Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Misteri Rana

29 Mei 2020   21:53 Diperbarui: 29 Mei 2020   22:22 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lyan," panggil orang di depanku membuyarkan kenangan burukku. Rana menatapku dengan bingung. Rupanya sedari tadi aku sibuk dengan masa laluku lupa jika aku datang dengan Rana.

"Ya,"jawabku spontan dan langsung memegang tangannya erat. Kulihat Rana terkejut dan langsung membalas menggenggam tanganku. Kami mulai meninggalkan imigrasi dan mengambil koper segera meninggalkan bandara.  Udara dingin menyambutku jaket hijau lumut yang aku siapkan terasa menembus kulit. Kulihat Rana sudah mengenakan jaket pink dengan bulu-bulu halus di sekitar lehernya Rana juga menambahkan syal warna pink tua di lehernya. Telinganya sudah ditutupi topi kupluk kalau ini topi yang aku berikan waktu syuting. Kedua tangan Rana sudah terbungkus sarung tangan berwarna pink warna kesukaan Rana. Wajah Rana memerah mungkin menahan dingin. Ingin aku dekap erat agar kami bisa lebih hangat.

Salju berjatuhan satu persatu dengan lembut menyambut kedatanganku dan Rana. Salju putih yang diinginkan oleh adikku Nara kini hadir di jalan-jalan menuju ibukota Jepang, Tokyo. Tangan aku rentangkan ke udara untuk mengambil salju, Rana melihat tingkahku sambil tertawa aku pun ikut tertawa melihat tingkah konyolku itu. Tertawaku yang kering dan gersang karena harusnya aku bersama Nara menatap dan menyentuh salju. Ingatanku semakin menghujam jantung, bulir Kristal tiba-tiba sudah membasahi wajahku.

"Ahhhhh..... Naraaaaaa.... Abang Ly datang kamu dimana!" teriakanku memecahkan suasana beberapa orang yang melintas melihatku mungkin berpikir orang ini senang ada di jepang. Untungnya tak ada yang mengerti bahasa Indonesia.

"Kita ke Ibaraki, yah, ada beberapa temanku yang punya rumah tapi tidak di huni." Ucap Rana sambil menyerahkan selembar tiket kepadaku.

"Tidak dihuni maksudnya?" tanyaku polos saat menaiki bus menuju Ibaraki kota kecil dekat Tokyo.

"Seperti di daerah Pondok Indah atau Kemang gitu, mereka punya rumah di sana tapi mereka tinggal di tempat lain temanku tinggal di apartemen di daerah Mito, nah rumahnya ini sebagai peristirahatan saja," jelasnya. "Daerah itu masih ada persawahan dan juga pantai yang indah." Aku mengangguk setuju dan mengiyakan tadinya aku akan mengajak Rana ke hotel beristirahat dan menyusun rencana kami selanjutnya di Jepang. Ternyata Rana lebih dahulu memberikan ide yang cukup bagus. Lumayan bisa menghemat pengeluaran. Rana memesan bus lewat temannya yang bekerja agen travel di Jepang.

Kami  naik limousine bus. Limousine bus ini tarifnya super murah sekali jalan hanya 500 yen ini bus yang kami naiki bernama Kanto Railway Express Highway Bus. Banyak bus lain juga yang menuju Ibaraki tetapi Rana memilih bus ini yang katanya kenayamannya nomor satu. Rana mengajakku ke stasiun JR Tokyo naik MRT. Stasiun JR Tokyo adalah pusat kegiatan untuk menuju kota-kota di Jepang bahkan dari sini kita dapat naik JR atau bus ke Osaka atau naik Shinkansen sejenis kereta cepat di Jepang. JR Tokyo ada di dalam mall besar, kami tidak berniat berbelanja jadi koper kami seret menuju tempat bus yang menuju ke Ibaraki. Rana dengan cekatan menukarkan tiket bus yang dibelinya secara online. Aku menatap Rana dengan takjub, harusnya aku yang meladeninya kok ini sepertinya aku berada di tempat asing. Kata Rana perjalanan dengan bus ke Ibaraki ditempuh dengan waktu 1 jam 30 menit. Lumayan juga setidaknya melihat tampilan bus yang super mewah aku pastikan aku akan terlelap selama perjalanan.

Aku tatap Rana yang kali ini sudah seperti orang Jepang membaca buku yang dibawanya.

"Ran, rumah itu sudah lama tidak dihuni, ya? tanyaku bodoh.

"Kenapa kamu takut? " ledek Rana, gak usah takut rumah itu dihuni oleh penjaga rumah dan anaknya. Mereka yang membersihkan rumah." Rana tersenyum meledekku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun