Mohon tunggu...
Selvia Indrayani
Selvia Indrayani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis, wirausaha, beauty consultant.

Pengajar yang rindu belajar. Hanya gemar memasak suka-suka serta membukukan karya dalam berbagai antologi. Sesekali memberi edukasi perawatan diri terutama bagi wanita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waisak Mengingatkan Bahwa Kesederhanaan Bukan Penderitaan

26 Mei 2021   21:34 Diperbarui: 26 Mei 2021   21:39 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang. Hingga pada akhirnya ia mencapai usia 80 tahun, saat beliau menyadari bahwa tiga bulan lagi beliau akan mencapai Parinibbana (wafat).

Kesederhanaan dalam Kehidupan

Sang Buddha mengajarkan kesederhanaan dalam hidup. Ia menyadari bahwa kemewahan yang ada di dunia hanya bersifat sementara. Terlihat dalam pengembaraanya untuk menemukan jawaban atas kegundahan hatinya. Kemewahan dunia ternyata tidak dapat meluputkan manusia dari sakit, usia yang makin tua, dan kematian.

Hidup sederhana di masa kini bukan berarti harus mengalami penderitaan seperti yang dilakukan Siddharta saat bertapa dan melakukan pengembaraan. Sosok Buddha Gautama telah mengajarkan tentang kesederhanaan yang dijalani meski berlimpah kemewahan. Ia rela berkorban dan mendahulukan kepentingan sesama yang lebih membutuhkan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sederhana diartikan sebagai hidup yang tidak dilebih-lebihkan. Bersyukur jika keadaan saat ini semua tercukupi. Akan tetapi, ada pula yang demi mengikuti gengsi atau trend semata, berbuat yang akhirnya merugikan diri sendiri. Bisa saja meminjam uang sana sini demi terlihat memiliki barang-barang bermerek. Ada pula yang tampak luar biasa di media sosial, tetapi ternyata jauh berbeda dengan realita. Di media sosial tampak bisa makan di restoran mewah, sayang itu dilakukan hanya demi gengsi atau mendapatkan like semata.

Di masa pandemi ini, hidup sederhana sangat diperlukan. Bukan berarti tidak boleh makan enak atau bersenang-senang. Jika kehidupan saat ini sudah merasa cukup dan bahkan ada lebih, apakah tidak lebih baik digunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan? 

Keteladanan Sang Buddha memberikan energi positif terutama saat memperingati Waisak di masa pandemi. Hidup berkelimpahan ternyata juga bukan alasan utama untuk mencapai kebahagiaan. Ada beberapa contoh orang yang tidak bahagia dengan kekayaannya dan bergelar sebagai konglomerat, antara lain Barkha Madan, Liu Jingchong, Ani Choying Drolma, dan Ting Tien.  Mereka justru meninggalkan harta mereka demi menjadi biksu.

Hidup sederhana bukanlah penderitaan jika ada rasa syukur dalam diri. Jika tanpa rasa syukur, manusia akan selalu merasa kurang dan kurang. Itulah keinginan manusia yang tidak pernah ada habisnya.

Saya pun teringat akan salah satu paman saya yang beragama Buddha. Sehari-hari di rumah hanya memakai kaus oblong saja. Makanan yang disediakan di rumah juga seadanya. Padahal harta cukup dan boleh dikatakan melimpah. Pernah saya bertanya tentang pakaian-pakaiannya. Jawabannya sederhana, "Selama masih bisa pakai pakaian dan makan, cukuplah itu. Apa yang mau dibanggakan dari kehidupan ini." 

Aktor Chow Yun Fat, bintang film yang bersinar pada tahun 1980-1990-an. Ada begitu banyak judul film yang dibintanginya. Tak hanya film-film dalam negeri, ia juga sampai membintangi beberapa film mancanegara. Dengan ketenarannya, tentu mudah bagi Chow Yun Fat untuk menjalani gaya hidup yang serba mewah. Ia bisa memiliki rumah yang lebih besar, memakai barang-barang "branded" dan menikmati hidup ala sosialita yang sarat foya-foya. Akan tetapi, ia tidak melakukan hal tersebut. Chow Yun Fat tidak pernah segan untuk menggunakan transportasi umum saat bepergian. Bahkan untuk urusan makan, ia juga tidak malu untuk sekadar makan di kaki lima. 

Hidup sederhana seperti yang diterapkan Chow Yun Fat berbeda dengan menjalani hidup susah. Gaya hidup ini boleh diartikan menjalani hidup secukupnya. Seseorang mungkin memiliki harta benda yang berlimpah, tetapi kalau ia memilih menjalani gaya hidup sederhana, semua harta tadi hanya akan dipakai sesuai dengan porsinya. Sang Buddha sering menekankan pentingnya memanfaatkan kekayaan secara tepat.

 Dalam sebuah Sutta, Buddha mengingatkan agar menjauhi prostitusi, perjudian, minuman keras, dan pergaulan buruk. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi kekayaan yang dimiliki. Biarpun harta berlimpah, perlu dilestarikan agar bermanfaat bagi sesama. Oleh sebab itu, diperlukan sikap sederhana dan menggunakan kekayaan sewajarnya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun