Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru - Guru/SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Toleransi dari Sumber Prasasti

6 Juli 2022   22:30 Diperbarui: 6 Juli 2022   22:34 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Prasasti Kalasan menggunakan huruf pra-nagari dengan bahasa Sanskerta tahun 778 Masehi. 

Isinya ialah, bahwa para Guru sang raja (mustika keluarga Syailendra) Syailendrawamsatilaka telah berhasil membujuk maharaja Tejahpurnapana Panangkarana untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta dalam kerajaan keluarga Syailendra. Kemudian Panangkarana itu menghadiahkan desa Kalasan kepada sanggha (R. Soekomo, 42-43 : 1990).

Kesimpulan dari isi prasasti tersebut bahwa atas permintaan keluarga Syailendra, maka Panangkarana dari keluarga Sanjaya memberikan sebidang tanah kepada para pendeta dan desa Kalasan untuk para sanggha. 

Syailendra yang bercorak Budha dan Sanjaya yang bercorak Hindu. Keluarga Sanjaya yang bercorak Hindu memberikan sebidang tanah dan desa untuk pemuka agama Budha.

Saat itu tentunya belum ada istilah toleransi seperti yang sering diungkapkan saat ini. Mereka belum mengenal atau mengerti tentang toleransi. Tapi hebatnya, mereka sudah melakukan dan memberi contoh nyata tentang suatu hal atau tindakan yang mereka belum tahun bahwa itu kalau sekarang namanya toleransi. 

Tanpa perlu berteori, beragumentari, atau mencari dalil dan sebagainya, mereka melakukan tindakan nyata menghargai, menghormati, bahkan memberikan suatu tempat atau lokasi kepada sesamanya yang berbeda keyakinan. Dan tempat itu akan didirikan bangunan suci yang berbeda dengan pemberi tanah.

Mengapa mereka bisa melakukan itu tentunya yang dilihat adalah antara pemberi tanah dan penerimanya adalah sesama manusia. Meskipun berbeda keyakinan tapi tidak menghalangi mereka untuk melakukan kebaikan bagi sesama. Ternyata saat itu penghargaan terhadap martabat sesama manusia sudah nyata ada. 

Keluarga dinasti Syailendra dan Sanjaya dengan rakyatnya masing-masing tetap hidup berdampingan tanpa ada gesekan atau konflik horisontal yang bersumber dari perbedaan keyakinan. Sistem keyakinan saat itu top down, artinya apa keyakinan raja maka diikuti oleh rakyatnya. Ketika rajanya atau pemimpinnya melakukan kebaikan tentunya menjadi contoh konkrit dan diikuti oleh rakyatnya.

Bangunan suci bagi Dewi Tara berupa candi Kalasan, dan sebuah biara untuk para sanggha berupa candi Sari. Tanah yang digunakan untuk bangunan suci berkeyakinan Budha itulah berasal dari pemberian raja yang beragama Hindu. Dan luar biasa lagi bahwa tidak jauh dari candi Kalasan dan candi Sari, berdiri bangunan suci yang bercorak Hindu yaitu candi Prambanan. 

Hal itu adalah contoh nyata adanya harmonisasi kehidupan 2 keluarga raja (Syailendra dan Sanjaya) dan rakyatnya yang juga berbeda keyakinan.

Prasasti Kalasan menjadi sumber otentik adanya sikap dan perbuatan positif yang sekarang disebut toleransi. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa benih-benih toleransi di nusantara ini sudah nyata ada sejak dulu. Dan mungkin ada sumber otentik atau non otentik di daerah lain yang juga menunjukkan konsep toleransi. Ini menjadi bukti nyata bahwa nusantara yang beragam sejak awal, namun sudah saling menghargai adanya perbedaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun