Mohon tunggu...
Selvi Diana Meilinda
Selvi Diana Meilinda Mohon Tunggu... Administrasi - Policy Analist

Suka dengan urusan kebijakan publik, politik, sosbud, dan dapur. Berkicau di @Malikahilmi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama featured

Catatan di Hari Perempuan Internasional

8 Maret 2012   12:58 Diperbarui: 8 Maret 2017   22:00 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13311976262007210371

[caption id="attachment_175436" align="aligncenter" width="425" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Terimakasih telah ramai-ramai mengucapkan selamat hari perempuan internasional. Sebagai perempuan yang berada di dunia, di bumi, bukan di planet Mars, tentu saya juga termasuk dalam bagian itu. lalu untuk apa saya ucapan ini? Oh.. setidaknya mengingatkan saya, anda, dan kita semua pada sejarah. Pada perjuangan kaum sosialis, kaum feminis dan para perempuan yang hak-haknya merasa terabaikan sejak tahun 1909 sampai saat ini.

Perjuangan-perjuangan itu misalnya dulu di Yunani kuno, Lysistrata membuat gerakan perempuan mogok berhubungan seksual dengan laki-laki mereka karena menuntut dihentikannya peperangan, saat revolusi prancis, perempuan Paris menuntut hak perempuan untuk ikut dalam pemilu, atau perjuangan perempuan Arab saat ini untuk mengemudi.

Tetapi pemuliaan untuk kaum perempuan dengan mengucapkan ucapan bahwa hari ini adalah harinya tentu saja jangan sampai membuat perempuan berada di atas awan dan terlena. Maksud saya merasa bangga, karena sejatinya sebuah peringatan adalah ingat. Ingat bahwa masih banyak perempuan yang sama sekali tidak tahu bahwa ini adalah hari untuknya, dan jikalaupun tahu, so what? Apa hari ini ada yang menjamin tidak ada satupun perempuan yang  tidak dirampas hak-haknya?

Saya sering mendapat pertanyaan dari laki-laki, “mengapa kamu membela saya padahal saya sudah menyakiti kaummu?”

Saya melihat, justru ke-aku-an yang dilontarkannya itu adalah tesis mengapa perempuan dan laki-laki di dunia ini tetap dianggap sebagai dua kubu yang saling membela satu sama lain.

Okelah kalau saya tidak rasional, saya membela perempuan. Apapun perbuatannya saya bela. Tapi perlu diingat bahwa dalam konteks benar salah, baik buruk, itu tidak melihat jenis kelamin. Perempuan juga tidak selamanya benar, baik, sementara laki-laki selalu buruk. Inilah yang membuat salah kaprah tentang gender di dunia terutama di Indonesia. Bahwa ketika bicara gender maka perempuan yang harus lebih disuperioritaskan, harus lebih diutamakan, dan teradang pula saya menemukan bahwa gender itu disamakan dengan jenis kelamin perempuan.

Sekali lagi tidak, gender hanyalah konstruksi sosial terhadap perempuan atau laki-laki. Konstruksi macam apa? Ya ketika rasionalitas masyarakat tertutup bahwa hal-hal yang baik itu milik perempuan sementara ada penerimaan jika yang sifat-sifat buruk itu adalah laki-laki.

Tidak perlu jauh-jauh kita mencari contoh nyata. Lihat saja bagaimana ketika kasus korupsi banyak membelit perempuan, dimana-mana saya membaca opini, artikel, cerpen yang seolah ingin menyajikan fenomena baru, kenyataan baru di Indonesia terkait jenis kelamin bahwa “nih lho.. perempuan ada yang salah” dan sempat jadi bulan-bulanan seperti anak kecil menemukan mainan baru.

Lain lagi dalam kasus TKW, di sebuah forum seminar saya sempat menanyakan pada satgas TKI, Ibu Siti Mutiah Setyawati mengapa TKW A tidak diperjuangkan, apakah satgas TKI tidak melihat konteks mengapa TKW tersebut berlaku demikian? Dengan tegas beliau menjawab, “mbak, jangan dikira TKW itu orang baik semua. Ada juga yang buruk dan lebih jahat dari apapun”. Begitu kira-kira beliau menjawab.

Artinya memang, baik dan buruk tidak membedakan jenis kelamin. Perempuan terlahir bukanlah untuk berseteru dengan ke-kaum-an laki-laki, bukan pula untuk ngotot ataupun dikasihani, dikasihani itu masa lampau, bagian dari perjuangan karena persoalan sekarang adalah bagaimana perempuan menempatkan diri, yang bisa tercermin dari penerimaan atau penolakan perempuan terhadap citra yang dilekatkan pihak eksternal terhadap dirinya atau posisi yang diberikan terhadap dirinya baik di ranah domestik maupun di ranah publik.

all human beings are born free and equal in dignity and rights”.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun