Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia, Awas Radikalisme!

8 Juni 2019   16:58 Diperbarui: 10 Agustus 2019   17:55 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nusantara.news

Kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia  sebagaimana telah dipahami dan disepakati oleh Pendiri Bangsa, tampaknya mulai digoyang-goyang lagi oleh gerakan radikal yang tidak sepaham.  Upaya penggoyangan ini sebenarnya selalu dilakukan oleh berbagai gerakan separatis dan ideologi tertentu sejak awal pembentukan bangsa, tapi selalu gagal.

Upaya tersebut akhir-akhir ini semakin kentara, semakin matang diri,  dan telah pula diuji coba pada beberapa peristiwa politik. Tapi belum cukup matang sebagai pemicu ledakan sosial skala nasional. Proses pematangan terus berlangsung, berlahan, sistematis, terstruktur dan masif,  sehingga diperkirakan dalam tempo tidak terlalu lama  menjadi sangat matang  untuk meledak.

Setidak-tidaknya peristiwa politik nasional tahun 2024 berpotensi memicu.  Atau dapat juga meledak  seketika akibat ketidak- stabilan ekonomi nasional dampak peristiwa global yang tak terduga, misalnya krisis moneter.   Uji coba melalui strategi  polarisasi identitas sentimen keagamaan  telah menunjukkan keberhasilannya pada Pilgub DKI 2017 dan Pemilihan Presiden 2019.  Sangat masuk akal bila peristiwa politik 2024, strategi polarisasi akan diulang dengan kekuatan menentukan.

Untuk mengetahui bagiamana proses ini berlansung maka kita harus memahami proses kehidupan kita berbangsa dan bernegara sejak kepemimpinan Soeharto tumbang.  Generasi milenial  banyak yang tidak memahami keadaan sekarang,  selain karena banyak yang tidak peduli,  juga karena tidak mengalami era awal reformasi sehingga  kurang mampu berorientasi.

Pada Mei 1998, terjadi peristiwa pergolakan yang dimotori mahasiswa dan berhasil memaksa  kepemimpinan Presiden Soeharto lengser, kekuasaanya selama 32 tahun berakhir.

Pada saat itu  ada harapan segalannya akan mudah dirubah dengan  jatuhnya  Soeharto,  itulah yang memunculkan kata Reformasi. Dikemudian hari istilah reformasi menjadi sangat terkenal, karena maknanya sesuai harapan perubahan  yang sudah lama diimpikan.  Reformasi selanjutnya digunakan sebagai sebutan merujuk pada era pasca kepemimpinan Soeharto.  Apakah harapan perubahan yang diharapkan itu terjadi?

Pada awalnya memang tampak banyak perubahan, UUD 1945 di amandemen 4 kali, banyak sekali revisi dan penerbitan Undang-Undang. Bidang yang banyak berubah adalah, otonomi daerah,  pemekaran daerah, sistem pemilu, peran TNI, HAM,  dan disertai munculnya lembaga-lembaga formal baru seperti MK,  DPD, KPK, Ombudsman,  Komnas-Komnas, dan banyak lagi lainnya. Pada dasarnya lembaga-lembaga baru tersebut dimaksudkan untuk menyebar kekuasaan sehingga terjadi saling kontrol dan penyeimbang, karena trauma akan kepemimpinan Soeharto yang mencengkram semua kekuasaan ditangannya.  

Pada sisi lain terjadi proses pembentukan kepemimpinan nasional, karena tidak ada satu orangpun yang dapat menggantikan posisi seperti Seoharto yang sangat kuat dan tidak tergantung pada siapapun. Pada proses inilah muncul tokoh-tokoh nasional, yang paling dikenal rakyat seperti  Amin Rais, Gus Dur, Megawati, B.J Habibie, Wiranto, Akbar Tanjung, SBY, Jusuf Kalla, Surya Paloh, dan lain-lain.  Tokoh-tokoh nasional ini  yang mengusai lembaga-lembaga Negara dan lembaga politik, sehingga disebut sebagai elit-elit nasional.  Secara de facto, melalui kompromi-kompromi politik,  kepemimpinan kolektif  tokoh-tokoh nasional ini'lah yang sesungguhnya memegang kekuasan kehidupan bernegara.  Bukankah sistem Pemilu kita sejak awal reformasi sudah demokratis?

Memang sejak amandemen UUD 1945, sistem formal demokrasi Indonesia berubah total. Tidak ada yag dapat membantah bahwa sistem pemilu di Indonesia sangat demokratis. Dari sisi formal syarat-syarat penyelenggaraan demokrasi yang berlaku universal diseluruh dunia, Indonesia memenuhinya semua. Salah satu capaian reformasi di Indonesia yang paling mendasar adalah pada kehidupan demokrasi dan kebebasan berpendapat.  Selainnya hanya ganti baju dan tambahan asesoris belaka.

Begitu bebasnya berpendapat sehingga semua faham, aliran tumbuh dan berkembang seperti jamur dimusim hujan. Yang selama Soeharto  berkuasa dibenam dan terkekang, saatnya bangkit dan merdeka. Paham Islam khilafah, dan gerakan radikal lainnya, yang bibitnya sudah ada kian sejak lama di Indonesia,  buminya sangat cocok,  kondisi iklimnya mendukung,  dan ditambah pengaruh  kekuatan global dari Timur Tengah, tumbuh kuat dan berkembang.

Pada prinsipnya demokrasi bertujuan melahirkan  kepemimpinan nasional   sebagai pemimpin kehidupan berbangsa menuju rakyat makmur sejahtera, aman, dan sentosa. Kenyataan tidak dapat dipungkiri adalah, rakyat makmur sejahtera, aman dan sentosa belum tercipta sebagaimana harapan semestinya. Memang setiap periode pemerintahan selalu mengakui keberhasilannya, kemajuan itu memang ada. Namun  pencapaiannya  dibawah harapan rakyat,  yang mengagap semestinya lebih tinggi dan lebih cepat  (ini selalu jadi debat kusir).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun