Mohon tunggu...
Vicky Verry Angga
Vicky Verry Angga Mohon Tunggu... -

Sejarawan Muda dari Bhumi Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awal Masuknya Islam dan Kerajaan Demak

18 Oktober 2012   06:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:43 7288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada abad XV, salah seorang yang paling terkenal dan tertua diantara para walidi Jawa ialah Raden Rahmat dari Ngampel Denta. Ia diberi nama sesuai dengan nama kampung di Surabaya. Menurut teks-teks lama, Raden Rahmat itu adalah adik: dan menurut teks-teks tua, yaitu babad, ia adalah kakak.

Berbicara mengenai letak Cempa, tentunya berhubungan dengan asal para penyebar Islam pertama di Jawa Timur termasuk Raden Rahmat. Dr. Rouffaer (“Sumatera”) berdasarkan dugaan telah mengidentifikasikan Cempa atau Campa ini dengan Jeumpa di Aceh, diperbatasan antara Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Apabila Cempa (=jeumpa) ditukar tempatnya dengan Pasai, maka rute perjalanannya lebih masuk akal.

Sehubungan dengan perdagangan pelaut Islam menggantikan kedudukan orang bukan Islam. Pedagang Islam dianggap sebagai pesaing ketika melewati jalan yang menyusuri pantai Sumatera dan Jawa menuju ke kepulauan remph-rempah Maluku. Bandar-bandar di sepanjang pantai utara Jawa pertama-tama merupakan pangkalan. Kemakmuran bandar0bandar itu bergantung pada persediaan beras yang dapat mereka tawarkan.

Perpindahan kekuasaan politik ke tangan orang Islam terjai dengan dua cara:

1.Bangsawan Jawa yang kafir dengan sukarela memeluk agama baru iru.

2.Orang asing yang beragama Islam dari macam-macam bangsa membuat rumah mereka menjadi kubu pertahanan.

Pada permulaan abad VI, sesudah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa, datanglah maulana-maulana dari tanah seberang. Mereka akan menetap di Jawa sesudah didirikannya kelompok-kelopok Islam. Para guru yang datang tersebut memperkuat kemanan kelompok-kelompok itu.

Dalm legenda-legenda mengenai masjid Demak, Sunan Kalijaga menduduki tempat yang penting. Dialah yang berjasa memebtulkan kiblat masjid. Beliau jugalah yang memperoleh baju wasiat “Antakusuma”, yang jatuh dari langit di masjid itu di tengah para wali yang sedang bermusyawarah. Baju tersebut juga disebut Kiai Gundil (Gundul) merupakan salah satu “pusaka” raja-raja Jawa. Legenda dan cerita-cerita tradisi penting, karena telah mengungkapkan betapa pentingnya Masjid Demak dan dapat dianggap dongeng yang termasuk sastra keagamaan untuk menghormati orang suci.



Zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa namun selat itu akhirnya tidak dapat dilayari. Oleh karena itu Demak tidak dapat digunakan sebagai pelabuhan, maka Jepara menjadi pelabuhan Demak. Sedangkan penghubung Demak dengan daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang. Jalan darat juga cukupo baik dilalui pedati melalui batas daerah perairan yang rendah dari sungai Serang dan Lusi mrnuju lembah bengawan.

Munclunya dan bekuasanya Islam mempengaruhi sejarah Jawa pada abad XVII dan abad-abad berikutnya sehingga zaman sebelum Mataram dianggap kurang penting. Namun dengan ditemukannya Suma Oriental, terbukalah kemungkinann menyusun sejarah Demak yang lebih dapat dipercaya. Antara buku Tome Pires ini dengan buku-buku sejarah Jawa Barat terdapat kesesuaian dalam ham pemberitaan bahwa dinasti Demak dimulai dengan tiga orang raja.

Berdasarkan beberapa berita abad XVII dan yang dari Jawa Barat dapat disimpilkan bahwa asal usul dinasti Demak itu dari Cina pada waktu ini dapat dipercaya. Sebagai raja Demak pertama ialah Raden Patah. Pengganti Raden Patah ialah Pangeran Sabrabg Lor.  Namun pemberitaan Pires dan naskah-naskah sejarah Jawa barat, tidak banyak yang dapat dinyatakan dengan pasti tentang kehidupan penguasa kedua di Demak itu. Tentu saja penting juga diketahui kapan Demak menjadi menjadi kerajaan yang merdeka. Pemimpin Demak yang ketiga adalah Sultan Trenggana. Dari keterangan-keterangan berbagai cerita rakyat Jawa da berita Pires dapat disimpulkan bahwa raja Demak yang ke tigamemerintah pada sekitar 1504 sampai 1546. Dalam waktu itu wilayah kerajaan diperuas ke barat dan timur, dan Masjid Demak telah dibangun sebhai lambang kekuasaan Islam.

Di Jawa para imam masjid hampir selalu disebut “pengulu”. Imam pertama di Masjid Demak ialah Pangeran, putra Pangeran Rahmat dari Ngampel Denta. Ia dipanggil oleh Pangeran Ratu untuk memangku jabatab itu. Imam yang kedua ialah suami cucu Nyai Gede Pancuran yang bernama Makdum Sampang. Kemudian ia digantikan anaknya yaitu Kiai GedengPambayun ing Langgar. Imam yang keempat ialah  sepupu dari pihak ibu pendahulunya, ia anak Nyai Pambarep yang bergelar Pengulu Rahmatullah dari Undung. Sedangkan imam keliam ialah Putra Pengulu Rahmatullah yang bernama Pangeran Kudus atau Pandita Rabani.

Penobatan raja demak dengan gelar sultan diperoleh oleh Sultan Ahmad Abdu’l Arifin yang dianugerahkan oleh syekh Nurullah. Syekh Nurullah yang pernah ke Tanah Suci, Mekah karena terpengaruh internasionalisasi Islam menganjurkan kepada raja Demak untuk bertingkah laku sebagai raja Islam benar-benar.

Legenda Jawa mengenai direbutnya Majapahit oeh orang Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok :

1.Cerita yang menunjukkan segala pujian kepada para alim Islam, dan terutama kepada para ulama dari Kudus.

2.Cerita yang menyanjung Raden Patah, Raja Demak, sebagai pahlawan.

Cerita kelompok pertama itulah yang paling lengkap. Cerita itu terdapat dalam naskah-naskah cerita Jawa Timur dan Jawa Tengah. Cerita kelompok kedua, dimuat dalam babad dari Jawa Tengah yang berisi sejarah keluarga Raja Mataram. Ceritanya lebih ringkas daripada yang termasuk kelompok pertama dan bercorak legenda, diwarnai oleh peran alam gaib.

Apabila cerita-cerita Jawa mengenai jatuhnya Majpahit dibandingkan, ada dua hal yakni keimanan kelompok alim ulama Islam, yakni golongan mmenengah, dipimpn oleh para pemuka yang semula merupakan imam-imam di masjid dan cita-cita politis yang mengarah ke perluasan wilayah kekuasaan dan kemerdekaan kerajaan-kerajaan Islam muda di Jawa Tengah.

Ibukota Islam Demak, menjadi titik tolak perjuangan pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI, untuk menyebarkan agama Islam ke barat. Tindakan bersenjata yang dilakukan orang Jawa Tengah, untuk memulihkan atau memantapkan kekuasaan Sultan, dapat dianggap salah satu tindakan kekuasaan maharaja Islam itu. Sedangkan meluaskan daerah ke timur Demak seperti pengusaan wilayah Tuban (1527), Wirasara (1528), Gagelang atau Madiun (1529), Medangkungan (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, dan Wirasaba (1541-1542), Gunung Penanggungan (1543), Mamenang (1544), dan Sengguruh (1545).

Sesudah kehilangan ibukotanya, Brawijaya raja terakhir di Majapahit menyingkir ke timur. Ia dan penduduk Jawa Timur yang kafir melawan ekspansionisme umat Islam Jawa Tengah. Perang terjadi pada 1468 J (1546), perebutan Blambangan berhasil, namun wafatnya Sultan tidak diberitakan.

Sistem kerajaan Demak dan Majapahit hampir sama, di masa Demak juga ada “kunjungan menghadap raja” seperti zaman majapahit. Pengadilan pradata juga ada seperti zaman pra-Islam. Dijawa hukum adat dan hukum peradilan yang bercorak Hindu masih bertahan di samping hukum Islam.

Menurut babad di Jawa Tengah, Sultan Trenggana diganti olrh Susuhunan Prawata. Sama sekali tidak ada berita dalam babad Jawa mengenai pemerintahan Susuhunan Prawata. Susuhunan Prawata di bunuh tahun 1549 oleh Arya Penangsang yang akhirnya tahun itu juga mati. Setalah itu Jaka Tingkir menjadi penguasa Demak dan diakui penguasa Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai maharaja. Berikutnya ia memindahkan pusat kerajaan Demak ke pedelaman, Pajang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun