Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Periode Kedua Jokowi, Dayak tak Terepresentasi

23 Oktober 2019   11:48 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:12 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan ke Kalimantan Barat | Liputan6.com

Selamat kepada kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang kedua kalinya bersama Wakil Presiden K.H Ma'ruf Amin dan jajaran kabinet yang riuh disorot publik akhir-akhir ini. Sebuah era baru dan mengagetkan publik telah datang. Dimana polarisasi publik saat kampanye lalu akibat kerasnya pertarungan politik, kini disulap jadi kolaborasi antar kontestan Pilpres 2019 lalu.

Tidak benar-benar mengagetkan sebenarnya, bila kita sadar bahwa politikus bisa berubah kata dan pandangannya sesuai dinamika yang ada. Hal ini sudah berlangsung lama, sama lamanya dengan penantian publik terhadap pelayanan dan kesejahteraan yang makin membaik.

Hal unik dalam kepemimpinan Joko Widodo yang digambarkan sederhana dan merakyat ini adalah caranya memilih menteri ditengah tegangan politik tingkat tinggi. Pada periode awal lalu, keterwakilan perempuan menjadi sangat dominan selain representasi partai politik dan golongan yang kadang terlihat mendominasi sikap Presiden.

Seperti biasa tradisi pemimpin negara lainnya, pada kabinet periode pertama Joko Widodo juga ada wakil Papua. Wakil yang dijadikan representasi kepedulian negara pada rakyat Papua, yang sebaliknya justeru mengharapkan keadilan lebih dari sekadar keterwakilan. Selain untuk kepentingan menjaga citra di panggung internasional, juga untuk alasan lainnya yang masih berkaitan dengan upaya menjaga keutuhan NKRI.

Selain perwakilan wilayah yang dianggap rawan tanpa perwakilan, juga ada representasi lain yang biasanya muncul. Seperti wakil dari golongan pengusaha atau penguasa diluar pemerintahan dan partai politik. Bisa dilihat sebagaimana JK yang dianggap memiliki kekuatan luar biasa yang bisa menempatkan beberapa orang terbaiknya dalam kabinet pertama.

Selain itu juga biasanya Presiden melihat keterwakilan ormas besar yang dianggap berpengaruh seperti dari NU dan Muhammadiyah. PGI dan KWI apalagi yang lainnya, umumnya tidak memiliki representasi khusus kecuali bahwa kebetulan mereka seorang Kristen atau Katolik yang profesional atau dari partai.

Dalam beberapa dekade ini, hampir berbagai model representasi telah terlihat. Mulai dari representasi kedaerahan, agama, ideologi dan sebagainya. Semua tak lain demi menjaga keseimbangan kekuasaan dari Presiden yang berkuasa.

Beritagar.id
Beritagar.id
Menariknya untuk periode kedua Presiden Joko Widodo adalah, tidak terwakilinya masyarakat Dayak dalam kabinetnya. Padahal dengan konsep Indonesia Sentris yang digagasnya, terlebih dengan ide membawa Ibukota Negara hijrah ke Kalimantan Timur, mestinya keterwakilan masyarakat Dayak dalam kabinet kali ini layak diperhitungkan.

Bukan semata untuk mewakili masyarakat Dayak, tapi mewakili kepentingan pemerintah pusat yang akan membawa pindah ibukota negara ke pulaunya masyarakat Dayak. Jangan lupa, setiap itikad baik pembangunan selalu mempunyak dampak yang tak saja baik namun juga berpotensi buruk. Berbagai isu sosial termasuk migrasi yang memarginalkan penduduk asli, isu hutan dan masyarakat adat serta berbagai tantangan sosial lainnya mesti membutuhkan kepiawaian khas masyarakat setempat. Maka agak janggal bila Presiden Joko Widodo yang didukung besar-besaran oleh masyarakat Dayak, tak menimbang pentingnya representasi masyarakat Dayak di kabinetnya kali ini.

Seorang Senator dari Kalimantan Barat dalam sebuah forum pernah mengingatkan koleganya yang berhasrat menuntut pemekaran daerah dengan berbagai dalih. Ia mengingatkan soal pentingnya kajian dan menjernihkan tujuan dari pemekaran daerah agar tak hanya jadi tuntutan politis sesaat.

Ia menyebut bagaimana masyarakat Kalimantan Barat dalam sekian dekade terpinggirkan dan jauh dari keadilan. Namun ia menyebut masyarakat yang diwakili tak pernah mengeluh dan menuntut pemerintah pusat agar dimekarkan. Masyarakat yang diwakilinya, daerah yang diwakilinya dan jadi basis masyarakat Dayak disebut sudah biasa sabar dan menerima.

Kesabaran model masyarakat Dayak di Kalimantan Barat ini, rasanya sama dengan masyarakat Dayak di seantero pulau Borneo. Mereka tak punya watak menuntut dan mengemis apalagi bermanuver politik untuk mendapatkan kursi menteri.

Tapi dalam konteks yang berbeda, dimana Joko Widodo akan membawa tak hanya harapan namun juga termasuk ancaman bagi masyarakat Dayak di Kalimantan, rasanya pantas ada kearifan. Pantas rasanya puteri-putera Dayak di Kalimantan kali ini mendapatkan haknya mengawasi pembangunan yang berpotensi memarginalkan masyarakat di tanah leluhur mereka sendiri.

Indonesianinside
Indonesianinside
Periode kedua Joko Widodo kali ini, tak sekadar membutuhkan representasi masyarakat Dayak. Melainkan mestinya sudah sebuah keharusan untuk memberi harapan baru. Bahwa setelah sekian dekade sumber daya alamnya dikeruk untuk kepentingan pusat, ada masyarakat Dayak yang dihargai keahlian dan kepiawaiannya untuk terlibat mengurus negara yang sungguh luas ini.

Sesuai dengan semangat Presiden Joko Widodo yang dihargai sebagai pemimpin masyarakat Dayak, membawa Indonesia Sentris dari tengah. Maka sudah sewajarnya dari tengah Indonesia itu bukan Cuma tempat dan alamnya yang dipakai jadi sumber benefit negara. Sudah sewajarnya bukan cuma hutan adat yang dipakai untuk membangun negara lewat batubara, migas bahkan nantinya ibukota negara. Sudah semestinya anak-anak bumi dari penyumbang kekayaan negara itu, diberi harkat dan martabat untuk mencegah tanahnya hanya dipakai untuk memarginalkan kaumnya.

Semoga Presiden Joko Widodo, melihat sedikit ke arah dimana ia akan meletakkan sejarah pemindahan ibukota negara. Sebagaimana salam dan semboyan kebudayaan masyarakat adat dayak, semoga ia juga bersikap adil lagi bijaksana.  

Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun