Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Momiji, Diary Cinta dari Negeri Sakura (2)

4 Desember 2021   20:21 Diperbarui: 4 Desember 2021   20:23 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi musim gugur di Jepang | Dokumentasi pribadi

The mother-child relationship is paradoxical and, in a sense, tragic. It requires the most intense love on the mother's side, yet this very love must help the child grow away from the mother, and to become fully independent.

Erich Fromm

Erich Fromm, seorang filsuf dan psikolog mengungkapkan bahwa hubungan ibu-anak adalah paradoks, dan dalam arti tertentu bermakna tragis. Hubungan itu membutuhkan cinta paling intens dari sisi ibu, namun cinta ini pula yang harus membantu anak untuk tumbuh mandiri jauh dari ibu, dan menjadi pribadi yang sepenuhnya independen.

Mengantar anak menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab adalah tugas semua orangtua. Tak selamanya kita -para orang tua- ada untuk anak-anak kita. Suatu saat anak-anak kita akan hidup tanpa kita, sekeras apapun usaha kita untuk terus mendampinginya, kita punya banyak keterbatasan. Keterbatasan fisik, jarak ataupun usia yang sudah tak mengijinkan.

Aku ingat saat masih kecil dulu,  bapak mensyaratkan semua anaknya saat SMA harus kost. Hal itu merupakan persiapan supaya nanti saat kuliah dan harus kost, anak-anaknya tidak kaget dan sudah ada pengalaman. 

Kami memang tinggal di desa, tak ada SMA, apalagi perguruan tinggi di sana. Jadi mau tidak mau, bila ingin melanjutkan kuliah negeri yang bagus, harus pergi ke ibukota provinsi atau kota-kota besar lain yang ada perguruan tinggi negeri sesuai dengan minat kami.

Meski demikian, bapak membebaskan semua anaknya untuk memilih SMA atau jurusan kuliah yang sesuai minat anak-anaknya.

Berkaca dari sikap bapak, akupun bersikap sama ke anak-anak, tak memaksa mereka untuk sekolah atau kuliah sesuai dengan keinginanku. Dari kecil aku sudah mengenalkan profesiku dan suami ke anak-anak, tapi ternyata anak-anak punya pilihannya sendiri. Kami berdiskusi dan akhirnya merestui pilihan mereka.

Dari pertengahan masuk SMA, si bungsu sudah ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri. Sebenarnya si sulung juga punya mimpi yang sama, namun saat itu akhirnya dia memilih kuliah di dalam negeri.

Kebetulan si bungsu sekolah di SMA Negeri dengan kurikulum internasional, jadi dia banyak mendapat informasi dari kakak-kakak kelasnya. Proses mencari kampus dilakukannya sendiri. Kadang dia bercerita sudah mendaftar ke kampus A, B atau C. Lalu perlu tes ini dan itu. Kadang si bungsu berangkat tes bersama temannya, kadang aku antar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun