Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ulat Bulu dan Batu Nisan

17 April 2017   17:29 Diperbarui: 18 April 2017   20:58 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://rinaldimunir.files.wordpress.com/2011/04/ulat_bulu.jpg

Kuburan atau nisan,  siapa yang tidak tau? Siapa yang belum pernah lihat? Di sejumlah tempat, misalnya Manado, orang berlomba-lomba membuat kuburan mewah dan indah. Apalagi, bila yang akan ditanam adalah orang disayangi dan dihormati. Kerap pula, karena faktor gengsi sosial, biarpun bukan orang kesayangan dan terhormat tetapi untuk ‘merawat’ kehoramatan keluarga besar, tetap saja batu kubur dibangun mewah dan dipoles cantik.

Semakin mewah dan good looking “rumah perhentian terakhir’ itu dibangun, akan memperoleh prioritas lokasi di bagian paling depan dekat pintu masuk sehingga dari kejauhan pun orang lain bisa melihat dan mengangguminya. Kalau bangunan biasa saja, akan diberi lahan di sisi paling pojok belakang agar ‘tidak merusak’ pemandangan. Tak heran sejumlah orang yang tergolong kurang beruntung, bila sudah uzur dan sakit-sakitan, takut mati hanya lantaran tidak yakin anak-anaknya bisa bangunkan nisan bagus.  

Ketika duduk di sekolah menengah saya tinggal bersama keluarga adik ibu saya, yang lokasinya dekat tempat pekuburan umum (TPU). Dengan teman-teman seusia, kami biasa bermain di ‘lanskap hunian’ para jenazah itu. Seperti TPU umumnya, selalu ada yang dibangun mewah, ada yang dibangun sederhana, tetapi juga ada yang hanya letakkan batu sekadar sebagai penanda kuburan.

Dari variasi bangunan nisan itu, ada yang bisa dijadikan ‘benteng’ persembunyian sambil mempersiapkan serangan dalam permainan perang-perangan, atau tempat pijak bermain layang-layang, tempat pacaran bagi para ABG dan pemuda/i, bahkan juga tempat melepaskan lelah dan tempat merenung.

Di malam hari, ketika hawa terasa panas, biasanya kami lebih nyaman duduk-duduk, bahkan tidur-tiduran di atas kuburan. Terasa lebih sejuk karena ubinnya bagus, di tempat terbuka dengan angin yang sekali-kali berhembus, sambil menatap langit terbuka berhiaskan semarak terang dan gerak benda-benda langit di atasnya. Sejumlah kuburan menjadi tempat favorit untuk ‘ritual’ pelarian dari hawa panas ini.

Tetapi, kita tahu bahwa meski berbeda bangunannya, isinya sama. Tidak perduli nisan yang dibangun dengan bahan-bahan mewah, material termahal di datangkan dari luar negeri, bentuk bangunan terunik, atau yang dibangun biasa-biasa apa adanya, bahkan asal-asalan. Isinya adalah ‘bangkai’ semata, yang sudah tentu berbau khas, busuk menyengat!

Kita pun kenal ulat bulu. Kalau ada yang tak kenal, lihat tuh gambarnya. Tampilannya menjijikkan. Juga menakutkan. Bila tersentuh kadang menimbulkan gatal-gatal di kulit pula. Namun, ia akan menjadi kepompong, lalu ‘lahirlah’ kupu-kupu warna-warni dengan segala keindahannya.

Ungkapan don’t judge a book by it’s cover itu benar adanya. Jangan memilih karena daya pesona tampilan luar. Batu nisan, meski terlihat indah, mewah, kokoh, namun daleman-nya tulang dan bangkai semata. Ia juga simbol keberakhiran, maut, kegelapan, sia-sia, ketakbermaknaan, kehampaan, dan buntunya semua gerak peluang. Ia adalah keberakhiran sempurna.

Pilihlah ulat bulu. Ia memang jelek terlihat, guratan kulitnya yang bergerigi seakan kasar, namun ‘daleman-nya’ indah. Menjadi simbol keragaman dengan warna-warni menggoda dan menggemaskan, ia terbang menari memikat pandang, memancarkan kemolekan, menjadi sumber inspirasi yang melahirkan banyak puisi, lukisan dan narasi. Ia juga simbol kehidupan, keriangan, pengharapan, dan pertumbuhan (metamorfosis), bahkan pencerahan.

Makanya kawan, jangan melihat sesuatu dari penampilan luar sebab engkau bisa tersesat dalam penilian dan pilihan. Lihatlah melampaui eksterioritasnya, tak peduli indah atau jelek, hingga engkau temukan sendiri intisarinya. Bukankah isi lebih penting dan bermanfaat daripada kulit?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun