Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru - Guru/SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quo Vadis Keberagaman di Sekolah

25 Juni 2022   00:00 Diperbarui: 25 Juni 2022   00:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

      Penghargaan Guru Pada Keberagaman Lemah, berdasarkan Hasil Asesmen Nasional 2021 (Kompas, 9 April 2022). Kesimpulan tersebut sangat mencengangkan karena keberagaman yang selama ini didengungkan sebagai bagian dari nusantara ternyata lemah dihadapan para guru. Guru yang seharusnya lebih memahami tentang keberagaman yang ada di kalangan peserta didik ternyata hasilnya terbalik. Menurut penulis, hal itu bisa terjadi karena beberapa faktor misalnya mengabaikan keberagaman, menolak keberagaman, tidak percaya keberagaman itu ada, atau memang ada upaya sistematis untuk memberangus keberagaman menjadi keseragaman berdasarkan hal tertentu.

      Kompas juga melaporkan bahwa di sebuah SD Negeri di Jakarta Pusat mengeluarkan edaran agar peserta didik berpakaian nuansa keagamaan selama satu bulan penuh. Namun setelah dikonfirmasi kemudian dengan mudahnya dijawab bahwa hal itu salah ketik. Logikanya, yang namanya membuat edaran itu ditulis dengan sadar dan sengaja. Inilah contoh nyata yang memprihatinkan dan memalukan bahwa sekolah negeri yang seharusnya benar-benar menegakkan dan mengayomi keberagaman namun justru dibawa ke arah sektarian tertentu. Sekolah negeri yang sifatnya umum ternyata ada yang mengarahkan pada nuansa kekhasan keyakinan tertentu. Kalau ini benar terjadi, berarti memang ada upaya sistematis memberangus keberagaman.

       Lemahnya penghargaan guru pada keberagaman sangat memprihatinkan apalagi terjadi di dunia pendidikan. Pendidikan dalam hal ini sekolah yang berhadapan dengan peserta didik yang beragam latar belakangnya namun justru diabaikan. Kalau penghargaan terhadap keberagaman terus melemah maka bukan tidak mungkin akan menjadi awal munculnya sikap intoleran di sekolah dan bisa mengarah pada perilaku radikal. Peserta didik yang seharusnya diarahkan memahami dan mengakui keberagaman, justru menjadi resisten terhadap perbedaan.

       Demikian juga dengan tugas guru yaitu mengajar dan mendidik. Mengajar adalah transfer ilmu pengetahuan secara baik dan benar kepada peserta didik. Sedangkan menddik adalah mengarahkan, memberi teladan agar peserta didik menjadi pribadi yang dewasa secara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Salah satu tugas guru adalh mendidik dengan teladan konkret misalnya tentang nilai-nilai keberagaman. Ketika penghargaan guru pada keberagaman lemah maka bisa dipastikan guru juga melemah dalam memberi teladan keberagaman atau bahkan tidak pernah dilakukan sama sekali.

       Keberagaman di Indonesia adalah suatu kepastian yang tidak terelakkan. Ketika Proto Melayu dan Deutro Melayu masuk nusantara maka masyarakatnya menjadi beragam. Kemudian masuknya kebudayaan Asia Selatan, Asia Barat, dan Eropa semakin menambah keberagaman nusantara. Ada 781 bahasa daerah, 6 agama resmi serta puluhan organisasi penganut aliran kepercayaan, rumah adat, pakaian tradisional. Lalu, perlu data apalagi untuk membuktikan keberagaman Indonesia. 

      Sekolah menjadi elan vitalnya generasi penerus bangsa seharusnya  mengayomi, mengakui, dan menguatkan keberagaman secara utuh dan menyeluruh bagi peserta didik. Guru sebagai pendidik harus kembali pada fungsi dasarnya yaitu benar-benar mengarahkan peserta didik menuju manusia Indonesia seutuhnya yang bermutu, bermoral, beretika, dan bermartabat baik. "Pintar tanpa kesusilaan, hanya akan menjadi minteri" kata Driyarkara pada pidato pengukuhan guru besar luar biasa ilmu filsafat fakultas psikologi Universitas Indonesia 30 Juni 1962. Semoga kedepannya penghargaan guru pada keberagaman semakin baik sehingga seluruh peserta didik dapat berkembang sesuai perbedaan latar belakang dan potensi akademik yang dimiliki. Makin tinggi penghargaan pada keberagaman tentunya berbanding lurus dengan sikap mengakui dan menghargai keberagaman.

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun