Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

RA Kartini Tokoh Pejuang Literasi

30 Maret 2025   20:05 Diperbarui: 30 Maret 2025   20:00 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir di Jepara 21 April 1879, yang kemudian tanggal lahirnya diperingati setiap tahun sebagai Hari Kartini. Kartini menempuh pendidikan di Europese Lagere School (ELS) sampai usia 12 tahun. Di ELS itulah Kartini belajar membaca, menulis, bahasa Belanda dan lain-lain. Waktu yang singkat untuk belajar di sekolah benar-benar dimanfaatkan oleh Kartini dengan baik. Selain belajar di sekolah, Kartini juga rajin membaca dan mempraktikan bahasa Belanda ketika bermain sehari-hari.

Kenapa waktu sekolah cukup singkat karena sesuai kebiasaan atau tradisi turun temurun saat itu bahwa anak perempuan berusia 12 tahun harus menjalani pingitan. Pingitan adalah tinggal atau berada dirumah terus dengan tujuan tertentu. Tujuan pingitan misalnya pembentukan karakter, pendidikan moral, persiapan untuk pernikahan, pengembangan keterampilan, dan pembentukan identitas. Meskipun tujuannya positif namun anak perempuan saat itu tidak ada alternatif kegiatan selain mengikuti pingitan. 

Ketidakberdayaan Kartini melawan tradisi bukan berarti berpasrah pada situasi. Meskipun sudah memohon-mohon pada orangtuanya yaitu Bupati RM Sosroningrat agar bisa melanjutkan sekolah, namun Kartini tetap harus berdamai dengan kenyataan. Kartini mengalami pergumulan batin antara mengembangkan diri namun berhadapan dengan tembok tradisi. Kekuatan mengembangkan diri inilah ternyata tidak bisa dihentikan oleh tembok tradisi. Oleh karena itu Kartini selalu berupaya agar dirinya dan juga kaumnya bisa berkembang setara dengan laki-laki. Ditengah himpitan tradisi, Kartini masih memikirkan teman-teman di luar tembok kabupaten agar memiliki keunggulan pribadi. Disinilah Kartini membuktikan bahwa dirinya bukan pribadi yang egois, namun lebih memposisikan diri sebagai altruisme. Disamping mengembangkan diri juga berupaya membagi atau mengajari kaumnya diluar tembok menjadi maju dalam segala hal.

Kartini mengikuti pingitan tidak hanya memenuhi tujuan tradisi tetapi juga mengembangkan diri. Cara yang ditempuh untuk mengembangkan diri adalah dengan membaca dan menulis. Hal itu memungkinkan karena di dalam komplek kabupaten tentu fasilitasnya mendukung untuk hal itu. Disamping itu, tentunya apa yang dilakukan Kartini bukan tidak mungkin didukung oleh kakaknya yaitu Raden Mas Panji Sosrokartono. Sosrokartono kuliah di Leiden dengan mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Timur. Dia seorang poliglot karena menguasai 17 bahasa asing dan 9 bahasa nusantara sehingga dijuluki si jenius dari timur. 

Kemampuan kakaknya, Sosrokartono, tidak hanya lisan tetapi tulisan dan juga berupa buku yang dimiliki. Sosrokartono pernah menjadi wartawan perang dunia 1, dan penerjemah di lembaga dunia Liga Bangsa bangsa. Hal itu tentunya menjadi inspirasi bagi Kartini, ditambah fasilitas yang ada di kabupaten misalnya buku. Ketertarikan Kartini untuk membaca dibuktikan dengan kemampuan dia membuat surat yang dikirimkan ke sahabatnya. Beberapa sahabat Kartini adalah Estelle Zeehandelaar, Rosa Manuela Abendanon-Mandri, Jacques Henrij Abendanon, Hendri Hubertus Van Kol, Marie Ovink-Soer, Nicolaus Andriani, Hilda Geralda De Booy-Boissev. Kartini menulis surat tentunya menyesuaikan dengan topik yang diceritakan ke setiap sahabatnya. Ada yang sama dan mungkin juga ada yang berbeda tergantung profesi setiap sahabatnya. Tujuannya disamping berbagi pengalaman, juga mendapat masukan, informasi atau apapun dari para sahabatnya itu. 

Kartini bisa menulis dengan berbagai konten atau isi yang diceritakan ke sahabatnya tentu diawali dengan membaca buku apapun yang ada di rumahnya (komplek kabupaten Jepara).  Dengan membaca, maka Kartini memiliki wawasan luas sehingga bisa dituangkan dalam bentuk tulisan (surat).  Oleh karena itu, Kartini sudah merintis kegiatan yang disebut literasi yaitu kemampuan membaca, menulis, memahami, dan menggunakan informasi secara efektif dalam berbagai konteks. Dulu mungkin belum ada istilah literasi, tetapi apa yang dilakukan Kartini itulah kalau sekarang disebut literasi. Bagi Kartini, literasi cukup sederhana yaitu kemauan untuk membaca buku apapun, kemudian menuangkan informasi dari yang dibaca itu dalam bentuk surat lalu dikirim ke sahabatnya. Begitu terus yang dilakukan Kartini, diulang-ulang artinya membaca dan menulis berbagai surat.

Surat Kartini yang banyak menunjukkan kemampuan literasinya juga sangat baik. Membaca dan menulis dan itu dilakukan berulang-ulang sehingga dari surat-surat tersebut, oleh JH Abendanon dan Rosa Abendanon, dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Kartini tentunya belum berpikir bahwa literasi yang dilakukan akan diwujudkan menjadi buku oleh sahabatnya. Dia hanya menerobos tradisi dan melawan tembok pingitan dengan cara yang elegan. Surat-surat yang ditulis dan dikirim ke para sahabatnya membuktikan bahwa literasi tidak bisa dibatasi oleh apapun. Secara fisik memang dibatasi, tetapi keinginan membaca dan menulis tetap berjalan tanpa hambatan. Kartini berjuang melawan tradisi dengan literasi dan perjuangannya masih tetap kita bisa lihat sampai saat ini. 

Dunia pendidikan saat ini khususnya di sekolah sedang digiatkan dengan literasi. Setiap sekolah punya kebijakan atau cara tersendiri untuk menggiatkan peserta didiknya dalam literasi. Tujuannnya tentu untuk meningkatkan kemampuan membaca dan memahami bacaan supaya nantinya bisa diwujudkan dalam bentuk tulisan. Sarana dan prasarana saat ini untuk untuk literasi tentunya lebih lengkap dari pada di masa Kartini dulu. Hanya persoalannya, apakah semangat dalam berliterasi juga berbanding lurus dengan fasilitas yang sekarang ada baik otentik (buku) maupun yang digital (buku elektronik)? Perjuangan Kartini melalui literasi bisa menjadi refleksi bagi kita semua. Mari kita tingkatkan terus literasi di dunia pendidikan khususnya sekolah. Terimakasih Kartini, dan salam literasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun