Mohon tunggu...
Sekar Ayu
Sekar Ayu Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoal Kebebasan Akademik dan Berpendapat pada Aksi Reformasi Dikorupsi dalam Perspektif Ruang Publik

21 April 2021   10:40 Diperbarui: 21 April 2021   10:50 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai lembaga pendidikan, kampus harus terhindar dari segala bentuk intervensi yang berpotensi merongrong independensi akademik dan kebebasan berpendapat. Tahun 2019 lalu, dalam aksi bertajuk #ReformasiDikorupsi mahasiswa bersama elemen masyarakat lainnya menggelar aksi untuk menolak RKUHP dan beberapa RUU kontroversial lainnya yang dikebut pembahasannya oleh pemerintah dan DPR. Namun, beberapa kampus justru merespon aksi ini dengan cara mengecam mahasiswanya yang terlibat aktif dalam aksi. Kecaman itu secara luas dan terbuka dilakukan atas arahan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek) Mohammad Nasir yang meminta agar para rektor memberitahu mahasiswanya untuk tidak turun ke jalan dan akan memberikan sanksi kepada rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa untuk berdemonstrasi (cnnindonesia.com).

Tak hanya kecaman, pemberangusan juga dilakukan oleh beberapa pihak kampus kepada mahasiswanya yang terlibat aksi mulai dari surat edaran larangan ikut aksi, intimidasi berupa ancaman drop out, sanksi akademis berupa drop out, hingga hukuman fisik dari pihak kampus (cnnindonesia.com). Kewenangan kampus melakukan tindakan tersebut---apalagi jika tidak dibarengi dengan prosesur yang tepat---tentunya merupakan bentuk dari pengekangan kebebasan akademik dan berpendapat mahasiswa. Padahal, aksi menolak bungkam itu merupakan bentuk kekecewaan dan protes mahasiswa terhadap arah kebijakan pemerintah yang sama sekali tidak demokratis sekaligus menjadi titik balik pergerakan mahasiswa dalam menjaga nalar kritis dan keberpihakannya kepada masyarakat. Kampus seharusnya dapat menjadi tempat yang aman dan wadah yang tepat bagi pertukaran ide dan gagasan serta berani untuk menyampaikan kebenaran kepada penguasa.

Kebebasan akademik merupakan unsur fundamental dalam upaya mengembangkan institusi akademik khususnya perguruan tinggi. Kebebasan akademik dinilai sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang tertera dalam sistem hukum Hak Asasi Manusia pada pasal 28E ayat 3 UUD 1945 dan dituangkan dalam UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 8 ayat 1. Oleh karenanya, baik kampus, pemerintah, maupun aparat penegak hukum sebagai perangkat negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan melindungi hak berpendapat sivitas akademika sebagai bagian dari kebebasan akademik selama bertumpu pada prinsip rasionalitas.

Kebebasan berpendapat juga merupakan bagian dari kebebasan ruang sipil yang di mana dalam ruang ini memungkinkan setiap elemen masyarakat termasuk mahasiswa untuk dapat saling berjejaring, berpendapat, dan berpartisipasi aktif dalam wadah artikulasi berbagai hal untuk mengklaim hak-hak mereka dan memengaruhi struktur sosial-politik di lingkungan sekitarnya (Oxfam, 2018). Larangan aksi demonstrasi mahasiswa terkait dengan pembentukan Undang-Undang yang dinilai bermasalah serta berujung pada ancaman pidana jelas tidak berpihak pada kebebasan ruang sipil, sebaliknya, pembungkaman itu merupakan bentuk dari Shrinking Civic Space (SCS) atau penyempitan ruang sipil. SCS sendiri merupakan ancaman bagi kebebasan masyarakat dan belangsungnya prinsip-prinsip demokrasi karena membatasi ruang gerak masyarakat sipil yang merdeka.

Senada dengan civic space, pemikir terbesar di daratan Eropa, Jrgen Habermas juga memperkenalkan konsep yang dikenal dengan public space (ruang publik). Dalam bukunya yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a  Category  of  Bourgeois  Society (1989), Habermas menyatakan bahwa ruang publik adalah wilayah  sosial  yang  bebas  dari  sensor  dan dominasi yang dapat menciptakan opini non-pemerintah atau opini publik.

Ruang publik dapat dimanfaatkan sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan individu dalam kehidupan sosial yang muncul dalam konteks kekuasaan negara serta peluang untuk mengadakan pengawasan publik yang terlepas dari intervensi pemerintah maupun mekanisme pasar. Setiap individu diperlakukan setara dan memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapatnya serta tidak adanya privilege yang diberikan kepada pihak-pihak tertentu. Berdasarkan konsep ruang publik ini maka dapat digarisbawahi bahwa relasi antara mahasiswa dan kampus adalah sejajar khususnya dalam hal menyampaikan pendapat di ruang publik dalam rangka pertukaran informasi.

Fenomena menyimpangnya peran ruang publik seperti halnya pembungkaman aksi mahasiswa, dijelaskan oleh Habermas disebabkan karena adanya perubahan struktural dalam ruang publik itu sendiri. Hal ini ditandai dengan bangkitnya kapitalisme, industri kebudayaan, serta menguatnya peran organisasi ekonomi dan kelompok bisnis dalam kehidupan publik. Kondisi ini disebut sebagai ruang publik borjuis yang digunakan oleh orang-orang privat (kaum borjuis) yang berkumpul sebagai publik dan mengartikulasikan kebutuhannya kepada negara. Ruang publik borjuis ini didominasi oleh kaum kapital untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi keberlangsungan bisnis mereka dan menempatkan masyarakat dalam posisi yang sama sekali tidak menguntungkan. Atas dominasi itu, prinsip kesetaraan dan inklusivitas dalam ruang publik tidak lagi dapat berjalan seperti seharusnya.

Upaya dominasi kaum borjuis dalam aksi demonstrasi #ReformasiDikorupsi dapat dilihat dari banyaknya upaya penggembosan semangat massa aksi. Tindakan itu dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari tataran regulasi seperti larangan mengikuti aksi yang diterbitkan pihak kampus, hingga tataran teknis seperti pencidukan dan penyusupan yang menyasar massa aksi. Berdasarkan laporan Polda Metro Jaya selama periode aksi tanggal 24-30 Oktober 2019, pihaknya telah menangkap 1.489 orang dengan hasil pemeriksaan keseluruhan yang memenuhi unsur tersangka sebanyak 380 orang (tirto.id). Artinya, sebanyak 1.109 orang ditangkap tanpa bukti yang kuat. Di samping itu penggebosan massa aksi juga dapat terjadi akibat tarik ulur kepentingan dari elit mahasiswa itu sendiri. Contohnya adalah lima ketua organisasi Kelompok Cipayung saat tampil di acara MetroTv yang merekomendasikan agar massa aksi tidak lagi turun ke jalan dan berjuang melalui jalur hukum (judicial review) yang di mana peluang untuk menang melalui jalur judicial review sangat rendah.

Dengan begitu maka dapat disimpulkan bahwa kebebasan akademik dalam rangka pemenuhan hak atas kebebasan berpendapat mahasiswa telah dijamin dalam konstitusi Indonesia. Segala bentuk pembungkaman mulai dari tataran regulasi hingga teknis yang dapat merongrong kedaulatan rakyat serta mengancam jalannya demokrasi merupakan hal fundamental yang melanggar hak asasi manusia.

Ruang sipil atau ruang publik merupakan wadah yang tepat bagi seluruh lapisan dan golongan masyarakat dalam merumuskan opini non-pemerintah yang bermanfaat bagi kehidupan sosial-politik masyarakat. Ruang publik harus terhindar dari segala bentuk intervensi dan dominasi dari pihak-pihak elit untuk memudahkan pertukaran ide, gagasan, dan informasi antar individu. Pembungkaman yang dilakukan kepada aktivis mahasiswa yang melakukan demonstrasi #ReformasiDikorupsi tentunya telah menciderai hak kebebasan akademik dan berpendapat begitu pula dengan kewenangan kampus membatasi gerakan mahasiswa yang merupakan bentuk dari upaya penyempitan ruang sipil. Fenomena itu menunjukkan bahwa ruang publik (jalanan/tempat massa melakukan aksi) tidak lagi dalam posisi netral. Penggembosan massa aksi juga merupakan contoh kuat bagaimana pihak elit memiliki peranan yang cukup signifikan dalam mengatur skenario politik yang berorientasi pada kepentingan dan keuntungan mereka. Di tengah banyaknya kepentingan itu, masyarakat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi dari sistem demokrasi yang diterapkan Indonesia berhak untuk merebut kembali ruang publik yang telah dikuasasi oleh pemilik modal.

REFERENSI
Habermas, Jurgen. 1989. The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquary into a Category of Bourgeois Society. Polity Press.
Oxfam. 2018. Space to be Heard. https://oxfamilibrary.openrepository.com/bitstream/handle/10546/620523/bn-space-to-be-heard-civic-space-250718-en.pdf. Diakses pada 20 April 2021.
Lokataru Foundation. 2020. Babak Belur di Kampus Sendiri. https://lokataru.id/wp-content/uploads/2020/02/modul-sejarah-DO-2.pdf. Diakses pada 20 April 2021.
Cnnindonesia.com. 2019. Menristekdikti Minta Rektor Cegah Mahasiswa Turun ke Jalan. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190926132947-20-434266/menristekdikti-minta-rektor-cegah-mahasiswa-turun-ke-jalan. Diakses pada 20 April 2021.
Cnnindonesia.com. 2019. 37 Kampus Ancam Sanksi Mahasiswa yang Ikut Demonstrasi. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191014201129-20-439459/37-kampus-ancam-sanksi-mahasiswa-yang-ikut-demonstrasi. Diakses pada 21 April 2021.
Tirto.id. 2019. Aksi Reformasi Dikorupsi: 1489 Orang Ditangkap, 380 Jadi Tersangka. https://www.tirto.id/aksi-reformasi-dikorupsi-1489-orang-ditangkap-380-jadi-tersangka-ejaY. Diakses pada 21 April 2021.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun