Mohon tunggu...
Sejo Qulhu
Sejo Qulhu Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writter Travel Vloger

Saya santri kampung, tapi bukan santri kampungan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mang Amin

13 Oktober 2020   22:38 Diperbarui: 13 Oktober 2020   23:40 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Sejo Qulhu Amin melangkahkan kakinya menuju Pasar Lama Kota Serang, suasana pasar di malam hari tak pernah redam. Suara pembeli dan penjual terdengar bising.

"Sayur-sayur," teriak pedagang. Selain itu aroma pasar yang khas di mana-mana selalu tak mengenakan, bau pesing, bau amis, tercium di tumpukan sampah yang mengunung. Amin mencari-cari pedagang daun cincau, kesana kemari tak kunjung temu. Amin kebingungan karena baru pertama kali menginjak di Tanah Jawara ini.

"Mang punteun, bade nanya ai padagang daun cincau palih mananya?" tanyanya kepada salah satu pedagang sayuran yang sedang melamun sembari menghisap rokok.
Pedagang sayuran itu melongo, dahinya mengkerut. Sepertinya tak paham apa yang diucapkan Amin.  Amin mengira bahwa orang Banten itu, semuanya bisa berbahasa sunda. Tapi tidak. Ada juga yang berbahasa jawa, namanya jawa serang. Di Banten, bahasa sundanya pun tak sehalus bahasa daerah Amin di Garut Jawa Barat. Setelah meminta alamat, Amin menemukan pedagang daun cincau.

"Berapa harga sekilonya Pak?" tanyanya sembari mengodok kantong di celana levisnya

"Sekilonya 25.000" jawabnya semangat membungkus daun cincau dan memasukannya kedalam pelastik kresek merah.
Setelah Amin mendapatkan bahan-bahan untuk membuat eskrim cincau; daun cincau, gula merah, gula putih, susu coklat dan susu putih, tak lupa pagi harinya amin harus membeli es balok. Setibanya di kontrakan, letaknya berada di Lopang Gede, Amin tinggal bersama temannya dari kampung yang sama-sama berusaha sebagai pedagang kaki lima. Hanya saja berbeda usahanya; Roni usahannya dagang somay.

Amin mendorong gerobaknya, menuju Royal di dekat Pasar Lama. Jaraknya tak jauh dari kontrakanya. Satu persatu rumah warga ia lewati, beberapa kali suara kring-kring' pertanda ada pedagang kaki lima berjualan, ditambah teriaknya 

"Eskrim Cincau," beberapa kali. Matahari mulai meninggi, awan cerah berwarna biru seperti lautan membuat Amin makin bersemangat agar usahanya laris manis hari ini, meskipun belum ada saja pembeli yang menghampiri. Terbesit di pikiran Amin tentang istrinya, yang sebentar lagi melahirkan.

Setibanya di depan Ruko Mas Pulau Indah, itulah tempat yang Amin gunakan untuk mangkal berjualan berendengan dengan Roni, dan pedagang kaki lima lainnya. Terlihat Tukang becak dan ojek terlelap mengantuk di perempatan jalan, karena berkalah saing dengan transportasi online. 

Di jaman sekarang orang yang tak mau beradaptasi dengan tekonologi akan tertinggal jauh. Meski tak semuanya. Hidup di kota ini, harus berkerja keras dan berusaha. Kalau tak mau jadi omongan tetangga.

Para pembeli mulai ramai menghampiri Eskrim Cincau Amin, mulai dari Ibu-ibu, dan para pengunjung pasar, yang mulai haus karena kering tenggorokannya. 

Matahari mulai meninggi bulat, panasnya hingga menyebabkan tenggorokan kering. Amin sudah berharap banyak hari ini, dagangannya akan laku keras karena musim kemarau. Para pembeli merasakan kenikmatan dan kesegaran, ketika menengguk eskrim buatan Amin. Tak butuh waktu lama Amin berdagang, hanya sampai waktu ashar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun