Mohon tunggu...
Selvi Diana Meilinda
Selvi Diana Meilinda Mohon Tunggu... Administrasi - Policy Analist

Suka dengan urusan kebijakan publik, politik, sosbud, dan dapur. Berkicau di @Malikahilmi.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Rencana PLTA Dalam Kawasan Register 39

27 Agustus 2011   05:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:26 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_128057" align="aligncenter" width="600" caption="gambar: indomigas.com"][/caption]

Agak terkejut, sekaligus sureprise ketika membaca berita bahwa Pemkab telah menandatangani nota kesepahaman kerjasama dengan perusahaan asal Korea Selatan untuk membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 75 megawatt. Meliputi, 55 MW di Way Semangka dan 20 MW di Way Semuong Kabupaten Tanggamus Lampung. Yang lebih mencengangkan lagi adalah area pembangunan PLTA tersebut masuk kawasan hutan Register 39. Sementara kawasan hutan register 39 merupakan hutan lindung yang berada di perbatasan Tanggamus dan Lampung barat dengan luas lebih dari 12.790 ha. Dulu, ada juga yang menambang emas di kawasan hutan ini, tetapi berhenti karena belum mendapat izin dari Menhut dan gubernur Lampung.

Menurut sumber yang dihimpun, pihak investor dipersilahkanmemroses hak pinjam pakai kawasan hutan. Setelah terbit izin pinjam pakai kawasan hutan dari menteri kehutanan, barulah perusahaan menyiapkan lahan pengganti dengan rasio satu banding dua. Lokasi itu akan ditetapkan menjadi kawasan hutan yang merupakan kompensasi kawasan hutan yang telah terpakai.

Terus terang saya senang jika investor masuk di daerah kami, mungkin bisa meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, menyerap tenaga kerja (teknis), tapi kenapa harus mengorbankan hutan lindung? Pemkab seharusnya menyadari bahwa kebijakan semacam ini tidak hanya sebatas memikirkan AMDAL, tetapi sebelum itu Pemkab juga harus mengetahui bagaimana Kajian Lingkungan Hidup Strategisnya (KLHS). Memang KLHS ini belum seberapa familiar oleh Pemda-pemda, mereka hanya mempertimbangkan AMDAL, padahal AMDAL adalah kajian saat proyek sudah ditetapkan, sementara KLHS bisa meningkatkan manfaat pembangunan, rencana dan implementasi proyek lebih terjamin keberlanjutannya, mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program kerjasama tersebut serta dampak negatif lingkungan di tingkat proyek semakin efektif diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan pusat maupun daerah. Itulah perbedaan AMDAL dengan KLHS yang langsung saya dapatkan dari kementerian Lingkungan hidup saat mengadakan forum diskusi kebijakan di magister administrasi publik, UGM beberapa bulan lalu.

Sementara itu, pemkab juga tak perlu terlalu berbangga jika bekerjasama dengan investor Korea yang setau saya memang Pemkab kami ini jarang bekerjasama dengan pihak asing.Terlebih lagi Pemkab hanya sebatas memfasilitasi apa yang mereka butuhkan, pekerjaan teknis sekali. Sementara proses penelitian aspek tata ruang, aspek pemanfaatan air permukaan, aspek vegetasi, aspek debit air, dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar tidak terlalu menguasai. Saya prihatin dengan Pemkab sendiri, sementara saya mungkin masih dianggap terlalu muda untuk memberi tanggapan terkait kerjasama ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun