Mohon tunggu...
Savana Raniola
Savana Raniola Mohon Tunggu... -

sekedar menikmati, tanpa harus menghakimi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Titik Nadir Air Yogyakarta

23 November 2018   19:22 Diperbarui: 26 November 2018   09:29 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapakah mahluk hidup yang tidak membutuhkan air dalam hidupnya? Rasanya tidak mungkin ada. Air menjadi salah satu sumber vital dalam kehidupan. Manusia menjadi konsumen terbesar dari air. Air dimanfaatkan manusia dalam memenuhi banyak hal, seperti minum, mandi, mencuci, dan bahkan menjadi sumber tenaga listrik. 

Kebetuhan yang besar tersebut perlahan-lahan mengikis ketersediaan air yang ada di bumi. Hamper seluruh bagian dunia menghadapi permasalahan dengan ketersediaan air jangka panjang, salah satunya Indonesia. Indonesia adalah salah satu Negara yang terancam krisis air pada tahun 2025. Pernyataan tersebut terlontar sejak Maret tahun 2000 silam, ketika dilaksanakan World Water Forum II di Deen Hag, Belanda.

Indonesia termasuk sebagai Negara yang memiliki penduduk dalam jumlah besar di dunia.  Fakta tersebut menjadikan Indonesia Negara yang mengeskploitasi air bumi secara masif. Kota-kota besar sebagai pusat geliat kehidupan menjadi tempat para pelakui eksploitasi. Dari sekian banyak kota besar di Indonesia, salah satu yang sedang berjuang menghadapi permsalah dengan air adalah Yogyakarta. Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar, menjadi alas an bagi banyak orang luar kota singgah. 

Tidak lupa Yogyakarta juga mengemban gelar sebagai kota wisata. Hal itu berdampak pada besarnya angka kehadiran wisatawan baik domestik atau mancanegara untuk menikmati suasana Yogyakarta. Kehadiran orang-orang tersebut menyebakan  melonjaknya permintaan atau kebutuhan tempat untuk tinggal. Ada banyak tempat yang bisa menjadi pilihan, seperti kos, houstel, guest house, apartemen, dan hotel. Apartemen dan hotel memiliki catatan khusus. Hal itu dikarenakan perbedaan tingkat konsumsi air. 

Konsumsi air yang besar menjadi masalah akibat tidak menggunakan jasa PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), melainkan air sumur. Warga Yogyakarta menjadi saksi dari kenyataan bahwa permukaan air sumur rakyat semakin menurun bahkan kering karena persaingan dengan hotel dan apartemen. Permasalahan tersebut memunculkan gerakan yang peduli dan berusaha melawan atas nama masyarakat bernama, Jogja Darurat Air yang juga menjadi judul film documenter (2016).

Masalah bertambah runyam akibat pengunaan air tanah yang juga dilakukan oleh PDAM.  Menurut mahasiswi Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, Yesica Puteri, data BPS menunjukan bahwa tahun 2014 38,57% sumber air PDAM menggunakan air tanah. Peningkatan juga terjadi pada tahun 2015, penggunaan air tanah oleh PDAM meningkat jadi 87%. Hal tersebut menyebabkan keadaan air tanah mengalami penurunan hingga 50 cm setiap tahunnya.

Defisit diakibatkan oleh penggunaan dan kebutuhan yang meningkat, tetapi siklus air tanah tidak seimbang. Hal itu didasari oleh kerusakan pada hampir semua kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) karena praktik penebangan hutan, konversi lahan, pembangunan pemukiman, dan industry. Kerusakan yang sudah terjadi seharusnya menyadarkan masyarakat dan Negara. 

Perlu ada tindakan yang konsisten dan berkelanjutan untuk memenuhi permintaan air. Apa tindakan yang bisa dilakukan oleh Negara? Dan pihak mana yang wajib bertanggung jawab untuk mengambil kebijakan? Diperlukan sinergi diantara eksekutif dan legislatif, yaitu Gubernur, Bupati, DPRD, dan DPD.

Warga Yogyakarta seharusnya sudah harus mulai bersiap diri untuk menghadapi pemilihan umum tahun 2019. Masyarakat memiliki tanggangu jawab dan hak untuk memastikan orang-orang terbaik dapat menjadi perwakilan mereka. 

Orang-orang yang bekerja dari, oleh, dan untuk rakyat. Hal paling sederhana adalah memiliki kesamaan visi dalam membangun Yogyakarta, dalam kasus ini adalah menghadapi krisis air tanah. Salah satu calon anggota DPD secara terang-terangan menunjukan fokusnya pada masalah air, yaitu Bambang Soepijanto. Ia menuangkan janji politiknya dalam visi dan misi, dengan salah satu misi meningkatkan sumber-sumber air bersih di seluruh wilayah provinsi DIY. 

Bambang Soepijanto juga bukan sembarangan orang, karena track record beliau yang berkecimpung pada pelestarian lingkungan hidup. Narasi yang diperjuangkan Bambang Soepijanto menjadi angin segar bagi masyarakat Yogyakarta dalam menghadapi masalah Jogja Darurat Air. Namun yang paling krusial adalah kualitas dan kuantitas air dapat terus dijaga dengan meningkatkan kesadaran setiap individu selaku pengguna.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun