Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kalau Sedikit Habis, Kenapa Banyak juga Habis?

25 Mei 2019   22:28 Diperbarui: 25 Mei 2019   22:49 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Houtman dan istri (http://1.bp.blogspot.com/ )

KONON, inilah adagium khas orang Indonesia, utamanya soal pengelolaan keuangan atau rejeki: Sedikit habis, banyak juga habis. Idealnya, kalau dengan sedikit lantas habis, ketika banyak harusnya ada lebih, ada sisa. Sisa atau kelebihan itulah yang bisa dioptimalkan kemanfaatannya agar bisa bertumbuh, berkembang, dan kian melimpah efeknya.

Kalau begitu, lebihnya untuk investasi saja, biar tak habis, agar bertumbuh. Pilihan itu boleh saja, tak ada salahnya. Tetapi bagaimana dengan pengembangan manfaatnya, agar tak semata-mata berhenti pada lingkaran diri yang kecil. Nah, rumusnya mungkin ditingkatkan ke level berbagi.

Saya teringat kisah Houtman Zainal Arifin, sosok yang kisahnya mendobrak jenjang karir sangat menginspirasi. Dia pernah menempati jabatan tertinggi di Citibang Indonesia, yakni sebagai vice president. Bukan jabatan itu yang keren, tetapi proses perjuangan panjangnya sampai menempati posisi CEO di bank asing terbesar di Indonesia saat itu yang penuh inspirasi. Kenapa, karena jabatan itu diperoleh dari karir awalnya di perusahaan itu sebagai pegawai rendahan setingkat office boy.

Houtman berangkat dari kemiskinan saat awal diterima kerja di Citibank. Hanya bermodalkan ijazah SMA, dia mengadu nasib di Jakarta. Sambil menunggu panggilan atas lamaran kerja yang dia kirimkan ke sejumlah perusahaan, Houtman bahkan sempat berjualan asongan untuk menyambung hidup sekaligus membantu kebutuhan ekonomi keluarganya, menyusul ayahnya yang sakit-sakitan di rumah.

Pengalaman menjadi orang kecil dan interaksinya dengan kaum alit itulah yang justru memahatkan prinsip hidup Houtman sampai sukses dan bahkan hingga akhir hayatnya. Saat dia sulit dan serba kekurangan, saat dia berada di strata bawah, orang-orang lemah inilah yang disebutnya mengajarkan kualitas kepedulian tanpa ampun. Tak heran, kelak ketika Houtman sukses, yang dilakukan pun tak lazim.

Houtman yang hidup bersama istrinya di rumah yang cukup mewah, memilih tak melewati hidupnya hanya berdua. Dia cari anak-anak yang hidupnya sudah, dia bantu didik dan sekolahkan. Hebatnya, anak-anak itu diajaknya tinggal bersama-sama mereka. Saat karirnya sudah tinggi, mengendarai serie Beby Benz mewah, Houtman tak malu keluar masuk hotel bintang lima untuk meminta makanan layak yang tersisa. Karena biasanya, sisa makanan itu dibuang begitu saja oleh hotel. Makanan mewah itu yang dikumpulkannya untuk anak-anak angkatnya.

Di antara anak angkat Houtman, ada salah satunya yang berkebutuhan khusus, autis. Houtman pun mengambilnya dari jalanan untuk selanjutnya dirawat selayaknya anak. Suatu waktu, Houtman sampai menangis ketika tiba-tiba anak terbelakang mental itu mengumandangkan adzan di mushala kecil rumahnya. Tidak bisa membayangkan bagaimana masa lalunya, kesulitannya berkomunikasi, tetapi tetiba si anak special ini melantunkan adzan meski dengan tergagap-gagap. Pecahlah tangis Houtman, mengalir air matanya.

Nah, pertanyaannya, kenapa ada orang yang sudah sesukses dia, memilih hidup tak biasa dengan merawat anak-anak tak mampu agar berdaya. Padahal, bisa saja dia tetap hidup dengan aman dan nyaman tanpa pusing memikirkan anak-anak jalanan itu. Atau paing tidak, Houtman cukup mendonasikan sebagian penghasilannya ke panti asuhan, kan praktis.

"Dulu saya miskin, sehingga kekurangan. Kini, setelah saya kaya dan dianugerahi kelebihan harta, ke mana kelebihan ini harus aku salurkan kalau tidak ke asal saya, yakni orang-orang miskin yang kekurangan," begitu kurang lebih jawaban Houtman.

Kelelahan yang dia dedikasikan untuk anak-anak angkatnya, nyatanya dibayar dengan ketenangan dan kebahagiaan untuk Houtman. Itulah keberkahan tak ternilai yang dirasakan Houtman dan istri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun