Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Selamat Datang Pejuang Reformasi 2019

25 September 2019   19:56 Diperbarui: 25 September 2019   20:11 1915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas TV (Tribun news.com)

Ada anggapan generasi milenial di Indonesia tidak perduli pada realita dan persoalan kehidupan berbangsa bernegara. Mereka hanya generasi anak muda ceria yang sangat akrab dengan teknologi digital dunia maya dalam budaya konsumerisme kapitalisme global. Mereka tidak memahami konsep-konsep pemikiran ideologis karena tidak meminati membaca buku-buku serius tentang sejarah pemikiran dan pergerakan kebangsaan.

Kejadian 23-24 September menjungkir balikkan semua anggapan diatas. Mahasiswa memperlihatkan siapa sesungguhnya mereka. Bila dicermati substansi, narasi, dan cara berekspresi gerakan generasi ini, mereka memahami apa yang terjadi, dan tahu apa yang mereka harapkan dan apa yang harus dilakukan. Mereka memaknai realita kehidupan dengan caranya sendiri. Mereka adalah generasi berkesadarn berpikir bebas dari belenggu dogma-dogma generasi tua yang tercermin dalam RUU yang ditolak. Mereka adalah revolusioner yang tidak dapat dikelabui dengan norma-norma palsu politikus busuk.

Gerakan mahasiswa ini berbeda dengan gerakan reformasi 1998. Gerakan 1998 adalah pemberontakan rakyat yang dipelopori mahasiswa terhadap tirani kekuasaan Soeharto beserta kroninya. Sedangkan Angkatan 2019 tidak secara langsung ditujukan kepada penggulingan Presiden Jokowi, tetapi kepada dampak kekuasaan oligarki, yang disimbolkan ke DPR dan Presiden Jokowi. Muatan reformasi 2019 lebih substansif yakni pada penyakit korupsi dan kebebasan kehidupan berbangsa. Gerakan angkatan 2019 lebih esensial muatannya dibanding 1998.

Reformasi 1998 terpicu kelangkaan kebutuhan bahan pokok akibat krisis ekonomi melanda Indonesia dari dampak krisis ekonomi global. Memang kesengsaraan dan pengekangan kebebasan sudah 30 tahun diderita rakyat akan mencari jalan pelampiasannya, tapi pemicu reformasi 1998 adalah faktor krisisi ekonomi. Sedangkan gerakan 24 September adalah murni dari kesadaran berpikir mahasiswa akan makna kebebasan hidup bernegara. RUU yang ditolak itu sesungguhnya belum diterapkan, tapi mahasiswa lebih dulu menolaknya. Ini membuktikan bahwa gerakan mahasiswa 2019 lebih fundamental, lebih bermakna.

Perbedaan lainnya, reformasi 2019 murni digerakkan oleh dan dari mahasiswa tanpa kehadiran tokoh politik atau tokoh populis. Sementara reformasi 1998 turut digerakkan tokoh politik seperti Amien Rais, Gus Dur, Megawati, dan lainnya. Dari sisi ini, kembali aksi mahasiswa kali ini dapat poinlebih, murni dan lebih sejati. Semua tuduhan tunggang menunggangi mudah terbantahkan.

Namun demikian, Angkatan 2019 ini akan menghadapi tantangan sangat berat. Pertama, golongan konservatif agama maupun budaya. Khususnya golongan Islam garis keras, tampaknya akan seiring dengan gerakan ini karena posisi kepentingan sama pada anti rezim berkuasa. Tetapi sejatinya Islam garis keras berjuang meredam pengaruh gerakan ini. Tapi musuh terberat adalah kekuasaan oligarki, yang akan mengkonsolidasi seluruh elemen penentang gerakan ini untuk menenggelamkan semangat revolusioner angkatan ini.

Oligarki di Indonesia merupakan penumpukan kekuasaan pada sedikit orang yang dengan kekuasaanya itu, mengendalikan seluruh kehidupan rakyat Indonesia. Oligarki bekerja dalam jaringan relasi antara pemilik modal, partai politik dan pemerintah membentuk golongan elit-elit secara berlapis. 

Oligarki timbul dan tumbuh subur pada ekosisitem kapitalismen liberal dimana mayoritas rakyat hidup dalam kesenjangan kemiskinan dan kesadaran berpikir rendah (kebodohan). Oligarki memanfaatkan sistem demokrasi 'satu orang satu suara' merebut kekuasaan politik. Profil partai-partai politik Indonesia tanpa ideologi sangat cair berbagi kekuasaan adalah gambaran kongkrit wujud elemen politik oligarki.

Gerakan angkatan 2019 akan selalu menghadapi dilema tembok demokrasi ciptaan oligarki seperti saat ini. Setiap gerakan perubahan hanya efektif bila mampu memberikan efek gentar menjatuhkan Pemeintahan. Tetapi gerakan menjatuhkan pemerintahan demokratis akan mudah dipatahkan rezim Penguasa dengan tuduhan makar dan inkonstitusional. Inilah tantangan sesungguhnya. Hanya revolusi yang mampu mengatasi dilema ini.

Harapan Melanjutkan Reformasi Oleh Angkatan 2019

Kenyataan hari ini, lebih sudah 20 tahun reformasi 2019, kehidupan berbangsa tidak beranjak jauh dari awal reformasi dan cenderung kembali ke rezim otoritarian orde baru. Hal ini membuktikan bahwa reformasi 1998 hanya mampu menggulingkan kekuasaan Soeharto, tetapi gagal membasmi akar jaringan kekuasaan ologarki. Bahkan ironi, elit kekuasaan hari ini sebagai penentang gerakan mahasiswa adalah tokoh reformasi 1998. Mereka seluruhnya sudah terjebak dalam sandera ologarki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun