Mohon tunggu...
Sausan Nabilah
Sausan Nabilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Selebriti dalam Kontestasi Politik Indonesia

18 April 2021   03:25 Diperbarui: 18 April 2021   05:04 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kamapanye politik dua tahun terakhir, semakin banyak selebriti yang terjun dalam dunia politik. Penulisan ini terpantik oleh Krisdayanti, seorang selebriti Indonesia yang mencalonkan dan terpilih dalam kali pertama pencalonannya di kursi legislatif. Akan tetapi, dalam perannya sebagai wakil rakyat beliau justru kurang memberikan figur sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu, penulisan membahas keresahan serta memberikan pemahaman mengenai peran selebriti dalam kontestasi politik Indonesia. Tidak hanya memiliki peran sebagai politisi, selebriti juga dapat berperan sebagai endorsment yang membantu para politisi dengan tujuan meningkatkan suara pemilihan dari masyarakat.

Selebriti tanpa latar belakang politik tetap bisa bersaing untuk mendapatkan kursi legislatif di tingkat daerah maupun nasional. tidak hanya sebagai politisi, selebriti yang tidak bersaing dalam kontestasi politik dapat terlibat dalam menyuarakan kampanye calon eksekutif yang wajar terjadi di Indonesia dalam dekade terakhir. Latar belakang selebriti yang didukung oleh konsumsi publik akan dunia hiburan seakan menjadi modal selebriti untuk mengisi panggung politik. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah suatu yang dipermasalahkan ataupun dilarang karena para selebriti memenuhi syarat untuk itu. Peran selebriti sebagai celebrity endorser dan celebrity politician bukan suatu hal baru. Sebutan tersebut telah dikenal sejak pemilihan umum tahun 1999. Pada era tersebut, celebrity endorser hadir dalam kontestasi politik. Selain itu, adanya sistem pemilihan proporsional tertutup tahun 1999 tidak memberikan peluang untuk individu mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Sedangkan celebrity politician muncul pada pemilihan umum 2004 yang mana sistem pemilihan berubah menjadi sistem proporsional terbuka. Sistem proporsional terbuka memberikan ruang untuk memilih partai politik dan individu.

Selebriti adalah individu yang ingin dan dikenal oleh banyak orang. Kehidupan individu mereka mendapat perhatian dari masyarakat, sehingga setiap perilakunya diamati dan diikuti. Kemampuan selebriti untuk menarik perhatian besar dari publik yang menjadi peluang untuk masuk kedalam dunia politik. Selebriti politik menurut John Street (2004) adalah orang-orang dengan background dunia entertaiment, dunia olahraga maupun industri pertunjukan. John Street membagi selebriti politik menjadi dua yaitu, pertama selebriti sebagai kandidat yang menggunakan popularitasnya sebagai representasi partai politik. Kedua selebriti yang berbicara mengenai opini populer dengan popularitasnya. Sedangkan celebrity endorser menurut McCracken (1989) adalah seorang penikmat pengakuan publik yang bertujuan untuk menarik iklan. Dalam dunia politik, celebrity endorser berperan sebagai pendukung partai politik dengan tujuan mengikat masyarakat untuk memilih kandidat.

Baik celebrity politician maupun celebrity endorser selama dekade terakhir banyak terlibat dalam dunia politik Indonesia, khusunya dalam pemilihan umum. Celebrity endorser sendiri sejak tahun 1971 sudah dikenal masyarakat sebagai penghibur dan memberikan dampak dalam dukungan partai politik. Jika dilihat dalam pemilihan umum terakhir, celebrity endorser masih berperan dalam upaya mendongkrak kepopuleran para calon eksekutif, contohnya pemilihan umum tahun 2019 baik tim Joko Widodo maupun tim Prabowo menggunakan popularitas selebriti dalam produk iklan hingga penampilan panggung. Pada saat itu tim Joko Widodo bekerjasama dengan Slank dan Anggun Cipta Sasmi. Sedangkan tim Prabowo menggaet Nissa Sabyan dan Eko Patrio yang juga mencalonkan diri sebagai anggota DPR daerah pemilihan Jakarta Timur. Penyelenggaraan hiburan dari celebrity endorser selalu disisipi dengan agenda politik, seperti pemberian materi yang bertujuan untuk menarik simpati masyarakat. Selain itu, peran celebrity endorser dalam kampanye pemilihan umum bersifat temporer karena tidak berlaku lagi setelah masa kampanye berakhir. Sedangkan celebrity politician berperan sebagai politisi yang ikut serta dalam kontestasi politik. Celebrity politician hadir tanpa ada background pengetahuan politik. Keterlibatan selebriti ini kemudian menjadi pertanyaan apakah mereka bekerja untuk menaikkan popularitas calon eksekutif saja dan mereka hanya berperan sebagai vote getter tanpa pengetahuan politik yang mendalam.

Kemudian, apakah kedua peran selebriti tersebut benar menunjukkan peningkatan angka keterpilihan kandidat. Jika dilihat dari segi selebriti politik, keikutsertaan menurun dalam pemilihan umum 2014 dan 2019. Akan tetapi, meningkat dalam pemilihan umum tahun 1999 dan 2014. Meskipun mengalami kenaikan dan penurunan, dapat dikatakan pencalonan selebriti politik cenderung mengalami peningkatan dalam pencalonan serta keterpilihan. Sedangkan celebrity endorser dari tahun ke tahun tetap memiliki peran pada saat kampanye dengan hasil yang baik. Tidak seperti celebrity endorser, celebrity politician belum tentu mendapatkan hasil yang sesuai. Penurunan tingkat keterpilihan dalam dua tahun terakhir, juga memberikan gambaran bahwa celebrity politician tidak terlalu dilirik lagi oleh masyarakat. Alasannya karena masyarakat yang sudah melek politik serta anggapan bahwa selebriti hanya sebagai vote getter tanpa pengetahuan politik dan kurang memahami daerah pemilihannya.

Meskipun begitu, masih ada selebriti politik yang menarik perhatian masyarakat. Seperti Krisdayanti dan Tina Toon. Krisdayanti mendapat perhatian besar dari masyarakat karena daerah pemilihannya yang merupakan kota asalnya. Ketika berhasil masuk dalam kursi DPR RI, beliau kurang menunjukkan figur sebagai wakil rakyat. Kinerjanya juga dipertanyakan karena jika dilihat dari berbagai sumber, terakhir terlihat pada hari pelantikannya pada tahun 2019. Berbeda dengan Krisdayanti, seorang selebritis Indonesia yang sudah menjabat satu periode sebelumnya yaitu Eko Patrio masih memberikan aksi nyata dalam peranannya sebagai wakil rakyat. Aksi tersebut berupa bantuan bencana alam kepada warga Nganjuk, meskipun pada saat tersebut daerah pemilihannya adalah Jakarta. Dalam sebuah jurnal, selebriti politik yang mengandalkan ketenaran dan turun dalam daerah pemilihan yang ditentukan oleh partai, jarang untuk turun ke daerah pemilihannya. Mereka bahkan menggandeng tokoh masyarakat asli daerah tersebut untuk meyakinkan masyarakat daerah pemilihannya.

Selebriti politik Indonesia keseluruhan menaruh harapan sebagai kandidat di bidang legislatif. selama ini, eksekutif hanya diisi oleh kandidat yang jelas akan karir politiknya. Legislatif khususnya DPR memberikan ruang penuh bagi individu dari partai politik untuk maju dalam pencalonan. Selain itu, adanya keuntungan yang diperoleh dari kedua belah pihak baik selebriti maupun partai politik, membuat selebriti yakin untuk maju dalam pemilihan umum. Alasan mengapa kemudian selebriti tidak melanjutkan karir sebagai selebriti namun beralih ke dalam bidang politik dapat dilihat dari berbagai faktor. Salah satunya adalah keinginan selebriti untuk memanfaatkan popularitas yang baik dan menambah tingkat popularitasnya. Tidak jarang juga para selebriti yang jarang tampil di layar kaca justru merambah ke dunia politik. Salah satunya adalah Sigit Purnomo Said dikenal sebagai vokalis band Ungu, ketika karir menyanyinya sedikit disorot publik ia terjun ke dunia politik sebagai Walikota Palu. Selain itu dapat disimpulkan bahwa selebriti yang masuk dalam dunia politik adalah selebriti yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat sebagai seorang selebriti, sehingga dengan terjun di dunia politik hal tersebut dapat menjadi berita besar yang menarik perhatian masyarakat. Popularitas yang pudar akan kembali naik lagi seiring pencalonannya sebagai wakil rakyat.

Jika sebelumnya hanya menyebutkan beberapa nama sebagai contoh, berikut ini adalah nama-nama selebriti yang maju dan terpilih dalam kursi DPR RI dua tahun terakhir. Tahun 2014 Partai Amanat Nasional menyumbang paling banyak selebriti politik di DPR RI. Beberapa selebriti politik dari PAN adalah Desy Ratnasari, Primus Yustiso, Lucky Hakim, Anang Hermansyah dan Eko Hendro Purnomo dari kalangan artis serta Yuyuk Basuki dari kalangan atlet. Selain itu, beberapa partai lain yang menyumbang selebriti adalah partai PDI Perjuangan, Golongan Karya, Gerindra, Demokrat, PPP dan PKB. Dengan rincian artis yang lolos adalah Junico BP Siahaan, Rieke Diah Pitaloka, Tantowi Yahya, Rachel Maryam Sayidina, Jamal Mirdad, Dede Yusuf Macan Effendi, Venna Melinda, Okky Asokawati dan Krisna Mukti dari kalangan artis serta Utut Adianto dan Moreno Suprapto dari kalangan Atlet. Total selebriti yang mendapat kursi di DPR sejumlah 18 orang. sedangkan tahun 2019 hanya 14 orang selebriti yang berhasil duduk di kursi DPR. Partai PDI Perjuangan meloloskan selebriti politik terbanyak pada tahun itu sejumlah 4 orang. Sedangkan partai lain yang berhasil menyumbang selebriti adalah partai Gerindra, PAN, Demokrat, PKB, Golkar dan Nasdem. Rincian selebriti politik yang lolos adalah Eko Hendro Purnomo, Mulan Jamela, Desy Ratnasari, Rano Karno, Dede Yuduf Macan Effendi, Primus Yustisio, Tommy Kurniawan, Arzeti Bilbina, Rieke Diah Pitaloka, Krisdayanti, Muhammad Farhan, Nurul Arifin, Rachel Maryam Sayidina dan Nico Siahaan.

Model celebrity politician dan celebrity endorser dapat dikatakan sebagai model kampanye lama. Pada pemilihan umum terakhir, hampir separuh presentase suara dimiliki oleh generasi milenial. Generasi milenial tumbuh dalam era digital dengan tingkat konsumsi media daring yang cukup tinggi. Dalam pemilihan umum terakhir, partai politik masih menggandeng artis-artis lama yang kurang terkenal di media daring. Akan tetapi, seorang selebriti yang mencoba untuk memanfaatkan maksimal media daring tidak dapat membawa dirinya ke kursi parlemen. Partai politik maupun selebriti politik masih menggunakan pola rekrutmen lama berdasarkan popularitas di media lama. Sehingga dapat disimpulkan, penggunaan media digital atau media baru oleh generasi milenial tidak efektif untuk digunakan saat kampanye dan sebaliknya pada media lama seperti koran dan televisi.

Tingginya angka keterlibatan selebriti dalam dunia politik menjadi masalah karena diperkirakan akan sulit memberikan perubahan bagi Indonesia karena keterpilihan yang berdasarkan popularitas. Jika dilihat dari kinerja DPR yang menjadi wadah selebriti politik, masih terdapat pemborosan anggaran yang tidak sebanding dengan kinerjanya di tahun 2019. Pembuatan undang-undang oleh DPR mengalami penurunan pada tahun 2019. Tidak hanya itu, kualitas undang-undang yang dihasilkan kurang baik. Kinerja DPR yang kurang terlihat menjadi kritik publik. Kurang keikutsertaan para anggota DPR dalam ruang sidang menjadikan pembahasan rancangan undang-undang kerap ditunda. Anggota DPR sebagai representasi masyarakat seharusnya memberikan kinerja yang baik dalam perannya. Nyatanya mereka melakukan hal sebaliknya. Dengan banyaknya fenomena tersebut, partai politik masih saja mementingkan elektabilitas dan kampanye dengan membawa selebriti tanpa memperbaiki kesalahan yang terjadi. Seharusnya calon yang diusung partai politik adalah seseorang yang memiliki modal kapabilitas dan bukan popularitas. Adanya selebriti politik dalam kursi legislatif juga berdampak pada kinerja mereka. Mereka tidak bisa menghasilkan kinerja yang baik karena bermodalkan popularitas. Jika hal tersebut terjadi, fungsi legislatif sebagai penyeimbang negara tidak akan bekerja. Kritik akan bermunculan karena anggita dewan tidak berperan sebagai representasu rakyat.

Selebritis masuk ke dalam dunia politik tidak menyalahi undanh-undang. Mereka memiliki hak sebagai warga negara untuk ikut serta dalam kontestasi politik. Keinginan untuk ikut serta juga harus diberi apresiasi. Karena hanya sedikit dari mereka yang berpartisipasi. Akan tetapi, dunia politik bukanlan dunia hiburan yang didalami oleh para selebriti. Politik memperlukan pengetahuan dan bukan ketenaran. Selebriti politik tidak bisa memanfaatkan kepopularitasannya semata untuk maju dalam pemilihan umum. Partai politik yang merekrut para selebriti politik juga tidak selayaknya memberikan ruang karena popularitas semata. Perlunya perubahan yang baik dalam kinerja anggota dewan harusnya memberikan partai politik pencerahan bahwa rekrutmen diberikan kepada orang-orang yang memiliki kapabilitas ataupun popularitas yang disertai kapabilitas. Masyarakat yang memiliki hak suara harus memberikan pilihan kepada orang yang tepat. Jika peran yang dilakukan telah berjalan dengan baik, hasil yang dikeluarkan akan baik juga.

Daftar Pustaka

Darmawan, I. 2015. Keterlibatan Selebriti dalam Pemilu Indonesia Pasca Orde Baru. Sosiohumaniora: 2015 Vol. 18, 236-242

Alvianto, Moddie, dkk. 2020. Selebritas dalam Pemilu 2019. Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication Vol. 1, 67-78

Raharjo, Wasisto. 2014. Politik Selebritas Elaborasi Teoritik Terhadap Model Kampanye Baru. Kawistara: 2014 Vol. 4, 111-224

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun