Sebagai anak-anak Tuhan, kita terbiasa mendengar seruan untuk hidup dengan iman---percaya bahwa Tuhan mencukupkan segala kebutuhan kita, dari hari ke hari. Tapi, apakah itu berarti kita tidak perlu menyiapkan dana pensiun? Bukankah perencanaan keuangan semacam itu menunjukkan kurangnya iman?
Sebaliknya. Justru karena kita hidup oleh iman, kita terpanggil untuk bertanggung jawab atas hidup yang Tuhan percayakan kepada kita---termasuk masa tua kita.
Mengapa Dana Pensiun Penting Bagi Orang Percaya?
Alkitab tidak secara eksplisit membahas "dana pensiun", tetapi banyak prinsip hikmat yang bisa kita tarik.
Misalnya, dalam Amsal 6:6-8, Salomo menasihati kita untuk belajar dari semut yang bekerja keras dan mengumpulkan makanan pada musim menuai, agar tidak kelaparan di musim dingin. Prinsipnya sederhana: menabung di masa produktif untuk masa ketika kita tidak lagi sekuat dulu.
Masa pensiun bukan sekadar soal berhenti bekerja, tapi soal transisi hidup---di mana tenaga berkurang, kebutuhan kesehatan meningkat, dan kadang relasi sosial menyusut. Tanpa persiapan, masa ini bisa menjadi beban, bukan berkat.
Tiga Kesalahan Umum Orang Percaya Tentang Dana Pensiun
"Tuhan pasti pelihara, jadi saya tidak usah menabung."
 Ya, Tuhan pelihara. Tapi Dia juga memberi hikmat dan akal sehat untuk membuat perencanaan yang bijak. Mempersiapkan dana pensiun bukan tanda tidak percaya, melainkan bentuk ketaatan pada prinsip hikmat.
"Saya ingin menyerahkan segalanya kepada anak-anak saya nanti."
 Banyak orang tua berpikir anak akan merawat mereka secara finansial di masa tua. Tapi dunia sudah berubah. Anak-anak kita juga akan bergumul dengan beban hidup mereka sendiri. Jangan mewariskan beban finansial, wariskanlah keteladanan bertanggung jawab.
"Terlambat untuk mulai menabung, jadi tidak usah saja."
 Tidak pernah terlalu terlambat untuk memulai. Sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. Bahkan menata pengeluaran, menyesuaikan gaya hidup, atau menjual aset yang tidak terpakai bisa menjadi bagian dari strategi pensiun yang sehat.