Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pekan Raya Sumatera Utara, Momentum Kebudayaan Karo

2 April 2016   01:44 Diperbarui: 2 April 2016   02:04 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilutrasi Pekan Raya Sumatera Utara 2016"][/caption]Pekan Raya Sumatera Utara kembali digelar sejak 18 Maret lalu hingga 18 April mendatang. Ajang tahunan Provinsi Sumatera Utara tahun ini menjanjikan kreativitas serta semangat baru yang diharapkan mendongkrak gairah pariwisata. Selain menampilkan keragaman seni budaya serta potensi ekonomi kreatif dari puluhan kab upaten kota, kehadiran artis-artis ibukota dipakai sebagai pemantik animo masyarakat untuk hadir. Tak kelewatan artis lokal pun disertakan memeriahkan acara.

Sebagai ajang rutin, PRSU yang gemanya terbilang sepi di kancah pemberitaan nasional, menjadi momen penting untuk melakukan sebuah refleksi kebudayaan. Terlebih konten kebudayaan sebenarnya menjadi nafas dari perhelatan ini selain kepentingan ekonomi dan hiburan masyarakat semata.

Dalam konteks refleksi kebudayaan ini, penulis sebagai Kalak Karo melihatnya dari kepentingan akan tampil gemilangnya kebudayaan karo. Setidaknya bagi masyarakat Karo khususnya generasi mudanya. Refleksi ini dimulai dari pentingnya kesadaran generasi muda Karo untuk menjadikan PRSU sebagai salah satu ajang untuk mengenal, mencicipi serta mencintai produk kebudayaan Karo yang akan ditampilkan selama perhelatan PRSU.

Sesuai dengan agenda PRSU yang melibatkan tiap pemerintah kabupaten/kota untuk menampilkan produk-produk unggulan daerahnya, Kabupaten Tanah Karo pun tak ketinggalan tampil. Tampilnya identitas masyarakat Karo yang dibawa oleh kabupaten Karo diharapkan tidak sekadar membawa pajangan simbol kebudayaan Karo. Lebih dari itu, roh dan geliat  kebudayaan Karo yang dibawa serta bersama potensi sosial ekonomi Kabupaten Karo diharapkan mampu menjadi sarana edukasi bagi generasi muda Karo. Sarana edukasi yang menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mencintai sejarah hingga produk-produk kebudayaannya. Termasuk didalamnya kesenian Karo itu sendiri.

Pada lini masa Facebook penulis, sebuah informasi akan tampilnya musisi muda berbakat Karo dalam ajang PRSU memantik sebuah harapan besar. Plato Ginting, seniman dan musisi berbakat yang penulis maksud adalah sosok yang dijadwalkan hadir dalam momen raya tersebut. Kehadiran Plato Ginting yang tergolong muda belia diantara seniman besar Karo lainnya dalam ajang tersebut melahirkan harapan akan lahirnya antusiasme generasi muda Karo untuk datang ke PRSU.

Bukan semata-mata untuk menjadi pengunjung dan penikmat panggung hiburan atau berbelanja semata di PRSU. Lebih dari itu agar generasi muda Karo melihat serta menyadari arti penting kebudayaan mereka sendiri. Sebab ditengah arus globalisasi dan era keterbukaan saat ini, masuknya arus kebudayaan asing tentu teramat sulit ditolak. Lebih dari itu bahkan kebudayaan asing tersebut dengan gaya pop-nya dengan sangat mudah diterima oleh generasi muda Karo.

Pertanyaannya, semudah apa generasi muda Karo menerima serta menghidupi arus kebudayaannya sendiri sebagaimana mereka dengan mudah menerima produk kebudayaan luar? Pertanyaan ini tentu tidak mudah dijawab dan memerlukan kajian tersendiri. Meski demikian, penulis menaruh harapan bahwa generasi muda Karo akan menempatkan pertama-tama kebudayaannya sebagai kebanggaan miliknya. Selain dari kebudayaan luar dengan nilai universalnya yang bisa diterima.

Kebanggaan terhadap kebudayaan karo dalam benak generasi muda tentu tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini menjadi tanggungjawab besar para seniman Karo untuk menggairahkan kesadaran mereka, generasi muda karo, untuk lebih peduli serta bangga dengan kebudayaan serta produk kesenian leluhur mereka. Dalam hal ini kreativitas seniman Karo yang tampil dalam ajang PRSU menjadi syarat pertama dan terutama.

Sebagai sebuah analogi, sajian kesenian yang konvensional dengan segala pakem tradisinya harus diimbangi dengan sajian kontemporer menggigit. Tanpa gigitan tampilan kesenian itu sendiri, maka generasi muda yang semangatnya lekat dengan perubahan akan sulit menangkap kemewahan serta kekayaan dari seni budaya Karo itu sendiri.

Akan menjadi ironi sekaligus cemeti bilamana budaya Korea kontemporer yang dikenal dengan tajuk K-Pop lebih akrab di benak generasi muda Karo ketimbang budaya Karo itu sendiri. Sebagai sebuah perbandingan, keseriusan seniman Korea dalam mempopulerkan kebudayaannya dengan dukungan penuh pemerintah membutuhkan evolusi puluhan tahun yang tidak mudah. Ada konsistensi dan komitmen untuk menjadikan budaya mereka sebagai virus yang menular ke berbagai belahan dunia. Sehingga dengan demikian K-Pop dengan gemilang membuat Korea dan produk kebudayaannya dikenal luas. Efek dominonya, perekonomian negara itu bertumbuh ditopang oleh antusiasme dunia pada produk ekonomi, budaya dan pariwisatanya sekaligus.

Bagaimana dengan kebudayaan kita Karo? Meski sulit dibandingkan dengan Korea sebagai sebuah entitas besar yang kini mendunia, toh kita tetap mempunyai harapan. Hal ini setidaknya tercermin dari perjuangan sunyi seniman muda Karo yang tanpa dukungan penuh pemerintah kabupaten Karo, tetap terus berkarya. Setidaknya mencoba untuk tetap mengawal agar kebudayan Karo itu sendiri tidak punah oleh lemahnya kesadaran dan rasa cinta dari generasi mudanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun