Mohon tunggu...
Humaniora

Sinar Surya, Pembuka Cakrawala...

31 Maret 2016   06:51 Diperbarui: 31 Maret 2016   07:03 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari itu, tepatnya sore hari, beberapa tahun yang lalu, saya melintas di sebuah jalan, pinggiran kota Garut. Di sela-sela konsentrasi saya menunggangi sepeda motor kesayangan, “sahabat setia” yang sudah sekian lama menjadi teman dalam setiap perjalanan saya. Tiba-tiba, mata ini tertuju pada sebuah spanduk, berupa propaganda... yang isinya kurang lebih berupa ajakan kepada para Guru khususnya, untuk memberikan dukungan kepada salah satu calon anggota DPR RI, asal Jawa Barat. Beliau bernama Prof. Dr. H. Mohamad Surya, M.Ba., demikian nama yang saya baca di spanduk tersebut. Sebagai guru baru pada saat itu, saya tidak begitu mengenal siapakah gerangan sosok tersebut. 

Sampai akhirnya, pada suatu hari saya mengikuti kegiatan PGRI tingkat Kecamatan, kemudian dengan rasa penasaran yang belum padam, saya mencari informasi, siapakah gerangan Prof. Dr. Mohamad Surya, M.Ba., yang fotonya terpampang di gedung PGRI Kabupaten Garut? Apa alasannya guru dan keluarganya diarahkan untuk memberikan dukungan kepada beliau...? Terjawablah sudah rasa penasaran saya, setelah pengurus PGRI Kecamatan, guru-guru senior, memberikan penjelasan tentang sosok beliau. 

Saat itu pula, saya memantapkan hati untuk turut serta mendukung beliau menjadi anggota DPR RI. Walhasil hampir seluruh keluarga besar saya, diarahkan untuk memberikan dukungan penuh kepada beliau... dan alhamdulillah berhasil... ternyata pada saat para guru bersatu, maka akan banyak hal yang dapat dilakukan untuk turut serta membuat negeri ini maju. Selain dari tugas dan kewajiban utama mencerdaskan anak bangsa, melalui kegiatan mengajar dan mendidik anak-anaknya di sekolah.

Semenjak mengenal beliau, meski terbatas dan “samar-samar”. Terdetik dalam hati, tersirat dalam rasa, ada semacam kebanggaan tersendiri saat saya mendengar dan merasakan kiprah beliau di legislatif... yang demikian agresif, tetapi selalu bertujan positif. Tidak provokatif, sebagaimana halnya “kebiasaan” para anggota legislatif... Meski hanya sedikit mendengar informasi, saya demikian bangga menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan beliau, kepada anak isteri dan rekan-rekan sesama guru. Saya sendiri terkadang heran, mengapa saya sedemikian “hebohnya” membanggakan sosok yang tidak pernah bertemu... tapi... ah masa bodoh... yang penting saya bangga, ada perwakilan guru yang menjadi penyambung rasa untuk menyampaikan aspirasi... dan akhirnya... keyakinan saya dan sesama rekan guru yang lainnya, terbukti. Atas prakarsa beliau, lahirlah Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005, yang tentu saja lebih mengangkat harkat dan martabat para guru dan dosen di seluruh nusantara...

Kini, jarak saya dengan beliau begitu dekat (yah... meski mungkin itu hanya perasaan saya). Semenjak saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di STKIP Garut, dengan salah satu alasan tentu saja karena Direkturnya adalah Prof. Dr. Mohamad Surya, M.Ba., seminggu sekali saya mendapatkan pencerahan dari beliau.... ternyata kebangaan “semu” selama ini, semakin “nyata”, beliau adalah salah satu guru, yang memang harus “digugu” dan “ditiru”. Beliaulah guru yang benar-benar guru. 

Beliaulah sejatinya guru. Guru yang senantiasa menjalani hidup dan kehidupannya sebagai guru. Berbeda jauh dengan saya. Terkadang, saya yang dipanggil “jang Guru” oleh tetangga saya, tanpa sadar melakukan suatu hal yang menanggalkan “keguruan” saya.... tapi tidak demikian dengan beliau, yah... beliau Guru sejati, Prof. Dr. Mohamad Surya, M.Ba. Semoga Alloh swt., senantiasa melindungi beliau... dan semoga Alloh swt., memberikan kesempatan dan bimbingan-Nya kepada saya, agar dapat berkiprah seperti beliau... aamiin...

Usia beliau kini, memang sudah tak muda lagi, namun sema-ngatnya untuk terus berdedikasi dalam dunia edukasi, seakan tak pernah berhenti. Beliau akan tetap tersenyum, selama proses pembelajaran berjalan. Padahal, dibalik itu semua, kondisinya kadang tidak fit seperti saat mudanya dulu. Subhanalloh... sungguh tauladan yang mengins-pirasi. Kisah perjalanan beliau, yang kadang beliau sampaikan meyelingi materi-materi per-kuliahan, sungguh “luar biasa”. Tak jarang saya dibuatnya malu sendiri. Bagaimana tidak, di usia beliau seperti sekarang ini, semangatnya untuk menyampaikan ilmu sungguh luar biasa. Berbeda jauh dengan saya, yang lebih sering dihinggapi perasaan “gamang”, antara ke-engganan dan  “malas”, banyak alasan dibuat-buat ketika hendak mengajar... Namun, itu dulu. Sebelum saya bertemu dan sering mendapatkan motivasi serta pencerahan dari beliau. 

Kini, sedikit demi sedikit saya mulai “melawan” dan “menyingkirkan” perasaan-perasaan yang tak seharusnya itu. Perlahan-lahan saya mencoba untuk mengikuti langkah beliau, meski tentu saja langkah saya kadang terasa berat. Berbagai variasi beliau dalam mengajar, mulai saya terapkan kepada anak didik saya di sekolah. Fleksibilitas dan elastisitas beliau dalam menyampaikan materi, mulai mengikis “kekakuan” dan statisnya sikap saya dalam mengajar... Beragam aplikasi teori belajar yang beliau “siramkan” ke sekujur tubuh ini, sungguh mengubah seorang Deden Suhendar yang “kaku” dan “bengis”, menjadi seorang guru yang fleksibel dan humanis (semoga Alloh memperkenkannya menjadi Profesor... aamiin). Ternyata, teori-teori belajar yang disampaikan beliau dalam perkuliahan, jika dipraktikkan dalam kegiatan belajar mengajar sungguh berdampak luar biasa.

Setiap tutur yang beliau sampaikan, seolah membangunkan saya dari “tidur” berke-panjangan selama ini. Sebagai seorang “guru”, sampai saat ini, saya hanya baru “merasa” bangga dengan profesi yang seharusnya “mulia” ini. Yah... bangga dengan kebanggaan “semu”. Kebanggaan tanpa karya nyata. Kebanggaan tanpa dedikasi tinggi terhadap profesi.

Subhanalloh, walhamdulillah... Alloh memberi petunjuk kepada saya, dengan petunjuk yang nyata, Dia mempertemukan saya dengan beliau, Prof. Dr. Mohamad Surya, M.Ba., sosok yang sungguh luar biasa. Seperti tutur kata dan beragam petuah beliau yang senantiasa mengubah cara pandang saya terhadap berbagai hal, fomeo yang beliau hembuskan, merasuki relung-relung qolbu, menelisik ke dasar hati, “cacakan” dan “sok sanajan” (walaupun), sungguh membuat diri ini, seolah-olah menjadi sosok baru yang penuh dengan dedikasi, inspirasi, dan ingin membuat berbagai inovasi.

Yah... secara langsung ataupun melalui perumpamaan, beliau seolah mengatakan kepada saya, “Lihat saya, ‘cacakan’ (walaupun) dengan usia yang sudah tidak muda, masih terus berkarya”. “Perhatikan saya, ‘sok sanajan’ kondisi kadang kurang baik, masih tetap mengabdi”. “Ikuti saya, ‘sok sanajan’ berasal dari kampung, namun kini menjadi panutan orang-orang ‘kota’”. Subhanalloh ... dan masih banyak lagi “pelajaran” dari sosok beliau yang terus mempengaruhi cara pandang saya dalam menjalani hidup dan kehidupan ini. Sungguh, bagi saya beliau adalah sinar surya, yang menerangi “gelap”-nya hidup ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun