Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mimpi Buruk PNS ke Ibu Kota Baru Bakal Jadi Kenyataan

27 Agustus 2019   17:41 Diperbarui: 27 Agustus 2019   17:48 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sindonews.com

Sejumlah 939.236 orang PNS beserta jutaan anggota keluarganya saat ini risau  menghitung hari menunggu pindah ke ibu kota baru.

Presiden Jokowi telah memutuskan ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara. Karena Jakarta sudah terlampau berat bebannya dan rumit masalahnya sehingga perlu ditinggalkan sebagai ibu kota negara. Secara pribadi, saya sependapat dengan alasan Presiden, kalau bukan sekarang kapan lagi!. Tetapi saya juga memaklumi betapa beratnya pilihan itu bagi sebagian besar PNS.

Mengapa ke Kalimantan Timur? Presiden Jokowi menimbang atas lima landasan; risiko bencana alam minimal,   letaknya berada di tengah-tengah Indonesia,  lokasi berada di tengah-tengah kota yang sudah berkembang Balikpapan dan Samarinda,  infrastruktur sudah lengkap, dan lahan sudah dikuasai pemerintah 180 ribu hektar.  Pemerrintah mengatakan, total kebutuhan dana pembangunan ibu kota baru kurang lebih Rp 466 triliun. Pada 2020, pemerintah mulai mematangkan regulasi, masterplan, dan desain tata ruangnya, dan diperkirakan proses pemindahan ibu kota baru dimulai pada 2024.

Meskipun secara legalitas formal belum ada dasarnya, Presiden Jokowi sangat cerdik menyiasati prosedural politik pengesahan RUU di DPR untuk menyiapkan landasan hukumnya, dengan terlebih dahulu membentuk opini di masyarakat  sebagai dasar legitimasinya. Dengan demikian, nantinya di DPR  tidak lagi dipermainkan politisi penentangnya sebagai isu merebut simpati publik penentang perpindahan.

Opini publik terpecah dua, antara yang mendukung dan menentang. Sudah barang tentu muatan politik sangat kental dalam polarisasi pendapat ini. Akan tetapi, tanpa muatan politik sekalipun, perpindahan ibu kota negara menjadi kepentingan banyak pihak, baik pro maupun kontra.  Pengusaha misalnya, sebagian sudah membayangkan keuntungan dari uang Rp. 466 Milyar itu,  sedangkan sebagian lagi merasa dirugikan karena bisnisnya di Jakarta akan lesu bahkan mati bila ibu kota pindah.

Banyak sekali dimensi yang dapat diperdebatkan perihal perpindahan ibu kota baru, karena memang semuanya berkepentingan berbeda-beda. Saya lebih tertarik membahas bagaimana PNS, atau sekarang disebut Aparatur Sipil Negara (ASN) menyikapinya. Dari semua pihak yang berkepentingan pada perpindahan ibu kota, PNS Pemerintah Pusat beserta seluruh keluarganya  adalah yang paling risau dengan perpindahan ini.

Berdasarkan buku statistik PNS yang diterbitkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Desember 2018, total PNS pemerintah pusat berjumlah 939.236 orang. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Nasional Bappenas), menyebut, "Skenario pertama, dengan estimasi biaya Rp 446 triliun, akan terjadi pemindahan sebesar jumlah ASN sebesar 195.550 orang sehingga total jumlah penduduk ibu kota akan menjadi 1,5 juta orang termasuk keluarga, perangkat pendukung dan pelaku ekonomi," ungkapnya di kantornya, cnbcindonesia.com Selasa (30/4/2019). 

Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan kepada Kompas.com, Selasa (27/8/2019) mengatakan, "Perkiraan dari total 900.000 PNS kementerian/lembaga yang ada saat ini, 600.000 yang akan dipindahkan,"

Meskipun tidak akan semuanya diboyong sekaligus, tapi seluruh PNS pusat baik yang di Jakarta maupun di daerah,  tetap cemas dan risau karena bisa jadi dia yang terpilih dipindahkan duluan. Kalaupun tidak pindah ke ibu kota baru, roda mutasi akan bergulir ke PNS pusat yang ditempatkan di daerah-daerah seluruh Indonesia.

Saya yang pernah mengalami perpindahan ke kota lain dimana tidak saya kehendaki, dapat membayangkan betapa galaunya PNS sekarang ini. Banyak sekali faktor yang saling kait mengkait menjadi momok bagi PNS yang akan dipindahkan. 

Ketersediaan rumah tempat tinggal, persekolahan anak,  jauh dari kekerabatan keluarga, perencanaan masa depan, menjadi pikiran PNS. Belum lagi masalah biaya perpindahan, biaya pembelian perlengkapan rumah baru, peningkatan biaya rumah tangga sehari-hari dan berbagai masalah turunannya.

Meskipun Pemerintah sudah mengkaji dan menyiapkan solusi atas masalah-masalah yang bakal dihadapi PNS, seperti perumahan misalnya. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan PUPR Khalawi Abdul Hamid yang dikutip dari Tempo.co (25/08/2019), mengatakan, konsep hunian yang dibangun nantinya akan lebih banyak dalam bentuk vertikal. "Vertikal karena efisiensi pemanfaatan lahan bisa menampung banyak unit," katanya. Pejabat tinggi tentunya akan disiapkan rumah berhalaman di atas tanah.

Orang kampung seperti saya yang terbiasa tinggal di rumah berhalaman diatas tanah, tidak dapat membayangkan betapa menyiksanya hidup bersama anak-anak dalam rumah susun yang bertingkat-tingkat.  Saya yakin sebagian besar PNS masih bergaya hidup tradisional, khususnya dalam memaknai rumah kediaman, tidak akan nyaman hidup berdesakan di rumah susun, bisa setiap malam bermimpi buruk.

Belum lagi tentang biaya hidup. Pada umumnya, tinggal di kota yang lagi membangun, dimana mekanisme pasar belum terbentuk sempurna, membuat biaya hidup menjadi tinggi. Perhitungan penghasilan-pengeluaran yang selama ini telah baku dan seimbang dijalani PNS, akan kacau balau dan tidak seimbang, membengkak dipengeluaran. Standar kenyamanan hidup terpaksa dikurangi dan dibatasi, ini menjadi sumber penderitaan. PNS sudah membayangkan semuanya di ibu kota baru.

Meskipun tanpa survey, saya berkeyakinan, sebagian besar PNS di Jakarta  tidak menghendaki pindah ke ibu kota baru. Dikutip dari JawaPos.com (25/8/2019), survei IDM yang digelar pada 7 hingga 20 Agustus 2019 lalu, terungkap  94,7 persen ASN menolak ibu kota dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan. Hanya PNS baru yang akan direkrut tahun 2020 dan tahun-tahun selanjutnya yang akan suka rela bertugas di ibu kota baru.

Lalu bagaimana PNS akan menentukan sikapnya?

Meskipun PNS sejak semula diangkat telah menyatakan bersedia ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia, perpindahan selalu menjadi dilema bagi PNS. Menuruti perintah pindah atau dipecat. Sebagian kecil mungkin akan mudah memutuskan untuk pensiun dini, khususnya bagi yang sudah menjelang masa pensiun. PNS baru, khususnya yang belum berkeluarga dan belum memiliki rumah di Jabodetabek, kemungkinan tidak terlampau berkeberatan hati untuk pindah karena belum punya beban.

Tetapi sebagian besar PNS adalah berumur produktif, masa tugasnya masih lama. Mereka inilah yang setiap malam dihantui mimpi buruk, menghadapi buah simalakama bila diharuskan pindah.  

Bagi mereka, diberhentikan akan menjadi musibah, tetapi mengundurkan diri ataupun pensiun dini bukan solusi karena tidak ada pekerjaan lain dengan penghasilan setara. Menuruti perintah pindah berarti siap-siap menghadapi berbagai persoalan hidup.

Pemerintah tampaknya sudah mengidentifikasi kerisaun PNS tersebut, namun belum menetapkan keputusan untuk mengatasinya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk dikaji adalah, pemindahan PNS secara bertahap, besaran kompensasi pensiun dini, dan  batas umur pensiun. Pemerintah sebaiknya segera menyiapkan kebijakan  ini, agar PNS sejak awal sudah menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun