Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ranking Terakhir

30 Maret 2021   08:28 Diperbarui: 30 Maret 2021   09:12 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh White77 dari Pixabay

"Apa, Ma?! Aku ranking terakhir?!" mata Rastha membulat.

Intan kaget, tak menyangka reaksi Rastha akan seperti itu. Dia sedikit menyesal telah menyampaikan kabar itu kepada anak bungsunya. Tapi cepat atau lambat Rastha pasti akan tahu dari teman-temannya. Intan tak ingin label peringkat terakhir di sekolahnya itu membuat Rastha down, apalagi saat itu adalah masa yang penting, menjelang kelulusan SMA dan mencari kampus untuk kuliah di masa depan. 

"Nak, kamu tahu kan, dari dulu Mama tidak pernah mempermasalahkan ranking. Yang penting sekarang kamu belajar buat persiapan masuk ke perguruan tinggi. Itu lebih penting," kata Intan lembut.

"Tapi aku tidak mau jadi ranking terakhir!! Aku tidak mau jadi anak yang paling bodoh!!" kata Rastha sambil mengepalkan kedua tanggannya. Mukanya memerah geram. Hatinya marah dan ada rasa tidak terima, tidak adil.

"Mama punya foto daftar ranking-nya? Aku mau lihat!"

"Siapa yang bilang anak mama bodoh?! Ranking bukan segalanya, yang penting kemampuan. Buktikan Rastha mampu!" kata Intan sambil memperlihatkan daftar peringkat nilai raport SMA anak bungsunya yang didapatkannya dari group kelas.

Sebenarnya SMA tempat Rastha bersekolah tidak menuliskan ranking di raport. Tapi mungkin karena alasan lain, sekolah tetap membuat peringkat nilai anak-anak dan semua orang tua bisa melihatnya.

Sejujurnya Intan juga kaget saat wali kelas menunjukkan peringkat Rastha saat pembagian raport semester 5, kelas XII. Tapi dia berusaha tenang, selama ini dia termasuk orang tua yang tidak mengedepankan ranking. Baginya setiap anak istimewa, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dia juga sudah sangat paham kekurangan dan kelebihan Rastha dan kakaknya. Mereka berdua hanya berminat pada pelajaran matematika, kimia dan fisika. Mereka akan pusing bila mengerjakan ujian seperti Biologi, Bahasa Indonesia dan lain-lain. Dan Intan juga tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk menjadi ranking pertama atau sepuluh besar. Yang penting jujur dan cukup lulus KKM saja, begitu pesannya selalu kepada anak-anaknya. Dia tidak ingin anak-anaknya stress atau akhirnya mengambil jalan pintas (menyontek) karena mengejar nilai tinggi. Intan selalu menekankan untuk menghargai proses, bukan hasil.

Selama ini nilai raport anak-anaknya biasa saja, hanya mendapatkan nilai bagus pada mata pelajaran tertentu.

Karena itu Rastha juga tidak berharap bisa diterima kuliah di PTN dengan jalur SNMPTN, yang salah satu syaratnya adalah nilai raport yang bagus. Dari awal dia sudah siap berjuang di jalur SBMPTN dan berusaha mengajukan pendaftaran ke berbagai universitas di luar negeri. Kebetulan Rastha bersekolah di SMA yang mempunyai Kurikulum Nasional dan Kurikulum Cambridge.

"Aku mau belajar lebih rajin lagi. Ma, aku butuh kursi yang nyaman buat belajar. Mama bisa mengantarkan beli sekarang?" mata Rastha memandang mamanya penuh harap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun