Mohon tunggu...
Fahri Semendaway
Fahri Semendaway Mohon Tunggu... wiraswasta -

wiraswasta Olahraga Minat pada Marketing Pendidikan Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menantang Ahok adalah Kesalahan?

17 Februari 2016   01:05 Diperbarui: 17 Februari 2016   08:49 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bayang bayang Jokowi masih melekat kuat pada diri Ahok, photo koleksi pribadi"][/caption]Munculnya tokoh-tokoh yang mulai mengincar satu tempat sebagai calon kepala daerah baik yang masih berkelas daerah maupun yang sudah nasional, baik yang berstatus warga DKI Jakarta maupun warga daerah lainnya, adalah hal yang logis dan merupakan fenomena biasa dalam masa menjelang PILKADA. Mereka secara alamiah menampilkan diri untuk menarik perhatian partai agar diusung sebagai calon dalam PILKADA nanti. Bahkan Jokowi pun pada PILKADA 2012 lalu merupakan tokoh daerah, yang juga menawarkan diri untuk mendapat tempat dihati partai. Disamping itu Jokowi juga mulai bergerilya menarik simpati warga DKI Jakarta demi meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya sebagai daya tawar dirinya kepada partai. Pada akhirnya Jokowi berhasil memikat hati petinggi PDIP dan dijadikan sebagai calon mereka dalam PILKADA 2012.

Jokowi dengan sosok naturalnya dengan kelemah lembutan tutur kata ala Jawanya mampu menarik simpati masyarakat Jakarta bahkan seluruh Indonesia. Hal ini bukan berarti hanya natural dan kelembutan itu yang menjadi daya tariknya. Rekam jejaknya sebagai Walikota Solo yang sukses mendapat simpati dari masyarakat dengan berbagai pendekatan yang ia lakukan dalam menata wilayahnya, sebuah tindakan besar, sensitif dan berpotensi konflik dapat diselesaikan dengan penuh keharuan dan kepatutan. Khasrisma Jokowi timbul dari dalam dirinya sendiri berkat kesuksesannya memimpin Kota Solo.

Sedangkan Ahok muncul secara tiba-tiba sebagai calon dari Partai Gerindra, bahkan setelah Jokowi menjadi calon gubernur yang telah resmi diusung oleh PDIP, nama Basuk Tjahaya Purnama belum dikenal sama sekali oleh masyarakat Jakarta. Rekam jejak keberhasilannya sebagai kepala daerahpun masyarakat DKI Jakarta tidak ada yang tahu. Keberhasilannya sebagai Bupati Belitung Timur tahun 2005 yang hanya dijalani selama 15 bulan, kegagalannya memenangkan kursi Gubernur pada PILKADA Bangka Belitung tahun 2007 pun masyarakat belum mendengar.

Bahkan Ahok sebagai Legislator DPR RI dari Partai Golkar yang telah bersiap-siap dan digadang-gadang oleh Partai Demokrat untuk maju kembali di PILKADA BABEL 2012 pun pada awalnya masyarakat masih awam, hingga informasi awal tentang Ahok yang diketahui oleh warga DKI Jakarta adalah bahwa Ahok mengundurkan diri sebagai kader Partai Golkar dan menyeberang ke Partai Gerindra setelah Ia resmi menjadi Cawagub yang diusung oleh Partai tersebut berpasangan dengan Jokowi. Sejak saat itu praktis nama Ahok mencuat karena pengaruh kharisma Jokowi.

Suatu hal yang sangat kontras dengan Jokowi, pembawaannya Ahok yang temperamental dan cenderung arogan menjadi kesan keseharian dalam kiprahnya memimpin Jakarta pasca menggantikan Jokowi yang menjadi Presiden RI tahun 2014 lalu. Secara tidak langsung kesan temperamental ini mulai muncul pula dalam keseharian para fansnya akhir-akhir ini yang terhimpun di dalam grup-grup media sosial.

Berkah bagi Ahok dibawah bayang-bayang Jokowi, ia mampu mengambil hati masyarakat DKI Jakarta dan inipun hal yang logis sebagai seorang Gubernur yang sedang menjabat mampu menunaikan tugasnya secara benar. Kiprahnya sebagai Gubernur DKI Jakarta yang baru menjabat kurang dari 2 tahun atau tepatnya 15 bulan per Februari 2016 sudah mendapat prestasi dari lanjutan program yang dicanangkan oleh Jokowi sewaktu menjabat sebagai Gubernur.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Ahok termasuk berhasil melakukan estafet kepemimpinan di Jakarta, banyak cerita sukses dirinya yang cukup dirasakan oleh warga Jakarta dan menuai dukungan yang tidak sedikit. Ini dibuktikan dengan adanya gerakan relawan dukung Ahok yang tergabung kedalam ‘Teman Ahok’. Dalam waktu singkat mereka sudah mampu mendapatkan dukungan dalam bentuk pengumpulan KTP yang sudah hampir mencapai 700 ribu KTP medio Februari 2016.

Sah-sah saja sebagai warga negara berminat untuk mencalonkan diri sebagai kandidat kepala daerah sebagai wujud dari demokrasi, siapapun dirinya dan apapun latarbelakangnya. Calon-calon lawan Ahok dalam persaingan menuju kursi DKI 1 tahun 2017, belum ada yang resmi diusung oleh partai politik, seluruh calon tersebut baru sebatas wacana dan dukungan yang mereka peroleh dari partaipun baru sebatas lisan yang belum ada kepastian bulat. Artinya status mereka masih sebagai bakal calon kepala daerah (balon kada), bisa jadi bisa juga tidak. Namun para pendukung Ahok terutama di media sosial yang kebanyakan mereka dahulu adalah pendukung Jokowi, mulai ramai mempertanyakan kapasitas dan kepantasan para balon kada ini sebagai penantang Ahok, bahkan sebagian dari mereka mulai secara reaktif menunjukkan sikap antipati terhadap siapa saja yang berniat maju menantang Ahok, walalupun mereka sangat yakin bahwa Ahok akan memenangkan persaingan terhadap siapapun yang menjadi lawannya.

Padahal dengan keyakinan tersebut seharusnya para pendukung Ahok tenang saja dan tidak terganggu dengan munculnya calon lawan Ahok dalam memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta. Sebaliknya ketika ada yang mendukung Ahok walaupun datangnya dari partai yang sebelumnya telah mereka stempel sebagai biang korupsi dan wanprestasi terhadap kinerja, mendapat pujian dari mereka tanpa mempertimbangkan apa latar belakang dukungan tersebut.

Tidak sedikit yang para pakar dan petinggi partai mengklaim bahwa pemilih DKI Jakarta adalah pemilih cerdas yang sangat berbeda dengan pemilih di daerah, hal ini juga diperkuat oleh hasil suvey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey yang cukup kredibel. Dengan tingkat kecerdasan dalam menentukan pilihan tersebut tentunya akan tercermin pada penerimaan terhadap calon-calon lain yang akan maju dalam PILKADA dengan semangat semakin banyak pilihan maka potensi mendapakan calon yang terbaik diantara yang terbaik terbuka lebar. Namun hal ini sangat berbeda dengan apa yang telah tersaji di media sosial belakangan ini.


Melihat apa yang terjadi dan berkembang di masyarakat yang tercermin pada komentar-komentar yang tersebar di media sosial saat ini, menunjukkan suatu sikap yang kurang cerdas. Terkesan bahwa SIAPAPUN YANG AKAN MAJU MENANTANG AHOK PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017 MERUPAKAN SUATU KESALAHAN YANG HARUS DILAWAN ….. mudah-mudahan kesan ini tidak benar dan salah besar./SF16022016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun