Belakangan ini jamak pejabat terkait melarang kegiatan study tour. Hal itu tentu ada alasan pasti yaitu kejadian diberbagai daerah berkaitan dengan kegiatan study tour. Bahkan ada yang dengan cukup tegas melarang total dan disertai dengan sanksi yang siap menanti bagi pihak yang berani melakukan larangan ini. Pertanyaan sederhananya adalah apakah sejelek itu study tour? Tulisan ini bukan untuk mengabaikan pihak-pihak yang dirugikan secara langsung dari kejadian study tour, tetapi hanya untuk melihat sedikit dari sudut pandang yang berbeda tanpa berada di pihak manapun. Sudut pandang yang berbeda tentunya bukan hal yang harus  dipermasalahkan, ibarat melihat angka 6 dari arah yang beda. Hal ini hanya mengajak agar kita semua melihat sesuatu itu secara jernih tanpa menyudutkan pihak manapun apalagi dengan emosional. Terlepas apakah study tour itu nantinya boleh dilakukan atau tidak, itu adalah hal lain.
Peristiwa rombongan study tour dari kota di Jawa Barat yang mengalami insiden ternyata disebabkan oleh dimensi kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Bisa diartikan bahwa kendaraan tersebut telah mengalami rekondisi oleh pihak yang bukan seharusnya. Kemudian bus yang menabrak truk di tol dengan kontur jalan naik dan ternyata truknya yang tidak kuat jalan menanjak sehingga mundur. Â Kembali hal ini lebih karena over dimensi atau mesin yang tidak kuat untuk menanjak karena sesuatu dan lain hal. Insiden yang dimaksud lebih pada unsur kendaraan.
Sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas atau intrakurikuler, dan juga di luar kelas atau ekstrakurikuler. Juga bisa ditambah dengan kegiatan diluar sekolah misalnya study tour atau apapun istilahnya. Hal ini ibarat sekolah merupakan ekosistem pendidikan dan ekonomi di tengah masyarakat. Ekosistem artinya apa yang dilakukan sekolah adalah bukan pelaku tunggal tetapi melibatkan banyak pihak yang intinya mendukung sehingga ibarat menjadi simbiosis mutualisma. Sekali lagi pihak sekolah hanya  konsumen artinya sebagai pengguna salah satu ekosistem study tour yaitu misalnya pemilik kendaraan, pengemudi yang juga butuh makan,  tempat wisata yang menghidupi ekonomi setempat dan lain-lain.
Perihal kendaraan merupakan bukan domain sekolah, tetapi kewenangan Kementerian Perhubungan melalui Dinas Perhubungan setempat. Sekolah  belum tentu akan detail memeriksa kondisi kendaraan karena memang bukan pihak yang ahli di bidangnya. Ketika melihat secara kasat mata bahwa bus yang digunakan itu  tampak baik, hal itu bagi sekolah sudah cukup. Sekolah tidak paham tentang sistem pengereman, dimensi kendaraan, ukuran chasis dan hal-hal teknis lainnya. Bukan berarti sekolah mengabaikan tetapi sekolah sudah percaya dengan pihak terkait yaitu Dinas Perhubungan yang memang memiliki kewenangan menguji atau KIR kendaraan tersebut. Kalaupun akhirnya ada kejadian yang bukan kewenangan sekolah, misal KIR sudah tidak berlaku atau dimensi yang berbeda, maka pertanyaan berikutnya mengapa itu bisa terjadi. Tentu kemudian mengarah pada pemilik kendaraan dan yang menguji kendaraan. Hulu dari kendaraan itu pabrikan termasuk karoseri, penguji layak tidaknya. Sedangkan hilirnya adalah konsumen dalam hal ini sekolah. Namun yang terjadi dan terus dikoreksi atau dievaluasi adalah sekolah dan study tournya sehingga sampai pada kesimpulan bahwa study tour dilarang. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan pemilik kendaraan dan juga pihak yang menguji kendaraan yang nampaknya tidak ada sorotan terus menerus apalagi sampai pada larangan untuk memiliki atau mengoperasikan kendaraan, atau bahkan penggantian pihak yang melakukan pengujian kendaraan.Â
Kita bisa bandingkan dengan organisasi yang anggotanya melakukan korupsi kok tidak ada larangan bagi organisasi tersebut untuk beraktivitas. Memang kurang pas membandingkan antara kejadian study tour dengan anggota organisasi yang korupsi. Namun pemberitaan belakangan ini seolah-olah dan terus menerus menyalahkan study tour, padahal yang salah adalah kendaraannya. Sedangkan kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota organisasi biasanya dibela dengan istilah bahwa pelaku adalah oknum, atau korupsi bukan hal yang jelek. Namun tidak ada yang berani lantang mengatakan bahwa organisasi yang menaungi pelaku korupsi lalu diusulkan untuk dilarang. Sekali lagi sekolah dengan study tournya  itu  bagian hilir tetapi justru yang paling disalahkan. Sedangkan tidak ada yang lantang mengatakan bahwa bagian hulu juga salah. Sekali lagi jika bagian hulu yang salah maka pasti akan dikatakan bahwa itu adalah oknum.Â
Marilah kita bijak ketika membuat pernyataan terkait kejadian study tour. Lihat juga bagaimana proses penerbitan SIM, pengujian kendaraan apakah benar-benar ketat sesuai ketentuan yang berlaku. Kemudian pengawasan ketika kendaraan itu beroperasi apakah benar sudah maksimal. Ternyata beberapa waktu lalu terjadi lagi insiden sebuah truk gagal rem di sebuah pintu tol. Pemberitaan menuliskan bahwa truk tersebut seharusnya dengan tonase maksimal 12 ton, menjadi 24 ton. Kok tidak ada yang mengatakan bahwa semua truk pengangkut barang sejenis dilarang beroperasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI