Mohon tunggu...
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mohon Tunggu... Administrasi - Arsitek murtad yang lebih bahagia jadi istri arsitek

Writer wannabe yang tinggal di Bandung dan suka berbagi cerita di www.ceritashanty.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Hati Ibunda, Chicken Soup Penghangat Jiwa bagi Para Ibu

20 Juli 2016   14:40 Diperbarui: 20 Juli 2016   14:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumentasi pribadi shanty

Membaca 19 kumpulan cerita dari Asma Nadia dan kawan-kawan dalam buku Catatan Hati Ibunda, membuat mata saya terbuka mengenai berbagai sudut pandang peran seorang ibu. Jika selama ini kita hanya ribut soal peran ibu di rumah vs ibu bekerja, ibu ASI vs ibu Sufor, ibu melahirkan normal vs operasi, ibu bubur diaduk vs tidak diaduk. Coba deh baca buku ini dulu. Insya Allah kita akan berhenti memusingkan hal itu dan bisa lebih menempatkan peran ibu secara lebih proporsional.

Saya sendiri sejujurnya sering terbebani (tepatnya membebani diri) dengan keinginan menjadi ibu ideal buat keluarga. Ibu yang cantik kinclong, pintar masak makanan enak, rumahnya rapi, bisa mendidik anak-anaknya sehat sholeh bin santun, bisa punya penghasilan sendiri, suaminya kaya dan ganteng. Tapi sebenarnya, adakah sosok ibu ideal itu? Dan pertanyaan sebenarnya adalah, perlukah kita menjadi ibu ideal yang sepertinya bebas masalah?

Membaca kisah pertama dari Asma Nadia berjudul A Confessesion of A Terrible Mom membuat saya langsung memutuskan mengembat buku ini dari lemari buku ipar saya, Mita. “Pinjam ya, untuk waktu yang tidak bisa ditentukan.”

Asma Nadia si penulis produktif papan atas Indonesia ini, sering saya kagumi sebagai ibu 2 anak yang ideal. Ia punya Publishing House sendiri dan karya-karyanya banyak difilmkan. Dalam buku ini, ia membuat pengakuan dosa bahwa ia tumbuh dengan kondisi fisik lemah, tidak cakap mengurus rumah tangga, bahkan tidak bisa masak. Loh kok kaya mirip-mirip saya ya, cuma ada perbedaan 'sedikit' di soal karir profesional.

Juga ada cerita dari penulis Sofie Dewayani mengenai seorang ibu yang hidupnya selalu teratur dan terjadwal dengan sempurna. Ini benar-benar sosok impian yang belum pernah berhasil saya terapkan dalam hidup. Selama sebelas tahun pernikahan dengan 3 anak, dimana orangtua harus berhemat dana beasiswa, bagi Sofie kedisiplinan menjadi kunci. Dalam keteraturan itu ternyata si bungsu memberikan pelajaran berharga dengan hobi barunya mengompol dan berbohong untuk menutupi kegalauannya.

“Tiba-tiba saya menemukan sesuatu yang tak tercatat di buku agenda: RASA.” (hal 22)

Cerita Sofie membuat saya berpikir kembali bahwa hidup ini bukan lah deret angka yang sempurna dan serba teratur. Ada ruang-ruang untuk menarik napas, beristirahat. Ada saatnya kita berani mengakui dan bisa mengekpresikan rasa cemas dan kegalauan. Ini sangat manusiawi.

Ketika Buah Hati Sakit

Beberapa bunda juga bercerita bagaimana mereka menemani buah hati yang sakit parah di rumah sakit. Asma Nadia menceritakan pengalamannya saat merawat Adam yang mengalami pendarahan di otak ketika bayi dan Siska Susantrin yang menceritakan masa-masa ia harus merawat 2 buah hatinya yang mengalami masa kritis Demam Berdarah. Atau kisah Yoga yang kakinya harus diamputasi dan menjalani kemoterapi. Kita akan ikut terharu membaca doa para ibu yang begitu khusyu demi kesembuhan buah hati mereka.

Dan bagaimana jika doa itu tidak dikabulkan? Ketika Allah lebih menyayangi buah hati kita dengan mengambilnya secara begitu mengejutkan. Alifadha Pradana menceritakan kisah memilukan ketika putra sulungnya Alif Rizky Patria meninggal karena tenggelam di Bendungan Kamun. Siapa sangka kesedihan yang berusaha dibalut keikhlasan ternyata menimbulkan selentingan tuduhan bahwa ia bukan ibu yang baik karena tidak terlihat kehilangan.

“Kok bisa sih, anak baru meninggal, udah bisa ngobrol dan tertawa kaya gitu? Kalau saya mah, pasti nggak akan bisa bangun dari tempat tidur.” (hal 244).

Ah... betapa mudahnya kita berprasangka pada orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun