Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tentara Pelajar Temanggung 1946 - 1949

3 April 2025   09:15 Diperbarui: 3 April 2025   09:07 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia merupakan negara yang pertama merdeka setelah Perang Dunia 2 (PD2), tepatnya 2 hari setelah Kaisar Hirohito secara lisan menyatakan Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Memang baru penyataan lisan, namun telah menjadi penanda bahwa PD2 khususnya Perang Pasifik sudah berakhir dengan kemenangan Sekutu. Hal itu membuktikan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah murni perjuangan bangsa Indonesia sendiri tanpa campur tangan pihak manapun. Oleh karena itu, proklamasi menandai adanya sebuah negara berdaulat penuh, yaitu Indonesia.

Menjadi negara merdeka tenyata tidak mudah karena kemudian yang muncul berikutnya adalah keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Keinginan tersebut tentunya mendapat penolakan keras di berbagai daerah. Bentuk penolakan itulah yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan 1 dan Perang Kemerdekaan 2. Perang Kemerdekaan merupakan bentuk revolusi fisik menentang keinginan berkuasanya kembali Belanda. Penolakan terjadi di seluruh Indonesia termasuk di salah satu kota di Jawa Tengah yaitu Temanggung. Karena dalam lingkup sebuah kota, maka tulisan ini disebut sejarah lokal. Dikatakan sejarah lokal karena tempat sebagai dimensi ruang dalam sejarah ditentukan oleh perjanjian yang diajukan oleh penulis(Taufik Abdullah, 1990 : 15)

Pasca kemerdekaan tepatnya pada 27 September 1945 dibentuk Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) sebagai wadah untuk memudahkan koordinasi  kekuatan pemuda khususnya pelajar. Kemudian pada 5 Oktober 1945 diterbitkan Maklumat Pemerintah untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR menjadi tentara reguler resmi yang dimiliki oleh sebuah negara yang baru merdeka yaitu Indonesia. Oleh karena itu, IPI menyesuaikan dengan Maklumat Pemerintah tentang TKR dengan membentuk IPI Bagian Pertahanan. IPI Bagian Pertahanan inilah yang mengkoordinir dan mengadakan latihan-latihan bagi pelajar yang ingin berjuang di garis depan (Sewan Susanto, 1985 : 15).

Menghadapi agresi militer 2 Belanda maka  pemerintah mengadakan reorganisasi dan rasionalisasi (rera)  Angkatan Perang berdasarkan Penetapan Presiden No 14 Tahun 1948, pada 14 Mei 1948. Isi pokok dari Penpres itu adalah pembentukan Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang berkedudukan di Yogyakarta. MBKD melakukan rera  dengan memperkecil divisi yang semula 8 menjadi 4, dan membentuk 17 brigade. Brigade XVII atau yang terakhir khusus diperuntukan bagi Tentara Pelajar (TP) dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).  Brigade XVII ini menjadi wadah bagi pelajar yang terpanggil untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Brigade XVII-TP menjadi satu-satunya laskar resmi bagi para pelajar. Hanya di Indonesia yang secara resmi pernah memiliki tentara dengan anggota adalah pelajar. Brigade XVII-Tentara Pelajar dibentuk secara resmi pada 17 November 1948 (Sewan Susanto, 1985 : 65)

Semangat pembentukan TP menyebar ke berbagai daerah termasuk di Temanggung. Untuk Temanggung berada pada Detasemen III dipimpin oleh Kapten Martono yang meliputi Yogyakarta dan Kedu. Kedu adalah nama karesidenan dengan wilayah Temanggung, Magelang, Purworejo, Kebumen, Wonosobo. Dengan komandan  Bapak Soetarto Bligo,  status TP Temanggung yaitu Seksi 365, Kompi 360, Batalyon 300, Detasemen III, Brigade XVII. 

 Markas TP-Temanggung selalu berpindah dengan tujuan menghindari patroli Belanda, juga untuk menyesuaikan dengan basis perjuangan yang akan dilakukan. Disamping itu untuk mengurangi beban warga yang rumahnya dijadikan markas. Dukungan warga sangat penting bagi TP-Temanggung dalam berjuang. Disinilah salah satu dukungan rakyat dalam gerilya dengan memberikan keterangan-keterangan mengenai musuh, lokasi, gerakan-gerakan, kekuatan-kekuatan dan lain-lain ( A. H. Nasution, 1980 : 27)

Pada saat agresi militer pertama, peran TP-Temanggung lebih bersifat pasif, artinya hanya melaksanakan perintah dari Detasemen III Yogyakarta. Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang menggunakan sistem pertahanan linier. Kegiatan TP-Temanggung hanya melakukan penjagaan di front-front pertahanan di daerah yang berbatasan dengan wilayah pendudukan Belanda misalnya Sukorejo dengan daerah operasi Simpar, Batok, Lempuyang. Pagergunung dengan daerah operasi Pandean, Telomoyo. Dan di kaloran dengan daerah operasi Brosot dan Porot. Penempatan anggota TP-Temanggung ke berbagai daerah operasi berjalan lancar dan tanpa ada jatuh korban karena jarang terjadi kontak senjata dengan Belanda.

Agresi militer 1 berakhir dengan perjanjian Renville. Perjanjian Renville menimbulkan pro dan kontra di kalangan pejuang yang memuncak dengan terjadinya pemberontakan PKI Madiun 1948. Pada saat terjadi pemberontakan PKI Madiun 1948, TP-Temanggung membuktikan sikap netralitasnya sehingga tidak terjebak kegiatan politik praktis. Oleh karena itu selama peristiwa pemberontakan PKI Madiun 1948, tidak ada satu pun anggota TP-Temanggung yang terlibat. 

Agresi militer 2 yang diawali dengan serangan Belanda ke Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Berdasarkan kesepakatan bahwa ketika Belanda tiba-tiba menyerang Yogyakarta dan sekitarnya termasuk Temanggung, maka seluruh anggota TP berkumpul di Tagung daerah Tembarak. Inilah kosolidasi pertama, dan setelah berkumpul semua, maka TP-Temanggung melakukan operasi atas inisiatif sendiri. Jatuhnya korban jiwa, yaitu Kasiran, membuat situasi Tagung mulai tidak aman. Ditambah beberapa kali tembakan Belanda diarahkan ke lereng gunung Sumbing maka disimpulkan bahwa markas TP harus segera dipindah dari Tagung ke Wadas, Kandangan. 

Dipilhnya Wadas, Kandangan sebagai tempat konsolidasi kedua karena daerahnya yang berbukit-bukit sehingga sangat mendukung untuk kegiatan gerilya. Di sinilah semua kegiatan TP-Temanggung dikendalikan dalam suatu markas yang selalu berpindah-pindah. TP-Temanggung melakukan penghadangan atau pencegatan patroli Belanda di darerah Bendokuluk, Jengkiling, Ngijingan, dan Growo. Hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri karena TP-Temanggung bagian dari sub wehrkreise 6, sub sektor 31.  Disamping menghadang atau mencegat patroli Belanda, juga mengamankan orang-orang yang terbukti menjadi informan untuk musuh karena sangat merugikan perjuangan. Peran TP-Temanggung, seperempat bagian menghadapi agresi militer pertama dan tiga perempat bagian menghadapi agresi militer kedua. 

Setelah Konferensi Meja Bundar, maka aktivitas anggota TP-Temanggung dikembalikan ke sekolah-sekolah darurat. Bagi yang masih SMP ditampung di Danurejo kemudian dipindah ke Temanggung. Sedangkan yang SMA diarahkan ke Magelang bersama dengan rekan-rekan mereka dari Purworejo, Kebumen dan lain-lain. Demobilisasi TP Temanggung dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah no 32 Tahun 1949 tanggal 24 Desember 1949. Kemudian dikuatkan dengan Keputusan Menteri Pertahanan no 193/MP/50 tanggal 9 Mei 1950. Dengan demobilisasi itu akhirnya anggota TP-Temanggung terpisah-pisah sesuai dengan keinginan masing-masing untuk melanjutkan sekolah atau meneruskan karier di militer. Meskipun demikian karena perasaan seperjuangan yang pernah dialami, mereka berkumpul dengan membentuk Paguyuban III-17 Cabang Temanggung. Terimakasih kepada seluruh anggota TP-Temanggung yang telah mengorbankan jiwa raga demi tegaknya Sang Merah Putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun