Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menunggu Langkah Prabowo, Simbolisasi Politik Identitas Vs Oportunis

3 Juli 2019   05:00 Diperbarui: 3 Juli 2019   05:14 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari demi hari grasak grusuk elit politik  mengatur strategi dan posisi dalam konfigurasi paling menguntungkan, sangat menarik diamati. Sebagian rakyat mungkin tidak perduli karena kewajiban konstitusionalnya untuk memilih telah selesai,  lagi pula memikirkan beban hidup sehari-hari saja sudah sangat berat.

Tetapi demokrasi tidak berhenti di kotak suara, demokrasi juga harus mengelola kekuasaan. Prabowo belum selesai urusannya, meski Jokowi Presiden terpilih telah ditetapkan. Dan hingga hari, ucapan selamat dari Prabowo kepada Jokowi, sebagai tanda  tulus mengakui kemenangan Jokowi belum terdengar. 

anyak orang dari pendukung Jokowi maupun Prabowo menunggu harap-harap cemas kemana langkah Prabowo memposisikan diri, bergabung dalam koalisi Pemerintahan atau beroposisi. Demikian pentingkah posisi Prabowo?

Politik pemilihan presiden 2019 berbeda dengan periode-periode sebelumnya karena unsur politik identitas agama telah kental, bukan hanya saat kampanye tapi masih berlangsung hingga hari ini, dan tampaknya  berlanjut hingga tahun 2024.  Prabowo telah mencitrakan dirinya untuk didukung golongan paham idealis identitas  agama. Meskipun tidak menang, tetapi hingga hari ini, golongan tersebut tetap mengharapkan Prabowo mempertahankan idealisme itu.

Hal ini strategis dalam menjaga momentum perjuangan hingga peristiwa politik tahun 2024.  Golongan ini ada sebagian kecil dalam rumah partai Prabowo, Gerindra, tapi kebanyakan dari PKS dan simpatisan luar partai.

Golongan ini diperkirakan akan semakin kuat, dan dapat menentukan konstelasi politik tahun 2024. Posisi strategis ini juga dipahami dari sisi pribadi Jokowi dan partai pendukungnya, khususnya PDIP.  Jadi dari kedua kubu, memahami posisi Prabowo memang strategis.

Di dalam partai rumahnya Prabowo, Gerindra,  sebagian besar golongan oportunis yang ingin memanfaatkan semaksimal mungkin dari posisi strategis tersebut sebagai bargaining position dalam bernegosiasi ke Koalisi Pemerintahan Jokowi dengan harapan mendapatkan maksimal kursi jabatan dalam pemerintahan atau MPR.

Kedua golongan ini menjadi dilematis bagi Prabowo menentukan sikapnya, harus hati-hati  dan penuh perhitungan. Inilah salah satu faktor penyebab hingga hari ini Prabowo belum menunjukan tanda-tanda hendak kemana.

Di sisi lain, di koalisi Pemerintahan Jokowi juga ada dua  golongan kepentingan berbeda. Golongan pertama termasuk pribadinya Jokowi dan sebagian kecil tokoh PDIP, berkehendak merangkul seluruh rombongan Prabowo. Khususnya pribadi Jokowi, yang tidak memiliki beban berkuasa tahun 2024, lebih menguntungkan bila punya banyak kawan dari pada banyak musuh yang akan selalu "menggong-gongi"  selama perjalanan pemerintahannya.

Sebagian kecil tokoh PDIP berpendapat, demi perjuangan partai kedepan, dengan merangkul Prabowo akan melemahkan politik identitas yang akan mereka hadapi tahun 2024.

Golongan kedua adalah terbesar, golongan oportunis,  seluruh partai koalisi -kecuali PDIP- pengusung Jokowi menentang datangnya gerbong Prabowo ke koalisi pemerintahan. Golongan ini merasa terancan jatah kursi yang sudah di depan mata dengan masuknya rombongan Prabowo. Golongan ini sangat cerdik menutupi  "akal bulus" nya menguatkan dasar pertimbangannya,  bahwa demokrasi sehat bila Pemerintahan diiringi kehadiran oposisi yang kuat.

Partai-partai koalisi ini, kecuali sebagian tokoh PDIP, menyukai koalisi kurus, yang akan lincah memainkan  posisi tawarnya yang lebih kuat dalam perjalanan pemerintahan, karena sewaktu-waktu ditengah jalan akan "mengancam" keluar dari koalisi dan bergabung dengan oposisi dalam menyikapi issu-issu penting, misalnya hak angket ataupun hak menyatakan pendapat di parlemen. Ini juga salah satu alasan mengapa pribadi Jokowi lebih menyukai koalisi gemuk, tidak akan ada yang berani keluar di tengah perjalanan.

Kemanapun Prabowo melangkah akan merubah konfigurasi kekuatan politik secara serentak pada dua sisi, Koalisi Pemerintahan maupun Oposisi. Langkah Prabowo menjadi aktualisasi sekaligus simbolisasi politik identitas versus politik oportunistik.

Kekuasaan 'cenderung' untuk korupsi, dan kekuasaan yang absolut korupsinya absolut pula, harus ada kekuatan melawan 'kecenderungan'  korupsi yaitu oposisi. 

Sangat terhormat bila Prabowo pada momen ini   --mungkin takkan terulang- mengambil peran sebagai oposisi. Mencoba memperbaiki kehidupan demokrasi kita untuk dikembalikan kepada hakekatnya.

Oposisi itu sama terhormatnya dengan Pemerintah. Politik oportunis akan selalu berupaya mengambil keuntungan dengan mempermainkan kesadaran politik rakyat yang masih lemah, harus dilawan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun