Gejolak Papua  akan selalu menjadi masalah bagi setiap Presiden RI,  karena akar persoalan sesungguhnya bukan di Papua, ada di Jakarta, yaitu kekuasaan politik oportunis mencederai  tujuan berbangsa.Â
Pada momen peringatan  proklamasi Republik Indonesia yang ke-74 ini, terjadi peristiwa luka bagi NKRI, ketika mahasiswa dari Papua merasa dipersekusi rasial di Surabaya, Malang, dan Semarang.  Kejadian itu memicu pecahnya demonstrasi di Manokwari, Papua Barat, dan Jayapura hari ini,  Senin, 19 Agustus 2019.
Terlepas dari bagaimana fakta kejadiannya sesungguhnya, dihubungkan dengan berbagai rangkaian peristiwa terbunuhnya beberapa anggota TNI dan Polri oleh gerakan separatis di Papua akhir- akhir ini, mengingatkan kita bahwa ada persoalan bangsa ini tentang Papua  yang belum selesai.
Sekilas balik sejarah, persoalan Papua sudah ada sejak Republik ini lahir di tahun 1945, Konferensi Meja Bundar 1949 manyatakan penyerahan kedaulatan atas seluruh wilayah jajahan Belanda kepada Indonesia kecuali Irian Barat (kini Papua).Â
Sejak itu masing-masing negara saling mengklaim Papua sebagai wilayahnya. Belanda merencanakan mengembangkan Papua seperti Inggris menggarap Australia. Â
Pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat, Belanda tidak mengakuinya. Perang tak dapat dihindari, Â tanggal 19 Desember 1961, Soekarno mencanangkan operasi Pembebasan Irian Barat dengan sandi operasi Trikora.
Amerika Serikat mekhawatirkan perang perebutan Papua melemahkan aliansinya melawan komunis, mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia, maka tercapailah New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menyepakati  Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada PBB melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) untuk kemudian akan menyerahkannya kepada Indonesia.Â
Dengan bantuan PBB, diberi kesempatan bagi penduduk Papua bagian barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui penentuan pendapat rakyat (Pepera) pada tahun 1969, disaksikan PBB. Hasilnya, Papua bergabung dengan Indonesia. Organisasi Papua Merdeka, tidak terima. Sejak itu bara konflik tak pernah padam di Papua, hingga hari ini.
Berbagai pendekatan telah dilakukan Pemerintah untuk meredam konflik di Papua. Pada era rezim Soeharto, pendekatan militer lebih diutamakan.Â
Pada pemerintahan Gus Dur, pendekatan kemanusiaan dengan memberikan kebebasan berekspresi pada masyarakat Papua dan pemberlakuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Otsus Papua) Tahun 2001.
Dari berbagai cara yang telah dilakukan Pemerintah, tampaknya tidak pernah mampu mengatasi persoalan Papua secara utuh dan permanen.Â