Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelonggaran di Covid-19 Perlu Belajar dari Wabah Athena 2450 Tahun Lalu

9 Mei 2020   13:34 Diperbarui: 9 Mei 2020   21:56 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.learning-history.com

Beberapa hari terakhir cukup ramai diskusi publik terkait kebijakan pemerintah untuk pelonggaran PSBB, mulai dari pelonggaran transportasi umum, seperti kereta api, penerbangan,  juga bus antar kota.  Pelonggaran yang memperobolehkan sekolah-sekolah dan mal atau toko untuk buka, bila kondisi daerah atau kota dimungkinkan. 

Pelonggaran ini tentu bentuk optimisme atas hasil penanganan Covid-19, dimana jumlah yang disembuhkan makin banyak dibandingkan yang meninggal. Data ter-update hingga Jumat 8 Mei 2020 sore, jumlah positif 13.122, sembuh 2.494 dan meninggal 943. Pun, tambahan angka yang terpapar makin berkurang (menurun), setidaknya seminggu terakhir. 

"Ditemukannya" terapi plasma darah yang diviralkan oleh Dr.Theresia Monica, yang dijelaskan telah berhasil menyembuhkan sejumlah pasien dalam percobaanya, termasuk di China, Amerika, Jerman dan Korea Selatan, telah memperbesar harapan akan kemampuan penanganan Covid-19. Meski, dalam negeri masih juga diperdebatkan, namun informasi itu terlanjur membangunkan harapan.

Di Salatiga, kota sejuk nan damai ini, tempat saya menetap, sempat tercatat hingga 11 orang yang positif  terinfeksi namun 9 sembuh hingga tinggal 2 yang masih dirawat. Sukses ini menghadirkan optimisme masyarakat terlihat dalam sikap keseharian yang makin longgar.  

Ketika ke pusat pertokoan Jensud kemarin (8/5/2020), terlihat masyarakat sudah banyak yang beraktifitas, bahkan ada yang tanpa mengenakan masker. Lalu lalang dengan kendaraan roda dua dan mobil juga terlihat makin banyak, dan ada yang tanpa masker. Sikap optimisme pemerintah pusat nampaknya memiliki pengaruh pada masyarakat, disamping berbagai hasil positif yang diketahui melalui pemberitaan media.

Hasil-hasil positif tentu patut disyukuri. Namun, perlu diingatkan agar otimisme janganlah berlebihan, lalu melonggarkan disiplin dalam mentaati protokol kesehatan.  Sikap optimisme, baik dari pemerintah maupun masyarakat menciptakan aura positif di cakrawala negeri, yang tentu membantu memperkuat daya imun masyarakat.  Namun, bila kebablasan bisa beraktibat fatal.   

Ada baiknya  penanganan Covid-19 perlu  BELAJAR  dari penanganan WABAH ATHENA 2450 tahun lalu.  Paling tidak, dengan belajar dari masa lalu kita miliki referensi bagaimana sebijaknya mengahadapi wabah di zaman kita. Dunia kita telah ditimpa berbagai jenis wabah sepanjang peradaban sehingga kita telah diwariskan banyak cara menghadapinya,  salahsatu adalah wabah Athena.

Tahun 430 SM seluruh wilayah Mediterania, terparah Athena babak belur dihantam wabah cacar. Diogenes Laertius, penulis biografi para filsuf besar Yunani mencatat setidaknya 1/3 penduduk kota meninggal, termasuk jenderal besar yang membawa Yunani ke era keemasan karena menang dalam sejumlah perang, yang juga negarawan dan orator terkenal, Pericles. Para tabib, pun pendeta dewa-dewa Olimpus kehilangan cara mengatasi wabah cacar tersebut. Korban makin berjatuhan, termasuk para tabib (dokter) dan bangsawan.

Tetapi, setidaknya ada dua hal penting bisa kita pelajari dari wabah kuno tersebut.

Pertama: para pasien yang telah berhasil sembuh tidak dapat tertular lagi. Mereka ini diminta merawat para pasien yang masih terpapar. Pembelajaran ini terkait Covid-19,  dimana terapi melalui donor plasma darah dari mereka yang sudah sembuh memiliki rujukan historis yang kuat pada wabah Athena ini. Mereka yang tekah sembuh memiliki antobodi yang teruji untuk melawan virus corona, karenanya ketika disuntukan ke tubuh pasien dengan segera mengenali virus dan mematikannya.

Kedua, dan ini paling penting!  Ketika nampak wabah Athena mulai meredah di akhir 430 SM,  disiplin masyarakat jadi longgar. Mereka seolah 'merayakan kesembuhan'  secara berlebihan. Ternyata, tanpa disangka-sangka wabah gelombang kedua muncul kembali dalam dua tahapan beruntun,  yaitu tahun 429 dan 427 SM, yang juga memakan korban tidak sedikit.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun