Mohon tunggu...
Senada Siallagan
Senada Siallagan Mohon Tunggu... Penulis - Berpikir Out of The Box
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Telinga dan Lidah Seorang Murid

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah tentang Ular Sawa

24 Maret 2021   18:17 Diperbarui: 24 Maret 2021   18:32 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu malam yang ketiga belas. Kebetulan, malam Jumat kliwon. Sri Baginda Bagaspatra masih belum menghentikan semadinya. Ini belum pernah dilakukan oleh Baginda. Setiap ada masalah, Baginda memang selalu melakukan semadi. Tetapi, biasanya hanya sehari semalam. Mungkin, sampai malam ketiga belas masih belum menemukan jawaban.

            Para menteri, punggawa, jawara, dan kerabat kerajaan tampak mulai gelisah. Begitu pula Sula. Lebih-lebih dalam waktu dekat Sula akan dikukuhkan sebagai putra mahkota yang kelak menggantikan kedudukan Sri Baginda. Ini semakin menambah kegelisahan Sula. Baru kali ini negara mengalami musibah yang sulit dipecahkan.

            Malam semakin sepi. Menteri, punggawa, dan para jawara yang setiap menunggu Baginda sudah tertidur. Mereka tertidur karena terlalu lelah. Sudah tiga belas malam tidak pernah tidur. Hanya Sula yang masih terjaga. Tiba-tiba terdengar olehnya suara orang batuk. Suara itu berasal dari tempat ayahnya bersemadi. Ternyata benar. Sri Baginda telah menghentikannya.

            "Ayahanda?!" panggil Sula.

            "Putraku! Ke marilah! Ada sesuatu yang akan ayah katakana kepadamu," kata Sri Baginda dengan suara pelan.

            "Ya, ayah," jawab Sula sambil mendekat ke ayahnya.

            "Untuk mengatasi bencana ini hanya kamu yang bisa mengatasi."

            "Apa yang harus kulakukan, ayah?"

            "Pergilah ke Gunung Puncangan!"

            "Di mana itu, ayah?"

            "Majapahit."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun