Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hoaks dan Politik

15 Juni 2019   22:45 Diperbarui: 15 Juni 2019   23:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Politik adalah usaha memperoleh kekuasaan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan kekuasaan dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Ada teori filsafat yang menggagas bahwa pada hakekatnya semua yang ada -termasuk manusia baik secara individu, kelompok, suku, ras, golongan, agama, bangsa, negara- berkehendak untuk berkuasa. Filsuf  Aristoteles mengatakan, manusia adalah hewan yang berpolitik. Filsuf lain mengatakan, manusia adalah hewan yang berpikir.

Bagaimana cara manusia memperoleh, memperbesar dan mempertahankan kekuasaan?  Ada beberapa cara. Pertama, secara paksa menguasai hidup manusia, karena pada dasarnya manusia tak ingin mati, cara ini dikenal sebagai cara militer. Kedua, menguasai sumber-sumber kehidupan manusia, dengan menguasai kebutuhan manusia maka dikuasailah manusia itu. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bagian dari menguasai sumber kehidupan. Ketiga, mempengaruhi kesadaran dan pikiran manusia sehingga manusia tersebut dapat dikendalikan (dikuasai). Cara ketiga inilah yang ada kaitannya dengan hoax dalam politik  yang akan dibahas.

Hoax pada prinsipnya adalah, adanya kesadaran dan pikiran sesorang untuk mempengaruhi kesadaran dan pikiran orang lain. Proses mempengaruhi kesadaran dan pikiran orang lain memerlukan objek. Objek tersebut bisa ada bisa tidak. Bila objek tersebut disadari dan dipikirkan ada,  meskipun hakekatnya tidak ada, maka itu diterima sebagai kebenaran. Demikian sebaliknya, bila objek tersebut hakekatnya ada tapi disadari dan dipikirkan tidak ada, maka diterima sebagai kebohongan.  Dengan demikian, sesungguhnya   kebenaran atau kebohongan (hoax) ada dalam anggapan pikiran dan kesadaran manusia.  

Kita tidak dapat menentukan suatu pernyataan adalah  kebohongan (hoax) bila kita tidak mampu menentukan pernyataan sebaliknya atau kebenaran. Bagaimana kita menentukan suatu kebenaran? Disinilah mulai muncul kesulitan.

Sepanjang peradaban manusia, kebenaran tidak pernah dapat ditentukan apalagi dapat disepakati oleh manusia. Menurut agama, kebenaran sejati  hanya ada pada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Mengetahui, soal ini tidak akan diperdebatkan disini.  Kebenaran filsafat, adalah kebenaran dalam kesadaran dan pikiran manusia. Berbagai macam aliran pemikiran filsafat, masing-masing berbeda  juga memaknai kebenaran. Salah satu aliran filsafat yang menyepakati makna kebenaran adalah filsafat sain, termasuk bagiannya adalah  ilmu pengetahuan empiris, yang metodenya secara luas dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi di seluruh dunia. Dalam filsafat sains, pernyataan diterima sebagai kebenaran apabila tidak atau belum ada yang menyatakan sebaliknya.  Dengan demikian,  kebenaran bersifat subjektif dan relatif, tidak mutlak.

Dalam teori psikologi manusia, kesadaran individu  (seseorang) adalah citra dirinya yang dilihatnya (disadarinya) dari hasil  pantulan  citra dirinya dari cermin masyarakat lingkungannya berada. Kesadaran akan dirinya bukanlah citra sebenarnya dirinya, kesadaranya telah terdistorsi oleh cermin (nilai-nilai di masyarakat). Dia akan menyadari dirinya baik atau buruk berdasarkan citra dirinya  yang dilihatnya dari pantulan cermin masyarakat.  Dengan demikian bila nilai-nilai masyarakat dapat dimanipulasi maka kesadaran seluruh individu-individu di dalamnya juga dengan sendirinya termanipulasi.  Sebagai contoh misalnya, pada satu informasi yang sama, masyarakat di Indonesia dapat menerimanya sebagai kebenaran tapi di Eropa dianggap hoax.

Nilai-nilai kebenaran, apa yang baik dan apa yang buruk di masyarakat (sebagai cermin) dapat dibentuk dan diciptakan melalui berbagai cara. Melalui pendidikan formal, doktrinisasi, penataran, kampanye, dan lain sebagainya. Banyak sekali peristiwa sejarah yang dipelajari di pendidikan formal ditulis untuk kepentingan politik.  Ada istilah "Sejarah ditulis oleh para pemenang". Pada zaman orde baru, Soeharto dicatat sebagai pahlawan dan Bapak Pembangunan, pada masa reformasi beliau dicatat sebagi penjahat dan koruptor, dimasa depan mungkin saja kembali dicatat sebagai pahlawan, begitu seterusnya. Ahli propaganda Nazi Jerman, Goebbels, yang sangat cerdik dalam pemanfaatan  dan penyebaran berita bohong berkata  "Kebohongan yang dikampanyekan secara terus-menerus dan sistematis akan berubah menjadi kebenaran".

Sebagai contoh, pernyataan Erick Thohir,  "Hasil survei Nasional Anti Korupsi 2018 menunjukan tingkat korupsi berkurang dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah meningkat," (Merdeka.Com, 9/2/2019). Pernyataan tersebut dapat diterima benar, tapi dapat juga dianggap sebagai hoax bila menerima pernyataan  peneliti  LSI, Burhanuddin Muhtadi,  "Dalam survei yang dilakukan oleh LSI dan ICW pada 8-24 Oktober 2018 menunjukkan 52 persen responden menilai tingkat korupsi meningkat. Angka itu menurun jika dibandingkan dengan persepsi responden dalam dua tahun terakhir. "Dari 70 persen di 2016, 55 persen di 2017, dan menjadi 52 persen di tahun ini." (Tempo.co, 10/12/2018).

Untuk kepentingan politik, pernyataan-pernyataan sejenis seperti diatas bertebaran dimana-mana, dari berbagai sumber baik pro pemerintah maupun anti pemerintah, dan terus menerus mengalir.  Setiap orang akan berbeda penafsirannya apakah informasi sejenis seperti itu hoax atau bukan. Politiklah yang mengarahkan yang mana sebaiknya diterima sebagai kebenaran, dan lainnya adalah hoax. 

Memang banyak hoax bermuatan politik yang vulgar, mudah ditandai,  dan gampang mengungkap faktanya  seperti kebohongan Ratna Sarumpaet atas penganiayaan yang menimpa dirinya. Akibat perbuatannya menyebarkan berita bohong atau hoaks, tidak sulit menyangka Ratna melakukan perbuatan pidana. Hoax yang dibuatnya malah dapat dipolitisir untuk keuntungan politik lawan. Namun pernyataan Erick Thohir seperti diatas dapat diterima sebagai fakta kebenaran. Goebbels selanjutnya mengatakan "Sedangkan kebohongan sempurna adalah kebenaran yang dipelintir sedikit saja."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun