Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jembatan

21 Oktober 2018   09:00 Diperbarui: 21 Oktober 2018   09:17 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penduduk desa menyingsikan selimut di pagi buta, berebut cepat dengan cahaya matahari yang gesit muncul di antara rimbun dedaunan. Seorang gadis cantik berambut jarum berdiri mematung di dujung jembatan Noebunu. Rambutnya dibiarkan tergerai diacak-acak angin pagi musim kemarau, seorang lelaki berdiri dua langkah di belakangnya. Tak ada percakapan. 

Gadis itu memejamkan mata,  kejadian naas delapan belas tahun lalu masih terpotret  dalam ingatnya. Apalagi setelah kejadian itu tak ditemukan apapun. Tak ada jasad yang ditemukan, dua orang itu pelan-pelan diikhlaskan setelah beberapa minggu melakukan pencarian hingga ke sungai Benai'. Setiap berkesempatan datang ke NTT untuk menjalankan tugas, ia selalu datang 'menengok' Sem. Tepatnya menengok tempat terakhir ia melihat Sem.

"Ann, matahari sudah panas. Ayo kita pulang." Lelaki itu beranjak dari posisi berdirinya. Cekatan ia meraih helm di atas sepeda motor lalu memakainya, satu lagi ia pegang sambil menunggu Ann. Bunyi sepeda motor sudah terdengar, gadis itu melihat ke dasar sungai Noebunu. Dua buah sungai membentuk jalan memebelah kedua pipinya.

"Selamat tinggal Sem. Aku janji akan memperbaiki jembatan ini untukmu. Aku tak tahu di mana kita akan bertemu nanti. Aku ikut kau dalam kematian, atau justru kau masih ada di alam hidup ini. Tapi kita tetap butuh jembatan untuk menghubungkan  cerita-cerita kita yang belum usai," ucapnya lirih, "Maaf, aku harus pergi sekarang," lanjutnya.

Cepat ia melangkah mendekati lelaki yang sejak tadi menunggunya, menerima helm lalu naik ke atas sepeda motor. Matahari musim kemarau sudah mulai membakar ketika sepeda motor itu membelah jalanan Oe-Ekam menuju Soe. Tujuan mereka hari itu adalah secepat mungkin membereskan urusan perizinan dengan beberapa pejabat daerah di Soe. 

Musim kemarau telah tiba, itu waktu yang tepat untuk membangun jembatan Noebunu yang baru saja dikunjungi. Bertahun-tahun ia tak bisa lari dari kenangan masa kecilnya bersama Sem. Tepat ia tamat SD ayahnya memutuskan untuk pulang ke Jawa.

Suatu ketika ia bertanya pada ayahnya mengenai sekolah yang akan mengantarnya menjadi seorang pembangun jembatan.  Ia kemudian kuliah pada Program Studi Perancangan Jalan dan Jembatan di salah satu universitas terkenal di Bandung. 

Berkat kerja keras dan usahanya ia mendapat kesempatan ke luar negeri karena penelitian-penelitiannya. Kesempatan itu digunakan sebaik mungkin untuk mencari cara mendapat hibah pembangunan jembatan. Setelah ditolak dan dipimpong oleh berbagi pihak, kabar bahagia itu pun datang. Delins, teman sesama penelitinya di Jerman. Ia bersedia membantu.

Berita sampai di telinga Ann ketika ia 'menengok' Sem dua tahun lalu. Ia pun langsung mengurus segala macam perizinan yang dibutuhkan. Hingga dua tahun berikutnya ia baru bisa bernapas lega karena impiannya membangun jembatan sudah di depan mata. 

Bayang-bayang Sem dan Ama Lipus yang terseret arus sungai masih segar disertai teriakan panik orang-orang. Seberapapun jauh ia melangkah pergi  dari pulau Timor, semua itu tetap ia bawa serta. Tak ada satu pun yang berubah. Terkadang ia berpikir, seperti apa wajah Sem seandainya ia masih hidup saat ini.  

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun