"Siapakah yang harus kutemui di sana, ayah?"
      "Ki Sidarmaya."
      "Siapa dia?"
      "Seorang pertapa sakti. Mintalah petunjuk dia agar bencana ini segera teratasi. Ingat! Apa yang dikatakannya usahakan jangan sampai dia kecewa."
      "Saya mengerti. Lalu, kapan saya harus pergi?"
      "Malam ini juga. Jangan sampai ada orang yang mengetahui kepergianmu. Nah, pergilah anakku!"
      "Baik, ayah," jawab Sula terus berbalik pergi.
      Sula pun pergi malam itu juga. Tak seorangpun melihat kepergiannya. Karena semua yang berjaga masih terlelap tidur. Bulan purnama mulai condong ke barat. Cahayanya redup oleh segumpal awan.
      Entah kekuatan apa yang merasuk ke dalam tubuhnya, sehingga Sula tak merasakan lelah sedikitpun walaupun sudah berjalan hampir tujuh hari. Juga, tidak pernah merasa haus dan lapar. Malam ini juga tidak merasa mengantuk, siang tak merasa panas. Dan ketika di Gunung Pucangan, tepat tengah hari. Ia juga membuat Sula heran. Perjalanannya seperti ada yang menuntunnya. Sehingga tanpa mengalami kesulitan telah sampai di tempat yang dituju.
      Ternyata yang dikatakan oleh ayahnya adalah benar. Di Gunung Pucangan itu, ada soerang pertapa tua bernama Sidarmaya. Tanpa buang-buang waktu, Sula segera mengutarakan maksud kedatangannya.
      "Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Ki Sidarmaya.