Mohon tunggu...
Senjin Haryanto
Senjin Haryanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa yang tidak punya kelebihan apa-apa

Simple dan merupakan anggota masyarakat biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama, Benarkah Ada?

30 Januari 2021   11:15 Diperbarui: 30 Januari 2021   11:21 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: balitbangdiklat.kemenag.go.id

Kita kupas terlebih dulu secara bahasa. Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa Latin modertio, yang berarti ke-sedang-an, tidak kelebihan, dan tidak kekurangan, alias seimbang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderasi didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstreman. Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi "moderasi beragama", istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama.

Jadi, tidak ekstrem, adalah salah satu kata kunci paling penting dalam moderasi beragama, karena ekstremitas dalam berbagai bentuknya, diyakini bertentangan dengan esensi ajaran agama dan cenderung merusak tatanan kehidupan bersama, baik dalam kehidupan beragama maupun bernegara.

Karenanya, kalau mau dirumuskan, moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama, yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Adapun melalui moderasi beragama, masyarakat diharapkan selalu bertindak adil, seimbang, dan tidak ekstrem dalam praktik beragama. Dengan demikian, maka akan terwujud keharmonisan dan kerukunan dalam kehidupan beragama antarumat.

Pertanyaannya, memangnya moderasi beragama penting untuk Indonesia?

Penguatan moderasi beragama di Indonesia saat ini penting dilakukan didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama. Indonesia juga merupakan negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu. Hal ini bisa dirasakan dan dilihat sendiri dengan fakta bahwa hampir tidak ada aktifitas keseharian kehidupan bangsa Indonesia yang lepas dari nilai-nilai agama. Keberadaan agama sangat vital di Indonesia sehingga tidak bisa lepas juga dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu moderasi beragama juga penting untuk digaungkan dalam konteks global di mana agama menjadi bagian penting dalam perwujudan peradaban dunia yang bermartabat. Lalu bagaimana cara kita memahami ajaran agama itu yang kemudian akan terwujud pada prilaku dalam kehidupan? Di sinilah diperlukan moderasi beragama sebagai upaya untuk senantiasa menjaga agar seberagam apapun tafsir dan pemahaman terhadap agama tetap terjaga sesuai koridor sehingga tidak memunculkan cara beragama yang ekstrem.

Kalau memang penting, apa sanksi bagi individu atau kelompok yang tidak menjalankan moderasi ini?

Ternyata meskipun penting, tidak ada sanksi hukum bagi individu ataupun kelompok yang tidak menerapkan moderasi ini. Negara hanya mampu memberikan dorongan dan pembinaan saja.

Pemerintah saat ini tengah menyosialisasikan moderasi beragama sebagai salah satu langkah untuk menghargai perbedaan keyakinan di masyarakat. Asisten Deputi Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Thomas Ardian Siregar mengatakan, pemahaman soal moderasi beragama tersebut difokuskan kepada para penyuluh atau tokoh agama. Pasalnya, mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. "Dalam penguatan moderasi beragama, pemerintah melakukan berbagai langkah strategis di antaranya meningkatkan kualitas pemahaman moderasi beragama, khususnya penyuluh agama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat," ujar Thomas dalam kegiatan Dialog Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat/Adat bersama Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, di Sorong, Papua, dikutip dari siaran pers, Rabu (2/12/2020).

Pengalaman penulis sebagai penyuluh agama non PNS, saat berbicara dengan warga mayoritas dan menyangkut kepentingan "beda iman", moderasi bergama ini seolah tidak pernah menyentuh kalangan akar rumput. Hanya menjadi pernyataan tokoh-tokoh lintas agama saja.

Jadi bila hanya sekedar himbauan tanpa sanksi yang tegas, dipastikan moderasi beragama ini hanya utopia belaka. Semoga ini dijadikan bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan Pemerintah di masa mendatang. Bisa saja untuk seleksi CPNS atau penempatan pejabat tertentu memperhatikan juga persyaratan untuk moderasi beragama ini. Karena sebagai pelayan masyarakat harus bisa menempatkan diri di atas semua golongan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun