Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Akankah FPI Sukses Jadikan Jakarta Surganya?

15 April 2017   12:51 Diperbarui: 16 April 2017   06:00 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=8LKYWSquczI

Sejauh ini FPI (Front Pembela Islam) yang memiliki kesamaan dengan FIS Aljazair, telah ditolak di banyak kota di Indonesia. Antara lain, Palangkaraya, Balikpapan, Medan, Manado, Sintang (Kalimantan Barat), Banyumas, Purwokarta, Demak, Tulungagung, Padang, Samarinda, dan paling terakhir di Semarang. Jumat,  (14/4/2017) ketika hendak mengukuhkan cabangnya di Semarang, sejumlah ormas dengan dukungan masyarakat mengepung tempat kegiatan dan menuntut pembubaran. Alasan penolakan, seperti disampaikan Ferry Marhaen dari Laskar Merah Putih sebagai berikut: “FPI harus ditolak hadir di Semarang karena berdasarkan rekam jejaknya, FPI dinilai selalu menebar kebencian dan sering bertindak intoleran. Padahal, Semarang bisa maju karena disangga beragam komponen suku, agama, etnis maupun budaya (Sumber).

Kesamaan FPI dan FIS Aljazair adalah sama-sama sebagai partai ‘pembela’ Islam. FIS (Front Islamic du Salut/Islamic Salvation Front atau Front Keselamatan Islam) yang baru berdiri 1989 secara tak terduga memenangkan Pemilu 1991. Sebelum menjadi partai politik, cikal bakalnya dari gerakan-gerakan bawah tanah yang mengemban misi antara lain, pertama; meluruskan aqidah umat, kedua; gerakan dakwah untuk menciptakan masyarakat berakhlak Islami, dan ketiga; berupaya mempersatukan fikrah (persepsi pemikiran) dalam perjuangan menegakkan syari’at.

Bagaimana FIS sebagai partai politik yang baru muncul bisa langsung memenangkan Pemilu Aljazair? Strateginya, seperti dijelaskan konsultan pemenangan Anies-Sandi, Eep Syaifulloh Fatah yaitu dengan konsolidasi jaringan dakwah di masjid-masjid.  Rupanya, ide politisasi ‘rumah Tuhan’ itu telah dimulai sejak akhir 2016  (video lengkapnya dipublikasikan 26 September 2016  https://www.youtube.com/watch?v=sefUR9O0SxE). Mungkin itu pula yang ‘memenangkan’ Anies-Sandi atas AHY-Sylvi di putaran pertama Pilkada DKI, yang berdasarkan berbagai hasil survei memiliki peluang lebih baik untuk masuk ke putaran kedua.

Ciri yang paling khas melekat pada gerakan Islam garis keras macam FPI Cs di Indonesia maupun FIS di Aljazair adalah  suka bermain keras, intoleran, dan memperjuangkan sistem khilafah, penegakkan syari’at, dan sejenisnya yang bertendensi menggantikan dasar negara. Itulah yang menjadi alasan mengapa FIS hanya seumur jagung. Baru berusia kurang dari dua tahun sudah dibubarkan oleh militer Aljazair. Bahka, akhirnya dijadikan partai terlarang. Jadi, ada kesamaan penolakan terhadap FIS di Aljazair, dengan penolakan FPI (dan tentu aliran sejenis lainnya) di sejumlah kota di Indonesia. Yakni, rekam jejak sebagai intoleran, memperjuangkan perubahan konstitusi, cenderung memprovokasi, dan atribut sejenis yang mengganggu kehidupan bersama sebagai bangsa majemuk.

Lihat saja. Selain penolakan mensalatkan jenazah para pendukung paslon Badja, juga kasus pengusiran Djarot Saiful Hidayat dari Masjid Agung At Tin, Taman Mini Indonesia Indah, dalam acara haul Soeharto. Terakhir, Cawagub dari Paslon No. 2 itu masih diusir usai Sholat Jumat (14/4/2017) di Masjid Jami Al Atiq di Tebet, Jakarta Selatan. Seperti dilaporkan news.detik.com., setelah usai sholat sejumlah jemaah mengusir Djarot sambil melafalkan takbir:  "Allahu Akbar, Allahu Akbar," teriak beberapa jemaah.
 "Usir, usir, usir.... Pergi, pergi," sahut jemaah lain. (Sumber)

Tentu saja tidak bisa disebut begitu saja sebagai ulah FPI,Cs. Namun tidak juga diabaikan begitu saja seolah-olah tidak ada kaitan. Setidakya, terkait dalam hal pendukung Paslon Anies-Sandi. Kalau pengusiran terhadap cawagub dari pasangan cagub Basuki Tjahja Purnama dikatakan tidak terkait Pilkada, lalu alasan apa? Kalau disebut tidak terkait pendukung Paslon No.3 lalu terkait siapa?

Rentetan kejadian-kejadian seperti di atas; pengusiran dari Masjid, larangan mensalatkan pendukung ‘lawan politik,’ teror kafir, dan tindakan kasar intoleran sejenis lainnya kiranya sulit diabaikan sebagai gambaran riil kondisi ibukota Jakarta apabila ‘kubu garis keras’ ini memenangkan Pilkada. Sebuah otoritas yang hanya memberi ruang bertumbuh bagi ‘orang-orang segolongan,’ yang telah berjuang bersama memenangkan konstetasi politik yang berlangsung ketat. Mereka yang ‘dianggap musuh’ sudah pasti harus siap mengalami perlakuan diskriminatif seperti di atas.

Itulah sebabnya, mudah diprediksi bila FPI yang bahu membahu dengan PKS, dan HTI mendukung Paslon Anies-Sandi memenangkan Pilkada DKI maka tentu Jakarta akan menjadi ‘surga’ bagi mereka. Eskperimentasi Islam Bersyariah, meski disangkal oleh Anies-Sandi, nampaknya akan teguh dan tetap gencar diupayakan. Investasi politik yang diberikan ke Anies-Sandi dalam Pilkada akan menjadi rantai pengikat yang terus digunakan sebagai alat pengendali sekaligus penekan. Kita telah belajar, meski di Pilkada 2012 kelompok ini tidak mendukung paslon Jokowi-Ahok namun dalam perjalanan pemerintahannya tetap saja menunjuk gigi dan menuntut banyak, apalagi kalau mereka punya jasa langsung dalam pemenangan Pilkada?

Anies-Sandi beberapa kali memberi penegasan kalau menang akan menjadi pemimpin untuk semua golongan, lintas agama dan lintas etnis. Termasuk dalam debat terakhir 12/4/2017. Kita bisa saja memegang janji paslon ini. Namun, dominasi “warna FPI Cs” dalam kampanye pilkada Paslon ini bagaimana pun bisa dibaca sebagai indikator ketidakmampuan Anies-Sandi mengendalikan intensi gerakan sektarian ini. Gerakan sektarian merupakan negativitas terhadap ke-Indonesia-an.

Belum lagi, diperkuat jurus pemungkas yang sering digunakan yaitu aksi berseri menghadirkan massa dari berbagai pelosok negeri bisa jadi akan membuat Anies-Sandi tak berkutik.  Akan lebih mudah bagi Anies-Sandi untuk dijadikan alasan meluluskan visi Islam garis keras itu daripada ‘berlelah-lelah’ menghadapi mereka dengan resiko dituduh menista, menghina ulama dan sejenisnya. Mudah pula diduga dukungan legislatif akan segera diperoleh lewat kerja keras tokoh-tokoh ulet macam Fahri Hamzah, Fadli Zon, haji Lulung, Moh.Taufik dkk.

Artinya, akan tersedia banyak alasan bagi Anies-Sandi untuk menerima tuntutan FPI, Cs. Kita semua tahu bahwa logika yang selama ini dibangun adalah, ‘hak politik warga dan hak politik mayoritas,” dengan menunggangi demokrasi. Nah, kalau massa yang dimobilisasi FPI, FUI, HTI, GNPF-MUI, dll sudah memenuhi Monas dan HI secara berseri-seri,  bukankah itu sudah lebih dari cukup untuk diklaim sebagai aktualisasi hak demokratis mayoritas, lalu tuntutan mereka diluluskan? Pun, dapat dukungan oknum-oknum legislatif pula!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun