggal di kediaman resmi keuskupan, memilih naik bus umum, dan memasak makanannya sendiri.
Pada 2001, ia diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II. Namun saat Konklaf 2005, ia kalah suara dari Kardinal Joseph Ratzinger yang terpilih sebagai Paus Benediktus XVI. Banyak yang mengira Bergoglio telah selesai. Tapi sejarah berbicara lain.
Delapan tahun kemudian, pada 13 Maret 2013, Jorge Mario Bergoglio berdiri di balkon Basilika Santo Petrus, mengenakan jubah putih sederhana, dan mengucapkan salam pertamanya sebagai Paus Fransiskus. Dunia menyambutnya dengan kehangatan. Ia menunduk, meminta umat mendoakannya. Gestur yang menjadi ciri khasnya: rendah hati dan membumi.