Mohon tunggu...
Sefila Nesya Dewanti
Sefila Nesya Dewanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa - S1 Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ekowisata dari Sudut Pandang Ekonomi: Penyelesaian Masalah atau Penambah Masalah?

5 Desember 2022   04:13 Diperbarui: 5 Desember 2022   04:34 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pariwisata pada dasarnya adalah salah satu pemasok suplai devisa terbesar untuk beberapa negara, terutama untuk negara berkembang. Banyak dampak positif yang didapat setelah adanya aktivitas pariwisata. Namun, tak dipungkiri bahwasannya pariwisata juga memiliki dampak buruk yang merugikan, baik untuk pariwisata itu sendiri maupun aspek lainnya. 

David A. Fennel menuliskan dalam bukunya Ecotourism (2007), "Pariwisata pada saat yang bersamaan dijunjung tinggi dan dikecam karena dampak yang dihasilkannya".

Sebagai alternatif dari dampak pariwisata konvensional, lahirlah ekowisata. Ekowisata sendiri pada dasarnya diartikan sebagai perjalanan wisatawan (dalam kasus ini disebut ecotourist) ke kawasan alam yang masih asri dan atau yang dilindungi untuk menumbuhkan rasa pengertian, apresiasi, edukasi, dan konservasi terhadap flora, fauna, geologi, dan ekosistem yang berada di daerah tersebut (Stephen Wearing dan John Neil, 2009).

Ekowisata pada akhirnya meluas lebih cepat daripada industri pariwisata secara keseluruhan dengan peningkatan sebesar dua puluh persen (Lindberg, 1991; McIntosh, 1992; Frangialli, 1997) dengan motivasi terbesar ada pada melihat kehidupan alam liar, melihat pemandangan, dan belajar mengenai budaya masyarakat setempat (H. Goodwin, 2002). Hal ini juga berdampak di Indonesia, dalam kasus ini adalah Pulau Komodo, dengan total kedatangan wisatawan pada 2021 mencapai 64.660 kunjungan. 

Meningkat 25,27% dari tahun 2020 yang memiliki total kunjungan hanya 51.620 kunjungan. Walaupun terbilang masih rendah dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi, hal ini dapat dikatakan sebagai peningkatan dalam ekowisata Indonesia dalam peningkatan ekonomi lokal. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi kontribusi pariwisata terhadap ekonomi lokal, yaitu daya tarik wisata, jenis wisatawan, infrastruktur dan fasilitas, serta keterlibatan dan keterkaitan masyarakat lokal dengan pariwisata (Lindberg dan Enriquez, 1994).

Namun, walaupun perkembangan ekowisata cukup pesat, ada dampak negatif yang menghantuinya. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak kekurangan untuk menunjang ekowisata, terutama dari segi sumber daya manusia, bahan baku, dan inovasi produk. Dalam kasus Pulau Komodo, masyarakat lokal yang menjadikan pariwisata sebagai industri tersier mereka. Sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai petani dan nelayan. 

Sedangkan, pariwisata yang berkembang di Pulau Komodo sendiri membutuhkan industri manufaktur dan infrastruktur. Kurangnya sumber daya manusia yang memadai membuat Pulau Komodo mengalami kebocoran ekonomi sebesar 50% dari akomodasi dan amenitas yang ada disana seperti penginapan, restoran, penyewaan kapal dan kapal penyebrangan, toko oleh-oleh, serta transportasi (Harold Goodwin, 2010). 

Dengan fakta seperti itu, dapat dipastikan bahwa tingginya lonjakan permintaan impor dari luar daerah untuk memenuhi kebutuhan wisatawan (ecotourist) yang berada disana. Sehingga, suplai bahan baku, bahan jadi, dan pengelola yang bekerja bukan dari masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan bahwa 'tujuan utama dari pariwisata' adalah menghasilkan banyak uang, juga termasuk di dalamnya adalah ekowisata, yang membuat kurangnya keterkaitan pariwisata dengan ekonomi lokal yang  ada. 

Selain kurangnya sumber daya manusia dan inovasi  produk, tingkat kepemilikan non-lokal terhadap usaha pariwisata di Pulau Komodo (dan Labuan Bajo) karena rendahnya skala investasi modal dari masyarakat lokal yang rata-rata ekonominya menengah ke bawah. Sehingga, investor menguasai sektor formal karena mereka menguasai sumber daya keuangan sehingga peran masyarakat lokal terbatas. Dapat dikatakan bahwa masyarakat lokal yang  tinggal di dekat taman nasional atau kawasan lindung lainnya menanggung dampak negatif ekonomi yang  lebih besar dan memiliki partisipasi yang lebih sedikit dalam pengelolaannya.

Padahal, ekowisata yang diharapkan untuk menjadi wisata alternatif seharusnya dapat memberikan keuntungan untuk masyarakat lokal (baik secara individual maupun kelompok), mengurangi kebocoran ekonomi, meningkatkan pemasukan negara (karena biaya untuk melakukan ekowisata lebih mahal) tanpa mengakibatkan kerusakan yang berarti, serta untuk menambah wawasan dan memahami budaya yang lainnya (Dernoi, 1981). 

Namun, dengan adanya campur tangan investor dari luar (Patterson et al, 2004), tentunya membuat hal ini cukup sulit untuk diterapkan, terutama untuk negara berkembang yang dapat dikatakan bergantung pada uang sebagai penentu kekuasaan. Terjadinya kebocoran ekonomi dikarenakan kebanyakan investor tidak menetap di Indonesia untuk menjalankan usahanya. Ini menyebabkan sebagian besar hasil keuntungan tidak berputar dalam ekonomi Indonesia, namun berputar di tempat investor tinggal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun