Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komunikasi Yang Bermartabat

29 Maret 2025   21:55 Diperbarui: 29 Maret 2025   21:50 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menanggapai pengiriman paket kepala babi di kantor redaksi Tempo beberapa waktu lalu dengan pernyataan "sudah dimasak saja". Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Adita Irawati, menggunakan diksi "rakyat jelata" ketika menanggapi Miftah Maulana Habiburrahman yang mengolok-olok seorang penjual es, ketika berceramah di Magelang. Hal itu akan menjadi sederhana jika mengunakan kalimat yang tepat dan pilihan diksi yang netral untuk menghindari persepsi negatif bagi masyarakat. Bagaimananpun kedua tokoh tersebut dipercaya untuk menjadi pihak yang mewakili pendapat pemerintah. Karena sudah dipercaya oleh pemerintah maka sebaiknya ketika membuat pernyataan juga bisa dipercaya baik konteksnya maupun kontennya.

Pepatah Jawa "Ajining diri ana ing lathi, ajining salira ana ing busana" bisa menjadi rujukan bagaimana mengetahui kualitas seseorang. Kualitas pribadi bisa diketahui dari bagaimana dia berbicara baik situasi maupun isinya. Semakin baik dalam komunikasi atau berbicara maka semakin berkualitas juga kepribadiannya. Menurut KBBI, komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih. Komunikasi bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh penerima. Maka siapapun dia, pada posisi apapun di suatu lembaga ketika berkomunikasi, setuju atau tidak, akan mencerminkan kualitas pribadi juga bisa dianggap mewakili suara lembaga. 

Ki Ageng Suryomentaram, salah satu putra Hamengku Buwono VII, menyatakan bahwa komunikasi diartikan sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan nilai moral yang mencerminkan budaya dan identitas bangsa. Menumbuhkan nilai moral yang mencerminkan budaya dan identitas bangsa inilah yang perlu digaris bawahi oleh pihak-pihak yang berwenang menyampaikan informasi khususnya lisan. Komunikasi lisan akan lebih mudah diterima ketika pilihan diksi yang digunakan juga tepat agar bukan sekedar informasi namun juga pesan moral dibaliknya. 

Menarik bagaimana gaya komunikasi Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Informasi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pak Topo, demikian panggilan akrabnya, akan menjawab pertanyaan wartawan atau pihak lain baik melalui media sosial atau pesan singkat di aplikasi. Ini menunjukkan kualitas pribadi pak Topo dalam berbicara/berkomunikasi sehingga tepat kalau ditunjuk sebagai Kepala Pusdatin BNPB. Tentunya ketika ditunjuk menjadi Kepala Pusdatin, maka pak Topo pasti menyiapkan diri dengan baik, disertai data yang akurat sehingga apapun pertanyaan yang diajukan bisa dijawab sesuai kapasitasnya diposisi tersebut. Siapapun kita bisa belajar dari pak Topo bagaimana berkomunikasi dengan baik sesuai dengan peran kita masing-masing.

Juru bicara presiden muncul di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)yang diketuai oleh Wimar Witoelar, dengan anggota Adhie Massardi, Yahya Cholil Staquf, Wahyu Muryadi. Keberadaan juru bicara presiden bisa dimengerti karena gaya bicara Presiden Gus Dur yang ceplas ceplos.  Demikian juga dimasa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan juru bicara Andi Alfian Mallarangeng, Dino Patti Djalal, dan Julian Aldrin Pasha. Presiden SBY yang gaya bicaranya cukup tenang dan sistematis pun membutuhkan juru bicara untuk menyampaikan pendapat presiden atau pemerintah. 

Jurgen Habermas adalah tokoh filsafat komunikasi yang menganggap realitas sebagai hasil konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh interaksi dan komunikasi manusia. Sedangkan konstruksi sosial adalah teori dalam ilmu sosiologi yang menjelaskan bahwa realitas sosial adalah hasil dari kesepakatan kolektif atau konvensi. Kesepakatan kolektif terjadi karena adanya komunikasi dalam kelompok dengan tujuan tertentu. Hal ini mempertegas pentingnya sebuah komunikasi baik antarindividu, individu dengan kelompok maupun antarkelompok. Karena karakteristik konstruksi sosial adalah hasil dari interaski manusia yang berupa komunikasi.

Komunikasi bukan sekedar kontektual, dan faktual, namun juga isinya agar mudah dimengerti sehingga menghindari multitafsir. Dengan komunikasi yang jelas maka pesan akan sampai dan tepat sasaran. Siapapun dia ketika diposisi yang berwenang untuk mengkomunikasikan informasi kepada masyarakat harusnya disampaikan dengan penuh tanggung jawab dan bermartabat. Bermartabat bagi pemberi dan juga penerima informasi. Memang ketika keliru dalam memberi informasi termasuk pernyataan, bisa  diralat, namun perlu digarisbawahi bahwa jangan sampai setiap informasi/ pernyataan selalu diralat. Harus diingat bahwa ketika diposisi juru bicara atau pusat komunikasi atau apapun namanya maka yang bersangkutan benar-benar bisa mewakili kualitas pribadi dan juga kualitas lembaga yang diwakilinya untuk berkomunikasi. Komunikasi akan menunjukkan martabat manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Ketika martabat komunikasi dijunjung tinggi maka kualitas moral yang mencerminkan identitas bangsa akan semakin tampak. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun