Mohon tunggu...
Sayema Noor Rahmadillah
Sayema Noor Rahmadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Efektivitas Bahasa Hukum dalam Kepatuhan Berkendara

3 Desember 2021   20:38 Diperbarui: 3 Desember 2021   20:52 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

EFEKTIVITAS BAHASA HUKUM DALAM KEPATUHAN BERKENDARA

Oleh: Sayema Noor Rahmadillah Universitas Pamulang


Berkendara dan berlalu lintas adalah hal yang sangat akrab dalam keseharian kita. Setiap kali kita melakukan mobilitas baik jarak jauh maupun dekat, kita pasti menggunakan kendaraan dan berlalu lintas.

Meski dua hal ini sudah melekat dalam rutinitas kehidupan, namun ada yang kerap diabaikan oleh pengendara saat berlalu lintas. Mereka kadang abai dengan peraturan berlalu lintas. Contohnya, menerobos lampu merah pada saat lampu merah sedang  menyala, belok di area yang terdapat rambu dilarang berbelok, dan memberhentikan kendaraan di area yang terdapat rambu dilarang berhenti.

Efektivitas bahasa hukum dapat dikatakan efektif apa bila para pengendara atau pengguna lalu lintas dapat menerima dan menaati aturan tersebut. Pengertian bahasa sendiri merupakan sebuah alat komunikasi yang digunakan manusia untuk mengungkapkan perasaan, menyampaikan buah fikiran kepada sesama manusia. 

Bahasa sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu berupa lisan, tulisan dan pertanda atau lambang. Dalam berkendara atau berlalu lintas, tentunya kita sering menemui rambu-rambu atau lambang pertanda. Lambang sendiri merupakan hasil dari kesepakatan antara penulis dan pembaca mengenai makna kata-kata yang terkandung dalam lambang yang dibuat tersebut. Sayangnya, masih banyak pengendara yang memaknai lambang rambu lalu lintas hanya sebagai sebuah ikon. Di sini, bahasa hukum dalam berkendera  perlu ditegaskan kembali.

Lambang atau rambu lalu lintas yang dibuat tidak boleh hanya berhenti dalam format ikon atau simbol. Rambu lalu lintas harus berwujud menjadi indeks yang progresif. Seperti lambang “S” yang dicoret memiliki makna dilarang stop, maka rambu ini memberi petunjuk bahwa tidak boleh ada kendaraan yang berhenti diarea sekitar rambu itu terpasang. 

Artinya (seharusnya) ada hubungan kausalitas antara lambang “dilarang stop” dengan kepatuhan pengendara untuk tidak memberhentikan kendaraannya disitu (area sekitar rambu). Jadi, inilah rambu-rambu yang dimaknai sebagai indeks yang progresif, yaitu hukum untuk mengatur perilaku pengendara setelah lambang rambu lalu lintas tersebut diberlakukan, hukum sebagai indeks inilah yang memberikan efektivitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun