Mohon tunggu...
Sayyidatul huraa
Sayyidatul huraa Mohon Tunggu... Lainnya - ummu Ahmad

kesuksesan 99% diraih dari kerja keras,,, dan 1 % diperoleh dari kejeniusan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Dia

1 Desember 2020   22:22 Diperbarui: 1 Desember 2020   22:31 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiba-tiba jantungku tak beraturan kala itu, aku tidak menyangka bahwa benar gadis yang sering aku ganggu itu adalah anak pak Hamid yang tingggal dilorongku, aku yakin banget gadis yang sering aku ganggu itu anak pak Hamid karena gadis bercadar dikampungku hanya dari keluarganya. 

Ya tuhan, alangkah malu dan kagetnya aku kala itu, sementara gadis bercadar yang bernama Hamidah itu duduk agak jauh dan ditemani ibunya, mereka sedang asyik ngobrol dengan ibuku, alangkah malunya dan berdosanya aku, aku merasa sangat bersalah, masih pantaskah kesahanku itu dimaafkan? 

Tetapi apakah Hamidah sudah menceritakan kelakuan burukku terhadapnya aku merasa tidak enak dijenguk orang-orang yang sering kuganggu, sungguh akhlak yang begitu mulia tak kusangka sama sekali Hamidah mau menjengukku bahkan tak tampak kemarahan dari dirinya padahal aku sangat sering mengganggunya bahkan hendak mencelakainya. Ya tuhan, mataku baru terbuka saat ini betapa islam sangat agung terbukti dengan pemeluknya yang begitu menampakkan wajah-wajah bersahabat meskipu sering disakiti.

"pak ...bisa saya bicara dengan Hamidah, ada yang mau saya tanyakan tapi saya harap kami diizinkan berbicara berdua saja" ujarku, beberapa saat kemudian kulihat pak Hamid merasa heran begitu pula Hamidah dan ibunya, tiba-tiba mereka terdiam saat mendengar permintaanku itu.

"maaf nak Robi, bukannya nggak bisa tapi nggak bagus dua insan yang bukan mahrom berada dalam ruangan yang sama dan mereka cuman berdua, kalau ada yang ingin nak Robi sampaikan, sampaikan saja pada saya nanti saya sampaikan pada Hamidah". Ujar pak Hamid menjelaskan. 

"oh, gitu ya pak ? oh, yaudah kalau kayak gitu saya minta maaf saya nggak tahu lain kali aja saya silaturahim ke rumah bapak, sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas waktunya bersedia menjenguk saya, mohon maaf juga karena selama bertetangga saya kurang begitu bergaul dengan bapak dan keluarga bapak itu karena sibuk dengan kuliah saya yang nggak kelar-kelar". Ujarku sambil tersenyum-senyum, seketika itu ruanganpun menjadi riuh dengan suara mereka yang hadir kala itu.

Sejak sat itu, aku mulai meninstalasi perilakuku itu, yang tidak lupa aku syukuri munculnya semangat dalam jiwaku untuk mempelajari isalm lebih dalam, dan kulaluia hari-hariku dengan ibuku dan meminta pertimbangan beliau untuk memilih islam sebagai agama yang kuakui begitu pula dengan ayahku, dan seperti yang aku duga mereka memberi kebebasan beragama mana yang kuyakini. Ibuku juga merasa senang dengan perlakuanku saat itu, karena aku mulai merubah perilaku burukku dan aku juga meminta ibuku membelikan buku islam di pasar kala itu dan ibuku pun menurutinya. 

Ibuku juga memotivasi agar aku banyak belajar dari pak Hamid, katanya aku butuh untuk diislamkan dulu karena selama ini agamaku tidak jelas dan aku hanya bisa mengangguk menaati nasehat ibu. Aku hanya ingin Allah benar-benar memberiku hidayah-Nya dan tidak menyesatkan aku lagi setelah diberi-Nya petunjuk.

Akhirnya aku mulai banyak belajar dari pak Hamid, beliau dengan senang hati membimbingku, entah pada hari-hari liburnya, atau usai shalat subuh di mesjid, alhamdulillah beliau selalu meluangkan waktunya dan mengajariku banyak hal, melalui beliau aku memperbaharui syahadatku, tentu dengan syarat standar syariat dengan menghadirkan sanksi-sanksi kala itu.

Air mataku tidak bisa ku bendung , aku merasakn kehidupannku yang begitu damai, sangat jelas sekali perbedaannya dengan sebelumnya, aku merasakan hidupku seperti kosong tanpa arah sampai Allah subhanahu wa ta'ala membukakan pintu hidayah-Nya kepada hamba yang hina ini. Alhamdulillah, aku sangat memanfaatkan waktau luang pak Hamid untuk belajar islam termasuk membaca Al-Qur'an dari dasar sampai mahir, butuh kesabaran yang extra memang untuk menjalani semua itu.

Hingga akhirnya waktu mengajakku ke arah yang lebih baik, belajar dari keterpurukan hidup lalu memperdalam ilmu agama membuatku semakin yakin bahwa islam islam itu agama yang sempurna. Aku juag mulai menumbuhkan sunnah di daguku yaitu jenggot, celanaku  juga mulai kubenahi agar tidak menutupi mata kaki, mesti tidak sampai  betis. Peran pak Hamid dengan izin Allah begitu besar terhadapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun