Mohon tunggu...
Sejo Qulhu
Sejo Qulhu Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writter Travel Vloger

Saya santri kampung, tapi bukan santri kampungan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harap

8 Februari 2021   23:36 Diperbarui: 9 Februari 2021   00:06 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Sejo Qulhu

Salsabila memegang erat gagang payung putihnya, agar tidak terbawa oleh angin, juga agar bajunya tidak basah kuyup oleh derasnya hujan. Kakinya melangkah pelan, menuju gerbang depan Madrasah Aliyah Al-Qital sambil menaikkan roknya hingga betis. Salsabila mendengar pekikan suara yang sedikit samar dari arah belakang, ia menoleh ketika Karin menepuk bahunya.

            "Bila, tunggu," ucap Karin sembari termengah-mengah. Lalu diberikannya surat undangan yang bercorak unik; kertas yang dilipat menjadi alat untuk mengipaskan dikala matahari terik. Salsabila membacanya. Hatinya gundah setelah menamatkannya.

            "Harus datang ya, Bil. Besok hari ulang tahunku yang ke 16," Karin merayu sambil mengerdipkan mata kanannya.

Salsabila tak mengacuhkan ia hanya melancipkan ujung bibirnya saja. Ia meninggalkan Karin ketika angkutan umum berhenti di depannya.

Di dalam angkot, Salsabila meremas-remas kertas undangan itu lalu dijadikannya lipatan seperti bola pingpong. Ia melempar kertas itu sekencang-kencangnya kemudian hanyut dan terbawa derasnya genangan air di jalan raya.

Karin yang kebingungan membuka ponselnya, lalu mencoba menghubungi Salsabila. Ia masih menatap angkot yang ditunggangi Salsabila. Salsabila tak menanggapi telepon WhatsApp panggilan dari Karin juga ayahnya. Tetiba tatapan Karin terhalang oleh Mobil Toyota Alphard.

            "Dik Karin, kamu lihat Bila?" tanya Khalid, ayah Salsabila. Setelah menurunkan kaca jendela mobilnya.

            "Oh, itu... Bila udah naik angkot tadi, Pak. Gak tau tadi kaya buru-buru gitu," jawab Karin gugup.

Khalid mendapati anaknya sudah pulang naik angkot, ia juga akhirnya pulang. Di rumah, Khalid segera mengganti pakaian kantor. Ia memakai celana yang tingginya hampir menggapai betis. Cuma celana itu yang ia sukai, karena bahan twill baginya sejuk. Ia juga tak lupa mengenakan jubah dan peci putih bulat. Dan bersegera mengerjakan salat Asar.

Brag! pintu di dorong dengan kencang. Khalid terperanjat mendengar suara itu lalu ia mendekatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun