Mohon tunggu...
Mursid aza
Mursid aza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pribadi, di fasilitasi Negara

21 Januari 2016   11:51 Diperbarui: 21 Januari 2016   14:08 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bekasi 21 Januari 2016 jam 08.00

Kamis pagi yang mendung, sedikit gerimis…

Mau berangkat keluar rumah, terbayang didepan komplek penuh dengan keramaian yang tidak lazim, karena ada pejabat POLRI yang “MANTU”.

Bekasi 18 Januari 2016

Pulang dari kegiatan diluar rumah, memasuki gerbang komplek tercantum spanduk besar ukuran yang sangat besar dengan warna dasar mencolok – kuning, dengan tulisan TAMU UNDANGAN KEPALA ***, 100 meter didepan ada lagi dengan ukuran yang sama besar PARKIR TAMU UNDANGAN KEPALA *** dan semuanya jumlahnya lebih dari 5 spanduk besar, ada juga spanduk yang memohon pengertian warga karena terganggu aktifitasnya.
Mendekati rumah sang pejabat POLRI, telah terpasang tenda yang menutup jalan dengan outdoor AC berjajar rapi.

Bekasi, 21 Januari jam 09.05

Termenung…Sadarkah yang punya hajat tentang lingkungan disekitarnya, banyak warga tidak mampu, yang harus antri saat saya membagikan kupon zakat mal dan qurban dihalaman belakang rumahnya. Sadarkah yang punya hajat bahwa aktifitasnya dirumahnya hari ini akan mengganggu aktifitas warga, meskipun dikerahkan banyak petugas lalin disekitar area rumahnya bahkan sampai pintu masuk/keluar jalan Tol Jakarta – Cikampek.

Dalam berkendara ke Jakarta, terusik hati ini…enak ya pejabat, semua difasilitasi bahkan sampai urusan pribadi, yang tidak ada kepentingannya dengan amanah dan sumpah yang telah diucapkan saat dilantik sebagai pejabat, jadi teringat kasus yang menimpa mantan menteri karena kasus DOM (Dana Operasional Menteri) yang menjadi tersangka KPK. Teringat pula saat masa kecil tinggal dengan kakek yang wedana di suatu kabupaten di Jawa Tengah, beliau harus bangun pagi untuk mengurus keperluan dinasnya tanpa ajudan, mengendarai sendiri mobil VW Safari dinas yang tidak diperbolehkan untuk dipakai kecuali urusan kerja..bahkan untuk keperluan pribadi kakek harus naik bus. Begitu kontras perbedaannya, tapi apa yang membuat berbeda??? Apa pendidikannya? Apa lingkungan kerjanya? Apa kebanggan akan jabatannya?..Wallahu a’lam

Teringat kembali kepada tokoh POLISI yang menjadi idola masyarakat pak Hoegeng..duh seandainya semua pejabat dan aparat negera mengikuti jejaknya. Teringat akan tokoh pejuang bangsa ini yang berjuang untuk kemerdekaan…apakah mereka mencari jabatan?

Teringat juga kisah sejarah sahabat Umar bin Abdul Aziz RA. Seorang muslim yang taat akan perintah Allah dan Rasulnya.

Suatu malam, datang seorang pejabat suatu daerah menghadap Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan terjadilah dialog antara keduanya. Khalifah Umar menanyakan keadaan penduduk daerah tersebut, para pejabatnya, kaum fakir miskinnya, harga-harga, dan segala yang berhubungan dengan daerah yang didiami pejabat tersebut dan dijawab oleh utusan gubernur itu tanpa ada yang disembunyikan.

Selanjutnya, si pejabat ganti bertanya kepada Khalifah Umar, bagaimana keadaan Sang Khalifah dan keluarganya. Sebelum menjawab, Khalifah Umar menyuruh pelayannya untuk mengganti lampu yang digunakan sebagai penerang ruangan, dengan lampu lain yang lebih kecil. Si pejabat daerah kebingungan terhadap permintaan dan sikap pemimpinnya itu, sambil mengerjakan perintahnya.

Khalifah Umar pun menjelaskan bahwasanya, lampu kecil yang digunakannya itu adalah miliknya sendiri, sedangkan lampu besar yang baru saja dimatikan adalah milik kerajaan atau negara. Pertanyaan yang diajukan oleh si pejabat itu tidak ada kaitannya dengan urusan kenegaraan, maka Umar mematikan lampu negara dan menggantinya dengan lampu miliknya sendiri.

Sebelum diangkat menjadi khalifah, kekayaannya beliau mencapai 40 ribu dinar. Karena 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas, maka kekayaannya setara dengan 170 kg emas. Setelah wafat, kekayaannya justru berkurang sehingga hanya menjadi 400 dinar atau hanya setara 1,7 kg emas.

Sesampainya di kantor Jam 10.00

Mencari artikel tentang fasilitas Negara yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Nemulah artikel tentang etika profesi, jika kita telaah kembali, kira-kira apa yang menyebabkan para penyelenggara negara tanpa rasa malu menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi? Kuncinya adalah kegagalan etika profesi. Khusus pegawai negeri, sudah ada PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Salah satu artikel saya temukan, tentang larangan memakai fasilitas Negara untuk keperluan pribadi, mengutip Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin ditanya mengenai hukum memanfaatkan mobil dinas untuk kepentingan pribadi.

Jawaban beliau rahimahullah, “Memanfaatkan mobil dinas milik negara atau pun peralatan lain milik negara, semisal mesin foto kopi, printer, dan lain-lain untuk kepentingan pribadi adalah satu hal yang terlarang karena benda-benda tersebut diperuntukkan untuk kepentingan umum.

Jika ada seorang pegawai yang memanfaatkan barang-barang tersebut untuk kepentingan pribadi maka itu adalah kejahatan terhadap masyarakat. Benda atau peralatan itu, yang diperuntukkan bagi kaum muslimin dan merupakan milik seluruh kaum muslimin (baca: seluruh rakyat), terlarang untuk dimanfaatkan oleh siapa pun, untuk keperluan pribadinya.

Dalilnya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ghulul. Ghulul adalah tindakan seorang yang memanfaatkan sebagian harta rampasan perang yang masih menjadi milik umum (seluruh tentara yang ikut perang) untuk kepentingan pribadi.

Harapan Saya, seandainya ada pihak yang dekat dengan para pejabat lalu disampaikan tentang mana yang lebih pemakaian fasilitas Negara dan kewajiban akan menjalankan amanah jabatan, serta kepedulian akan orang lain / masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah shollalahu alihi wasallam, Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat zholim atau dizholimi.” Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, menolong orang yang dizholimi itu bisa kami lakukan. Lalu, bagaimana cara menolong orang yang berbuat zhalim?” Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cegahlah dia dari melakukan tindakan kezholiman. Itulah bentuk pertolongan terhadap orang yang zhalim.” (HR. Bukhari no. 6952)

Insyaa Allah, hidayah dan rahmat serta ampunan untuk para pemimpin bangsa ini, sehingga Amanah atas jabatannya dapat diemban dengan baik.

“Apakah saya memakai fasilitas kantor, untuk kepentingan pribadi, saat menulis artikel ini? Ya Rabb ampuni aku”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun