Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pikiran, Kemerdekaan, dan Tuhan

12 Juli 2019   18:11 Diperbarui: 11 Agustus 2022   07:46 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: http://3.bp.blogspot.com/ 

SALAH satu keunggulan makhluk bernama manusia adalah pada kemampuan berpikirnya. Kapasitas ini pula yang melahirkan konsep tentang kemerdekaan, sebuah nikmat yang melekat dalam penciptaan manusia. Kemerdekaan, yang ditandai dengan hak otonominya, bahkan disebut lebih besar dari nikmat hidup itu sendiri. Dulu, para pejuang kemerdekaan mengaktualisasikan pemahaman ini dalam pekikan perjuangan 'Merdeka atau Mati'.

Apalah arti hidup jika kemerdekaan kita sebagai manusia terrenggut. Apa guna hidup berbangsa, jika tetap terjajah. Betapa besarnya arti kemerdekaan, sampai-sampai kematian dianggap lebih bermakna. "Hidup mulia atau mati syahid, yakni hidup dengan pendayagunaan berpikir yang optimal, menikmati kemerdekaan, atau mati demi mempertahankan kemerdekaan itu sendiri. Tidak ada opsi ketiga, hidup dengan kemerdekaan tercerabut.

Bahkan, fisik boleh dipenjara, tetapi tidak dengan kemerdekaan pikirannya. Pramoedya Ananta Toer, siapa tak kenal karya-karya sastra monumentalnya, seperti Tetralogi Pulau Buru, sebagian lahir dari balik jeruji. Atau Buya Hamka yang sukses menelurkan kitab tafsirnya 'Al Azhar' saat menjalani penjara politik. Kedua tokoh-penulis Indonesia itu jelas berbeda haluan, bahkan Buya Hamka pernah menjadi korban provokasi Lekra-nya Pram. Tapi terlepas dari itu, keduanya sama-sama membuktikan betapa besarnya nikmat kemerdekaan, betapa bermaknanya buah pikiran.  

Oleh sebab terkait dengan fitrah penciptaan manusia, maka kemerdekaan adalah sejatinya penanda eksistensi kemanusiaan manusia. Optimalisasi berpikir sejatinya adalah representasi dari kemerdekaan itu sendiri.  "Undang-undang akal membentuk kemerdekaan berfikir. Dengan jalan menambah kecerdasan akal, bertambah murnilah kemerdekaan berfikir," kata Buya Hamka.

Lantas, apakah kemerdekaan itu berbatas atau bisa dibatasi? Atau bahkan, apakah definisi dari kemerdekaan? Bisakah kemerdekaan didefinisikan? Pertanyaan itu bisa jadi bermasalah, karena ketika kemerdekaan didefinisikan, dibatasi, ia tak lagi menjadi merdeka, kan?

Apa dan siapakah yang bisa membatasi kemerdekaan? Jawabannya adalah tuhan, ilah, segala sesuatu yang mampu mendominasi manusia, sehingga membuat manusia condong terhadapnya. Hanya tuhan yang bisa merampas kemerdekaan manusia, pun dalam berbagai wujudnya. Dalam Alquran, istilah ilah pun merujuk pada banyak hal yang bisa mendominasi manusia, material maupun nonmaterial.

tuhan bisa menjelma dalam harta, maka muncul istilah menunhankan harta, uang, dan sejenisnya. Atau berwujud kekuasaan, bagi siapapun yang menghalalkan cara untuk meraih kekuasaan, saat itu dia sedang menuhankan kekuasaan. Bisa juga menjelma dalam keinginan kita, hawa, personal desire, egonya, sehingga dia menuhankan dirinya. Fir'aun misalnya.   

Atau, tuhan atau ilah tersebut bisa juga Tuhan, Allah, sejatinya tuhan. Maka dalam ikrar tauhid, seorang Muslim akan menyatakan; Tidak ada tuhan selain Allah. Tidak ada sesutupun yang berhak mendominasi dan merampas kemerdekaan setiap manusia, kecuali Tuhan. Maka setiap dominasi atas manusia, eksploitasi, kolonialisme, penjajahan, adalah sebuah pelanggaran terhadap hak kemerdekaan manusia, yang menciderai eksistensi kemanusiaan. []

__________

Tulisan ini terinspirasi dari ceramah-ceramah Bang Imad, Dr Imaduddin Abdulrahim (alm)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun