Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Radikalisme di TNI, Api dalam Sekam

22 Juni 2019   05:00 Diperbarui: 10 Agustus 2019   11:35 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengaku prihatin dengan dengan sekelompok tertentu yang ingin mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi khilafah negara Islam. Seperti dikutip Antara, berdasarkan data yang dimiliki Kemhan, sebanyak sekitar tiga persen anggota TNI yang sudah terpapar paham radikalisme dan tidak setuju dengan ideologi negara, Pancasila. "Kurang lebih 3 persen, ada TNI yang terpengaruh radikalisme," ujarnya. (Kompas.com - 19/06/2019)

Keprihatinan Menteri Pertahanan tersebut sangat serius bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena dua hal. Pertama, TNI adalah satu-satunya penjaga dan  pengawal Konstitusi yang diberi kekuasaan menggunakan senjata. Mahkamah Konstitusi adalah penjaga dan pengawal Konstitusi berdasarkan negara hukum. Tapi TNI adalah benteng terakhir melindungi keutuhan NKRI bila ada gerakan memaksa mengabaikan negara hukum.  Benteng terakhir tersebut jebol ketika prajurit TNI mengabaikan sumpah prajurit, Setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.  maka NKRI diambang kehancuran.

Kedua, jumlah 3 persen bukanlah jumlah sedikit. Menurut Global FirePower, saat ini jumlah tentara aktif TNI 400.000 personil, berarti ada sekitar 12.000 prajurit TNI radikal. Komunis di Indonesia sangat percaya diri memberontak merebut Pemerintahan dengan  kekuatan kader di TNI sejumlah 2.130 tentara. Berarti kekuatan radikal di tubuh TNI sekarang lebih lima kali lipat dari Komunis ketika melakukan pembrontakan tahun 1965.

Meskipun ada pihak yang mempertanyakan jumlah yang disampaikan Menhan, namun mengingat sumber rekruitmen anggota TNI dari Rakyat yang radikalisasinya sudah sangat masif, secara statistik jumlah tersebut masuk akal. Sebagi contoh, sejumlah 23,3 persen pelajar SMA sudah terpapar faham radikalisme, rekruitmen calon prajurit TNI dari bagian tersebut.

Ada pendapat bahwa setiap gerakan yang ingin merebut kekuasaan secara inkonstitusional atau  merongrong keutuhan NKRI, mustahil berhasil tanpa melibatkan sebagian kekuatan TNI. Terbukti gerakan PRRI Permesta,  DI-TII, dan G30S-PKI, seluruhnya melibatkan sebagian kekuatan TNI untuk bergabung dalam gerakan pemberontakannya. Masuk akal bila gerakan radikalisme akan memanfaatkan dukungan sebagian anggota TNI aktif ketika pada saatnya sudah merasa yakin dengan kekuatannya untuk melakukan pemberontakan. Paling tidak, banyaknya kader di TNI meningkatkan percaya diri paham radikalisme mengintensifkan gerakannya dimasyarakat.

Mengapa TNI kecolongan? Dua hal penyebab tingginya jumlah tentara radikal. Pertama, lemahnya sistem screening pada penerimaan prajurit baru. Uji mental dan ideologi adalah wajib dilalui setiap calon prajurit. Tampaknya proses uji mental ideologi saat ini tidak mampu menyaring calon prajurit bebas dari radikalisasi.  Kedua, proses radikalisasi terjadi semasa dinas prajurit aktif. Kehidupan anggota prajurit TNI berbaur bersama  rakyat sipil sehari-hari, besar kemungkinan pengaruh lingkungan dapat merubah kesadaran dan pemikiran prajurit. 

Dinas Pembinaan Mental dan Ideologi adalah unit TNI  yang berfungsi melakukan  pembinaan mental ideologi dan mental kejuangan agar  prajurit dapat melaksanakan tugas pokok TNI, tampaknya tidak efektif menangkal radikalisme.

Bila tidak ada upaya yang serius dan tepat, jumlah tentara radikal diperkirakan akan semakin meningkat. Saat ini proses radikalisasi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berlangsung sistematis dan masif. Karena prajurit TNI bersumber dari rakyat dan hidup bersama rakyat, maka pengaruh radikalisasi tidak dapat dihindari.  Ketika jumlah prajurit TNI radikal sudah mencapai tingkat tertentu maka upaya pembersihannya semakin sulit, bahkan dapat memicu gejolok di TNI  yang berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Potensi bahaya lainnya adalah ketika ada sekelompok/golongan "petualang" memanfaatkan bagian kekuatan kadernya di TNI mencoba merebut kekuasaan sehingga golongan kekuatan lain di TNI yang merasa tidak puas dengan keadaan, memanfaatkan alasan penumpasan gerakan radikalisme untuk melaksanakan  pemerintahan rezim militer. Bila hal ini terjadi, kita terjerumus dalam siklus lingkaran setan rezim militer silih berganti dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan TNI adalah antara lain; Pertama, mengadakan screening -zaman Orde Baru disebut Litsus (penelitian khusus)- untuk menjaring 3 persen prajurit TNI yang terindikasi radikal. Seluruh prajurit terindikasi radikal diajukan ke peradilan  Mahkamah Militer. Berdasarkan putusan Mahkamah Militer, sebagian prajurit akan dihukum disiplin untuk efek jera. Sebagian yang tidak mungkin lagi dipulihkan harus dikeluarkan dari dinas TNI.

Kedua, uji mental dan ideologi saat rekruitmen calon prajurit harus dievaluasi, harus dapat menjamin calon prajurit bebas dari radikalisme. Ketiga, Dinas Pembinaan Mental dan Ideologi TNI harus dievaluasi ulang, harus dapat menjamin menangkal setiap prajurit TNI aktif dari pengaruh radikalisasi sejak dini. Keempat, netralitas TNI dalam politik kekuasaan harus dijaga, baik oleh TNI sendiri maupun oleh partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun