Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nikmatnya Sensasi Mendendam

19 Februari 2020   13:28 Diperbarui: 19 Februari 2020   13:36 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi, diambil dari cdn.sindonews.net/

"Braaak....". Suara benturan cukup keras menyita banyak orang di sekitarku. Sebagian orang segera berlari ke sebrang jalan. Sebuah becak ambruk, sepertinya terserempet mobil. Aku yang baru saja keluar dari minimarket, pun ikut-ikutan menghampiri. Benar saja,  becak itu ambruk ke depan. Di timur jalan, sebuah mobil Toyota Fortuner menepi. Sepertinya mobil inilah yang menyerempet becak.

Aku mendekat. Ternyata benturannya cukup keras. Entah terserempet atau tertubruk, nyatanya badan becak nyungsep ke depan, posisi roda belakang nungging atas. Sembilan puluh derajat. Sementara penumpangnya ikut keambrukan becak. Yang cukup tragis ternyata si abang becak, atau lebih tepatnya tukang becak, karena usianya kutaksir sudah di atas kepala lima. Dia terpelanting dua tiga meter ke samping.

Kuamati lebih dekat dari balik becak. Sambil berusaha membantu warga lain yang ingin menurunkan badan becak. Sosok perempuan STW bangkit dari dalamnya sambil sedikit tertatih dan wajah yang memucat-tegang. Aku memandangnya dengan kasihan. Wajahnya cukup cantik, meski usianya tak lagi muda. Kulihat lebih jelas wajahnya, tapi.....

"Wah, ini bukannya ibu-ibu yang tadi di minimarket"

***

Aku masih antre di depan kasir sebuah minimarket waralaba yang sangat ekspansif itu. Satu orang di depanku tengah menyelesaikan pembayaran di depan kasir. Melihat tumpukan barangnya, aku cuma bisa menghela nafas.  Sesaat ketika orang di depanku tinggal menunggu struk pembayaran, sosok perempuan menyelonong dari belakang. Tanpa beban, dia langsung memberikan satu pack tisu kering ke kasir. "Ini berapa, mba?

Huft, dadaku mendadak berkontraksi. Nafas sedikit tersengal. "Mbok ngantre, apa susahnya, berapa lama sih?" batinku.

"Sebelas ribu lima ratus,Ibu," jawab Kasir. Perempuan ini langsung mengeluarkan dompet. Dari belakangku, muncul perempuan lebih muda, menyodorkan barang lainnya. Mungkin anaknya.

Perempuan ini seumuran STW, mungkin sekitar 45 an atau menjelang 50, Tampilannya cukup modis, wajahnya terawatt make up, cantik. Pastilah orang kaya. Paling tidak, bukan miskin. Tapi masa, cantik-cantik tak mau antre, kan jadi ga respek kitanya.

Padahal, aku sudah antre lama. Pun belanjaanku tak lebih dari lima belas ribu perak, Cuma jajanan untuk anak bontot.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun