Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Purnama di Rumah Kayu

1 Juni 2020   21:51 Diperbarui: 6 Juni 2020   22:46 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 2

Rasa itu Pernah Ada

Pagiku yang sibuk dan semua serba terburu-buru berlalu dengan tak sempatnya aku mengangkat gawai. Suara bordering sedari subuh sudah cukup membuatku tambah panik. Sambil aku panaskan mesin mobil aku buka satu persatu pesan yang masuk. Tak ada yang istimewa tapi tunggu dulu ada satu pesan masuk dan itu sudah membuat pagiku bertambah panik. Sebuah pesan berbentuk puisi dari abang.

Purnama di rumah kayu

dari pantai utaraJakartaaku memandang purnamaindah terasatapi siapayang menantidatangnya purnamaOrang kotasudah bermandi cahayapurnama yang kilaucahayanya mempesonatak ada yang melihatnya Satu duaMasih ada yang menikmatinyamengenang mudamengenang cintamengenang kampungsaat kanak-kanakmanjaMain gala asinpetak umpetberlarian ceriamain ular tangga Kini kutengok lagipurnamaada nurimemberi inspirasiadakah purnamajadi cerita Imajinasiselalu hadir kapan sajamenggugah kreasilahirkan karya seni Purnamakau tak sendiriAda aku dan nurisedang merangkai ceritayang pupusterhalang kawat berduri Rumah kayurumah inspirasi

 

Buat siapa Bang puisinya?  

Sebaris kalimat aku ketikkan lewat jempol ke gawaiku. Setelah makan malam di sebuah restoran di tepi pantai,  paginya abang mengirimiku puisi. Sebenarnya sudah biasa abang mengirimiku puisi. Abang selalu menuliskan semua yang dirasanya dalam sebuah puisi. Aku tahu isi puisi itu adalah luapan hati abang yang tak tahu harus berhenti di mana dan sampai kapan.

Pertanyaanku memang bodoh karena jawabannya ada di aku. Tak mampu hatiku menerima setiap kata pinangan dari abang. Aku masih memikirkan persoalan hidupku yang memang belum tuntas. Belum lagi bila aku ingat bunda yang terbaring tak berdaya. Hati perempuanku tak kuasa menerima pinangan abang. Aku memang tak pernah mau jadi yang kedua.

Nuri, paham apa yang abang tulis.

Jawaban yang sudah aku duga. Selalu aku yang tak kuasa menjawabnya. Biasanya senjataku adalah membahas yang rasanya tak perlu. Aku tak mau terjebak dalam suasana yang dapat membuatku pilu berkepanjangan kala mengingat kisah kasihku dengan abang.

Bagaimana pembangunan pabrik Abang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun